19
Gambar 2.5 Orangutan yang dijumpai dan diamati di Prevab TN Kutai
Data Karakteristik Habitat
Data yang digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik habitat orangutan terdiri atas: tipe penutupan lahan, komposisi jenis dari pohon-pohon dengan dbh
≥5 cm, struktur vertikal dan horizontal tegakan hutan. Metode pengumpulan data untuk mempelajari struktur dan komposisi vegetasi pada masing-masing lokasi
penelitian adalah metode petak ganda yang dijelaskan secara rinci pada Bab 3.
2.2.3 Analisis Data
Beberapa metode digunakan untuk menganalisis data perilaku orangutan, antara lain: analisis deskriptif, uji statistik non parametrik Kruskal-Wallis H dan
Mann-Whitney, serta uji statistik korelasi non parametrik. Analisis yang
a
Mawar AF Bayur AF
Labu AF
Upas FM Sumbing FM
Dekong UFM
Lolak UFM Tako UFM
Buyung Adol
20 digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik habitat orangutan di kedua lokasi
penelitian adalah analisis spasial dan analisis vegetasi.
Gambar 2.6 Orangutan yang dijumpai dan diamati di KP Batubara
b
Mentari AF dan Lestari Albaret UFM
Chiko FM Merremia Adol
Clara AF
Cassia AF dan Sura Valerin AF
Alstonia AF
Jatropa AF Rica Adol
Hatari anak dari Mentari
Usara anak dari Clara
21
3 PERBANDINGAN KARAKTERISTIK HABITAT ORANGUTAN DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA DAN
DI HABITAT ALAMI
3.1 Pendahuluan
Areal pertambangan batubara di Provinsi Kaltim berkembang cukup pesat setelah melemahnya era eksploitasi hutan dan industri perkayuan. Sejak saat itu
sektor pertambangan telah menjadi penggerak utama roda perekonomian di Kaltim. Kabupaten Kutai Timur memiliki cadangan batubara terbesar 52.67,
diikuti Kutai Kartanegara 21.01, dan sisanya tersebar di berbagai kabupatenkota lainnya.
Menurut BPPMD Kaltim 2012, luas lahan tambang batubara di Kaltim berdasarkan hasil analisis data citra landsat tahun 2010 adalah 80 727 ha,
sedangkan menurut Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kaltim, hak konsesi lahan tambang yang sedang di eksploitasi hingga tahun 2009 seluas ±81 953 ha.
Perbedaan luas tersebut terjadi karena yang terdeteksi oleh citra landsat hanya lahan tambang batubara yang masih terbuka, sedangkan areal reklamasi yang telah
direvegetasi sulit dibedakan dengan tipe tutupan lahan lainnya seperti semak belukar BPPMD Kaltim 2012.
Teknik penambangan terbuka open pit mining dengan metode gali-isi kembali back fillings method menyebabkan terjadinya lahan kritis akibat
hilangnya vegetasi penutup tanah, tekanan berat dari gaya gravitasi pada air hujan, erosi, paparan langsung sinar matahari, pemadatan tanah oleh alat berat,
rendahnya hara tanah, rendahnya bahan organik tanah, toksisitas mineral, buruknya tekstur tanah, dan rendahnya aktivitas mikroorganisme tanah. Kondisi
tersebut memungkinkan dapat menyebabkan tanaman atau vegetasi yang tumbuh pada areal tersebut mengalami defesiensi mineral Hetrick et al. 1994; Jha dan
Singh 1995. Perubahan habitat berpengaruh sangat kuat terhadap spesies, terutama spesies di daerah tropis yang mengalami laju deforestasi tinggi seperti
Asia Tenggara Jetz et al. 2007; Sala et al. 2000. Aktivitas penambangan menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh habitat alami, yang berdampak
negatif terhadap kepadatan populasi satwa liar Laurence et al. 2002 dan keragaman genetik Aguilar et al. 2008.
Dalam rangka mengurangi jumlah lahan kritis akibat proses penambangan secara terbuka, pemegang konsesi diwajibkan untuk melakukan proses rehabilitasi
dan reklamasi sepanjang tahap kegiatannya maupun paska penambangan. Menurut UU No.4 tahun 2009 tentang Pertambangan, reklamasi diartikan sebagai
kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kondisi lingkungan dan ekosistem. Sedangkan
paska tambang diartikan sebagai kegiatan setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan dan fungsi
sosial. Merujuk kepada pasal 101 UUD 42009 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.78 tahun 2010 yang menetapkan bahwa setiap
pemegang IUP Eksplorasi dan IUP Produksi wajib melakukan kegiatan reklamasi, kegiatan reklamasi dan paska tambang wajib dilakukan dengan memperhatikan
aspek lingkungan hidup, keselamatan pekerja dan konservasi mineral dan
22 batubara. Sampai dengan tahun 2010, luas lahan tambang di Kaltim yang telah
dilakukan reklamasi seluas ± 15 707.88 ha dan areal yang telah mengalami revegetasi seluas ± 19 320.83 ha BPPMD Kaltim 2012.
