96
- Sempadan sungai.
Keputusan Presiden RI No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung menyatakan bahwa perlindungan terhadap sempadan sungai dilakukan
untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta
mengamankan aliran sungai Pasal 15, sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar
permukiman Pasal 16. Permenhut No. P.32Menhut-II2009 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Tehnik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran
Sungai RTkRHL-DAS juga menyatakan bahwa selebar 100 meter kiri kanan sempadan sungai besar harus dilindungi dari segala kegiatan yang merusak. Di
KP Batubara PT KPC, ada dua sungai besar lebar 50 m, yaitu sungai Sangatta dan Bengalon, satu sungai sedang lebar 2-7 m yaitu sungai
Kenyamukan, dan tiga sungai kecil lebar 2-4 m, yaitu sungai Batutak, Murung, dan Pinang Sihombing 2012. Kegiatan penambangan hendaknya
mempertahankan hutan di sepanjang sempadan sungai dan merestorasi sempadan sungai yang telah rusak, sehingga dapat berfungsi sebagai koridor
dan tempat berlindung bagi orangutan dan kehati lainnya.
Bagian hilir sempadan sungai Sangatta yang menjadi pemisah areal konsesi PT KPC dengan kawasan TN Kutai telah mengalami kerusakan lahan
terbuka dan kebun masyarakat, namun orangutan masih sering terlihat di sepanjang pinggiran sungai. Kuat dugaan bahwa orangutan tersebut adalah
orangutan yang terdesak ke pinggir sungai karena diusirdiburu oleh masyarakat pemilik kebun. Oleh karena itu restorasi sempadan sungai Sangatta
harus menjadi prioritas. Restorasi sempadan sungai juga dapat meminimalisir erosi tebing sungai yang selama ini terjadi di sepanjang sungai Sangatta karena
kurangnya vegetasi penutup tanah.
- Antara kantong habitat yang terisolasi ARKPB atau sisa hutan alam dengan
ke kantong habitat lainnya atau hutan alam yang lebih luas. Koridor antar kantong habitat akan memudahkan pergerakan orangutan
dari satu fragmen ke fragmen lainnya dengan aman Luckett et al. 2004; Nasi et al. 2008 dan diharapkan dapat mencegah terjadinya tekana inbreeding.
- Sepanjang batas wilayah konsesi pertambangan.
KP batubara berbatasan dengan dengan areal konsesi lainnya, terutama yang berbatasan dengan permukiman, kebun masyarakat, dan konsesi
perkebunan kelapa sawit. Koridor di sepanjang batas wilayah konsesi bisa dibuat dengan mempertahankan sisa hutan alam maupun dengan melakukan
restorasi habitat.
3 Peningkatan Kesadartahuan KaryawanMasyarakat
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 100 dari responden karyawan mengetahui bahwa orangutan dilindungi secara hukum, serta tidak ada kegiatan
perburuan dan pembunuhan orangutan di KP Batubara. Namun demikian, sebagian besar karyawan belum menunjukkan reaksi yang tepat berkaitan dengan
keberadaan orangutan di KP Batubara. Sebagai contoh, jika responden menjumpai orangutan yang mati atau sakitterluka, responden lebih memilih untuk tidak
melaporkannya. Data tingkat kematian mortality rate sangat penting dalam
97 perencanaan pengelolaan struktur demografi populasi, terutama untuk
perencanaan konservasi jangka panjang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya 44.44 karyawan yang
pernah mendapatkan penyuluhan tentang orangutan. Oleh karena itu, perusahaan perlu membuat suatu program pendidikan dan pelatihan mengenai pentingnya
konservasi orangutan bagi semua karyawan dan kontraktor. Penyuluhan tetap diperlukan meskipun tidak ada kegiatan perburuan dan pembunuhan orangutan
oleh karyawankontraktor di KP Batubara. Hal tersebut diharapkan dapat mendorong karyawan untuk lebih peduli dan lebih aktif menginformasikan setiap
kejadian yang terkait dengan orangutan di KP Batubara.
Program penyuluhan dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan ahli konservasi dari perguruan tinggi, Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Badan
Penelitian dan Pengembangan, atau Lembaga Swadaya Masyarakat. Program penyuluhan juga dapat diintegrasikan ke dalam materi induction atau MOD Rules,
sehingga dapat menjangkau semua karyawan dan kontraktor.
4 Pelibatan Para Pihak
Pelibatan instansi pemerintah, perguruan tinggi, lembaga pendidikan, dan lembaga swadaya masyarakat diperlukan dalam konservasi orangutan di KP
Batubara. Rencana pembangunan koridor dilakukan dengan melibatkan banyak pihak, tidak hanya perusahaan pemegang konsesi dan pemanfaat sumber daya
alam, namun juga pemerintah daerah, lembaga pendidikan dan penelitian, termasuk masyarakat adat. Implementasi serta monitoring dan evaluasinya juga
harus dilakukan dengan cara adaptif dan partisipatif.
Strategi dan rencana implementasi konservasi orangutan dengan membangun koridor orangutan pada tingkat bentang alam dapat dilakukan dengan
prinsip membangun
kemitraan sebagaimana
diatur dalam
Permenhut No.P39Menhut-II2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat Melalui
Kemitraan Kehutanan. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya prinsip kepercayaan, transparansi, saling menguntungkan, kesepakatan bersama, partisipasi, dan lokal
spesifik. Pembangunan koridor pada skala lanskap memerlukan waktu yang cukup lama, oleh karena itu harus dilakukan secara partisipatif dengan masyarakat dan
para stakeholder, serta berintegrasi dengan program pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar koridor.
Perusahaan pemegang konsesi bersama para pemangku kepentingan dapat mendorong program sosialisasi konservasi orangutan dan membantu Badan
Perencana Pembangunan di tingkat kabupaten, provinsi, dan nasional meningkatkan nilai keanekaragaman hayati di bentang alam yang lebih luas
Dennis et al. 2011. Para pihak yang terlibat dalam konservasi orangutan di KP Batubara khususnya dan di Kaltim umumnya perlu diidentifikasi berdasarkan
tingkat kepentingan dan pengaruhnya. Para pihak yang diperkirakan memiliki peranan penting adalah: Balai TN Kutai, BKSDA Kaltim, perusahaan pemegang
konsesi hutan alam produksi dan perkebunan kelapa sawit, Bappeda Kutai Timur, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kaltim, STIPER Kutai Timur,
Universitas Mulawarman, Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Peran pemerintah daerah terkait dalam kebijakan, regulasi dan tata ruang dalam
mendukung status kawasan konservasi. Perusahanan dapat bekerjasama dengan dan meminta saran teknis dari pada ahli konservasi untuk melakukan survei
98 orangutan yang kemudian diintegrasikan ke dalam sistem informasi geografis
Dennis et al. 2011.
5.3.3 Setelah Penutupan Tambang
Kelangsungan hidup orangutan di KP Batubara di masa depan sangat tergantung pada status kawasan tersebut setelah operasional penambangan
berakhir. Menurut Bappeda Kutim 2015, kawasan bekas pertambangan yang ada saat ini sangat dimungkinkan menjadi kawasan lindung dimasa yang akan datang.
Oleh karena itu, upaya rehabilitasi dan revitalisasi kawasan bekas pertambangan menjadi keharusan agar tidak terjadi kerusakan ekologis yang sangat serius dan
berdampak fatal dikemudian hari. Sebelum izin konsesi tambang berakhir, upaya- upaya untuk menjamin keberlangsungan hidup orangutan yang hidup di KP
Batubara setelah operasional tambang berakhir perlu dilakukan, salah satunya adalah dengan mengubah status kawasan dari Areal Penggunaan Lain APL
menjadi kawasan hutan tetap. Secara hukum, tukar-menukar kawasan hutan adalah memungkinkan.
Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan melalui mekanisme tukar menukar kawasan hutan adalah memungkinkan, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.32Menhut-II2010 tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah PP Nomor 104 tahun 2015 mengenai
Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Menurut pasal 1 ayat 12 Permenhut P.322010 dan pasal 1 ayat 15 PP 1042015 Tukar Menukar
Kawasan Hutan adalah perubahan kawasan Hutan Produksi Tetap HP danatau Hutan Produksi Terbatas HPT menjadi bukan Kawasan Hutan yang diimbangi
dengan memasukkan lahan pengganti dari bukan Kawasan Hutan menjadi kawasan Hutan.