Areal konsesi pertambangan batubara di Kaltim pada umumnya tumpang tindih dengan habitat orangutan. Kegiatan penambangan dan pembangunan
infrastruktur pendukungnya dapat dipastikan berdampak langsung terhadap keanekaragaman hayati, tidak terkecuali orangutan. Orangutan Kalimantan
Pongo pygmaeus pada derajat tertentu memiliki kemampuan untuk bertahan hidup di habitat yang terganggu, antara lain dengan beralih dari memakan buah ke
pakan alternatif fall back food seperti kulit pohon Ancrenaz et al. 2007 dan meningkatkan aktivitas terestrial pada habitat yang mengalami gangguan tajuk
akibat aktivitas manusia Ancrenaz et al. 2004. Keberadaan populasi orangutan di KP Batubara yang sedang dan telah dieksploitasi termasuk di berbagai ARKPB
di Kutai Timur KPC 2011; Rayadin et al. 2012 menguatkan dugaan kemampuan adaptasi orangutan kalimantan tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan karakteristik habitat orangutan Pongo pygmaeus morio di ARKPB dengan di habitat alami
orangutan, terdiri atas: tipe penutuan lahan, komposisi floristik, struktur tegakan hutan, dan aktivitas manusia.
3.2 Metode Penelitian 3.2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian di Kawasan Prevab TN Kutai Kutai dilakukan di Rintis BD, TJ, dan UL stasiun penelitian orangutan Prevab TN Kutai. Penelitian di KP Batubara
difokuskan di ARKPB Taman Payau dan ARKPB Gajah Hitam Gambar 3.1. Pengumpulan data dilakukan dari bulan April hingga bulan September 2014.
3.2.2 Metode Pengumpulan Data
Variabel yang digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik habitat orangutan terdiri atas: perubahan tipe penutupan lahan, komposisi jenis dari
pohon-po hon dengan dbh ≥5 cm, struktur vertikal dan horizontal tegakan hutan,
dan aktivitas manusia. Data tipe penutupan lahan diperoleh melalui peginderaan jauh dengan
menggunakan metode klasifikasi visual terhadap empat citra landsat 8 pathrow 11659 akuisisi 7 Februari dan 11 Maret 2014 serta pathrow 11660 akuisisi 7
Februari dan 1 Juli 2014. Penggunaan empat citra dimaksudkan untuk mengatasi keberadaan awan dan bayangan awan yang terdapat pada masing-masing citra.
Metode yang digunakan untuk memperoleh data komposisi vegetasi adalah metode petak ganda dengan total luas 10 000 m
2
1 ha di Prevab TN Kutai dan 6 000 m
2
0.6 ha di KP Batubara ARKPB Taman Payau dan Gajah Hitam. Parameter yang diukur di lapangan untuk mendapatkan komposisi pohon adalah
nama jenis dan dbh. Jenis-jenis yang tidak teridentifikasi diambil herbariumnya sebagai bahan penentuan nama ilmiah di laboratorium botani Samboja. Jenis-jenis
vegetasi yang dijumpai di luar plot botani juga didokumentasikan, karena hutan dataran rendah sangat kaya akan jenis pohon dengan jumlah individu perjenis
23 yang kecil, banyak jenis yang hanya terdapat sekali saja walaupun dalam plot
yang luas Mackinnon 2000.
Gambar 3.1 ARKPB Gajah Hitam dan Taman Payau di KP Batubara Petak contoh berukuran 20 m x 100 m digunakan untuk memperoleh data
struktur tegakan hutan. Parameter yang diukur di lapangan adalah jumlah pohon, tinggi total h, dbh, tinggi bebas cabangheight of clear bole hcb, tinggi dari
tajuk terlebarheight of maximum crown width hmcw, dan lebar tajuk dari setiap pohon di dalam plot botani.
Diameter tajuk diukur dalam dua sumbu yang saling tegak lurus. Pengukuran diawali pada diameter tajuk maksimumtajuk yang terlebar, kemudian
diameter sumbu kedua diukur tegak lurus dengan sumbu pertama, rata-rata dari hasil pengukuran sumbu pertama dan kedua dinyatakan sebagai diameter tajuk.
Pengukuran proyeksi radius tajuk dilakukan pada delapan radius untuk mendapatkan prediksi yang lebih akurat. Parameter pengukuran untuk masing-
masing individu di dalam plot botani ditunjukkan oleh Gambar 3.2
Gambar 3.2 Parameter pengukuran a tinggi dan b radius tajuk pohon Harja dan Vincent 2008