Menurut Pasal 4 Ayat 1 Permenhut P.322010, tukar menukar kawasan hutan dilakukan untuk pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang bersifat
permanen, menghilangkan enclave dalam rangka memudahkan pengelolaan kawasan hutan, atau memperbaiki batas kawasan hutan.
Pasal 5 Ayat 1 Permenhut P.322010 menyatakan bahwa tukar menukar kawasan hutan dilakukan dengan
ratio: a dalam hal luas kawasan hutan kurang dari 30 tiga puluh perseratus dari luas daerah aliran sungai, pulau, danatau provinsi dengan sebaran yang
proposional: untuk menampung korban bencana alam dengan ratio paling sedikit 1:1; untuk kepentingan umum dengan ratio paling sedikit 1:2; dan dalam hal luas
kawasan hutan di atas 30 tiga puluh perseratus dari luas daerah aliran sungai, pulau danatau provinsi dengan sebaran yang proporsional dengan ratio paling
sedikit 1:1.
Selanjutnya pada Pasal 6 dinyatakan bahwa l
ahan pengganti harus memenuhi persyaratan: a letak, luas dan batas lahan penggantinya jelas; b letaknya
berbatasan langsung dengan kawasan hutan; c terletak dalam daerah aliran sungai, pulau, danatau provinsi yang sama; d dapat dihutankan kembali dengan cara
konvensional; e tidak dalam sengketa dan bebas dari segala jenis pembebanan dan hak tanggungan; dan f mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupatiwalikota.
PP 1042015 Pasal 12 Ayat 2 menyatakan bahwa tukar menukar kawasan hutan dapat dilakukan dengan lahan pengganti dari lahan bukan kawasan hutan
danatau kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi. Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan yang dapat dijadikan sebagai alternatif untuk konservasi
99 orangutan di areal bekas penambangan batubara adalah Taman Hutan Raya,
Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus, dan perluasan dari TN Kutai.
1 Taman Hutan Raya Tahura
Menurut UU RI No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Tahura adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang
alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
budaya, pariwisata dan rekreasi.
Kriteria suatu wilayah dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan Tahura menurut Pasal 9 PP 28 2011 meliputi: a memiliki keindahan alam
danatau gejala alam; b mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan danatau satwa; dan c merupakan wilayah
dengan ciri khas baik asli maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah. Pasal 12 PP 28 2011
menyatakan bahwa penyelenggaraan Tahura dilakukan oleh pemerintah provinsi atau pemerintah kabupatenkota Ayat 2 oleh unit pengelola yang dibentuk oleh
gubernur atau bupatiwalikota Ayat 4, yang dibentuk berdasarkan kriteria yang ditetapkan Menteri Ayat 5.
Menurut Pasal 36 PP 28 2011 Tahura dapat dimanfaatkan untuk kegiatan: a penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; b pendidikan
dan peningkatan kesadartahuan konservasi; c koleksi kekayaan keanekaragaman hayati; d penyimpanan danatau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta
energi air, panas, dan angin serta wisata alam; e pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dalam rangka menunjang budidaya dalam bentuk penyediaan plasma
nutfah; f pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat; dan g pembinaan populasi melalui penangkaran dalam rangka pengembangbiakan satwa atau
perbanyakan tumbuhan secara buatan dalam lingkungan yang semi alami.
Kriteria pengelolaan Tahura diatur dalam Permen LHK No. P762015 tentang tentang Kriteria Zona Pengelolaan Taman Nasional dan Blok Pengelolaan
Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam. Penataan kawasan Tahura dilakukan dengan perencanaan dengan membagi
kawasan ke dalam blok pengelolaan sesuai dengan hasil inventarisasi potensi kawasan serta mempertimbangkan prioritas pengelolaan kawasan Pasal 5 Ayat
1. Kawasan Tahura dapat dikelola berdasarkan blok pengelolaan, yaitu: blok perlindungan, blok perlindungan bahari, blok pemanfaatan, blok tradisional, blok
rehabilitasi, blok religi, budaya, dan sejarah, blok khusus, dan blok koleksi tumbuhan danatau satwa Pasal 9 Ayat 1,2,3.
Permen LHK No. P762015 Pasal 13 memuat tentang kriteria masing- masing blok pengelolaan, yaitu:
- Blok perlindunganperlindungan bahari: tempat perlindungan jenis tumbuhan
dan satwa danatau tingkat ancaman manusia rendah;
- Blok pemanfaatan: i memiliki obyek dan daya tarik wisata; ii memiliki
potensi kondisi lingkungan berupa penyimpanan danatau penyerapan karbon, masa air, energi air, energi panas dan energi angin; iii memungkinkan
dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan kondisi lingkungan,
100 penelitian dan pendidikan, dan wisata alam; danatau iv memiliki nilai sejarah
atau wilayah dengan aksesibilitas yang mampu mendukung aktivitas wisata alam.
- Blok tradisional: memenuhi kriteria sebagai blok perlindungan perlindungan
bahari atau blok pemanfaatan yang telah dimanfaatkan untuk kepentingan tradisional masyarakat secara turun temurun.
- Blok religi, budaya dan sejarah: memenuhi kriteria sebagai blok
perlindunganperlindungan bahari atau blok pemanfaatan yang telah dimanfaatkan untuk kepentingan religi, adat budaya, perlindungan nilai-nilai
budaya atau sejarah.
- Blok khusus: i terdapat bangunan yang bersifat strategis yang tidak dapat
dielakkan; ii permukiman masyarakat yang bersifat sementara yang keberadaannya telah ada sebelum penetapan kawasan tersebut sebagai Tahura;
danatau iii memenuhi kriteria sebagai wilayah pembangunan strategis yang tidak dapat dielakkan yang keberadaannya tidak mengganggu fungsi utama
kawasan.
- Blok koleksi tumbuhan danatau satwa: i wilayah yang ditujukan untuk
koleksi tumbuhan danatau satwa liar; ii terdapat tumbuhan danatau satwa asli atau unggulan setempat dalam jumlah yang cukup; danatau iii lokasi
dengan kondisi biofisiknya memenuhi syarat untuk dijadikan pusat pengembangan koleksi tumbuhan danatau satwa liar.
Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan masing-masing blok pengelolaan dimuat dalam Pasal 13 Permen LHK No. P762015, yaitu:
-
Blok perlindungan: a perlindungan dan pengamanan; b inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; c pembinaan
habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan liar; d penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; e
pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; f pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk menunjang budidaya; g penyerapan danatau
penyimpanan karbon; h pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan untuk menunjang kegiatan diatas.
-
Blok pemanfaatan: a perlindungan dan pengamanan; b inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; c pembinaan
habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi hidupan liar; d penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta
pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; e pengusahaan pariwisata alam dan pemanfatan kondisijasa lingkungan berupa karbon, air,
serta energi air, energi panas dan angin; f pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya; g pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan
untuk menunjang kegiatan di atas.
- Blok koleksi tumbuhan danatau satwa: a perlindungan dan pengamanan; b
inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; c pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan
populasi hidupan liar; d penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; e pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; f
koleksi kekayaan keanekaragaman hayati; g wisata alam; h pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar dan plasma nutfah dalam rangka menunjang
budidaya; i pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara
101 buatan dalam lingkungan yang semi alami; j pembangunan sarana dan
prasarana pengelolaan untuk menunjang kegiatan-kegiatan tersebut diatas.
- Blok tradisional: a perlindungan dan pengamanan; b inventarisasi dan
monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; c pembinaan habitat dan populasi dalam rangka mempertahankan keberadaan populasi
hidupan liar; d penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan; e wisata alam terbatas; f pemanfaatan sumber daya genetik dan
plasma nutfah untuk penunjang budidaya; g pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk menunjang kegiatan pada huruf a, b, c, d,
e, f; h pemanfaatan potensi dan kondisi sumber daya alam oleh masyarakat secara tradisional.
- Blok rehabilitasi: a perlindungan dan pengamanan; b inventarisasi dan
monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; c penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan; d penyerapan dan
penyimpanan jasa lingkungan karbon; e pemanfaatan sumber daya genetik dan plasma nutfah untuk penunjang budidaya; f pemulihan ekosistem; g
pelepasliaran satwa liar; h pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan terbatas untuk menunjang kegiatan pada a, b, c, d, e, f dan g.
- Blok religi, budaya, dan sejarah: a perlindungan dan pengamanan; b
inventarisasi dan monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; c penyelenggaraan upacara adat budaya danatau keagamaaan; d
pemeliharaan situs religi, budaya danatau sejarah; e wisata alam terbatas.
- Blok khusus: a perlindungan dan pengamanan; b inventarisasi dan
monitoring sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya; c penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan serta pendidikan; d pemulihan ekosistem
dengan cara rehabilitasi dan restorasi; e pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana berupa sarana telekomunikasi dan listrik, fasilitas
transportasi dan lain-lain yang bersifat strategis dan tidak dapat terelakkan.
Menurut Pasal 1 Ayat 35 Permen LHK No. P762015, organisasi pelaksana tugas teknis di bidang Tahura adalah Unit Pelaksana Teknis Daerah UPTD
Tahura yang
berada di
bawah dan
bertanggung jawab
kepada GubernurBupatiWalikota atau dinas yang menangani bidang kehutanan yang
diserahi tugas dan tanggungjawab di bidang pengelolaan Tahura.
2 Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus KHDTK
Menurut Pasal 8 Ayat 1 UU No.41 Tahun 1999, pemerintah dapat menetapkan kawasan hutan dengan tujuan khusus KHDTK, penetapan tersebut
diperlukan untuk kepentingan umum seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan, serta religi dan budaya Ayat 2 dengan tidak mengubah
fungsi pokok kawasan hutan yang bersangkutan Ayat 3. KHDTK dapat berupa hutan konservasi, hutan lindung, atau hutan produksi yang ditunjuk secara khusus
oleh Menteri Pasal 1 Ayat 5 Permenhut RI No. P.43Menhut-Ii2013 tentang Penataan Batas Areal Kerja Izin Pemanfaatan Hutan, Persetujuan Prinsip
Penggunaan Kawasan Hutan, Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan dan Pengelolaan Kawasan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan dan KHDTK.
Pasal 34 UU No.411999 menyatakan bahwa pengelolaan KHDT dapat diberikan kepada masyarakat hukum adat, lembaga pendidikan, lembaga
penelitian, dan lembaga sosial dan keagamaan. Selanjutnya dijelaskan bahwa
102 pengelolaan KHDTK adalah dengan tujuan-tujuan khusus seperti penelitian dan
pengembangan, pendidikan dan latihan, serta untuk kepentingan sosial budaya dan penerapan teknologi tradisional indigenous technology. Oleh karena itu,
dalam pelaksanaannya harus memperhatikan sejarah perkembangan masyarakat dan kelembagaan adat indigenous institution, serta kelestarian dan
terpeliharanya ekosistem.
3 Sebagai Perluasan TN Kutai
KP batubara PT KPC berdekatan dengan TN Kutai, namun kedua kawasan tersebut dipisahkan oleh Sungai Sangatta yang merupakan batas selatan TN Kutai.
Oleh karena itu, bagian utara dari KP batubara sangat penting sebagai salah satu kawasan penyangga TN Kutai. Perluasan taman nasional mungkin akan
menimbulkan pro dan kontra seperti yang terjadi di TN Gunung Halimun Salak dan TN Tesso Nilo. Namun secara hukum, adalah memungkinkan untuk
menambah luas kawasan taman nasional dengan areal di sekitarnya sebagai pengganti kawasan TN Kutai yang telah diokupasi oleh masyarakat.
Berdasarkan fungsi dan tipe pengelolaan masing-masing kawasan, Tahura adalah yang paling direkomendasikan karena lebih fleksibel dalam pemanfaatan
dan pengelolaan. Semua kegiatan yang diperbolehkan di KHDTK dan Taman Nasional sudah tercakup di dalam fungsi masing-masing blok pengelolaan
Tahura.
5.4 Simpulan dan Saran 5.4.1 Simpulan
Program prioritas sebagai bagian dari strategi konservasi orangutan di KP Batubara:
1. Selama operasional penambangan: pembuatan koridor sebagai penghubung
kantong-kantong habitat, peningkatan kualitas kantong habitat terutama pengkayaan dengan spesies pohon pakan, dan peningkatan kesadartahuan
karyawan.
2. Pasca operasional penambangan: mempertahankan kawasan pasca tambang
sebagai kawasan konservasi Taman Hutan Raya dan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus melalui skema tukar menukar kawasan hutan.
5.4.2 Saran
Kegiatan revegetasi di areal rehabilitasi kawasan pasca tambang tidak lagi menggunakan jenis-jenis eksotik, tetapi dari awal penanaman menggunakan jenis-
jenis lokal, terutama jenis-jenis yang dapat mendukung konservasi orangutan.