41
4 ADAPTASI PERILAKU ORANGUTAN DI KAWASAN PERTAMBANGAN BATUBARA
4.1 Pendahuluan
Perilaku harian orangutan adalah seluruh aktivitas orangutan yang berlangsung sejak orangutan meninggalkan sarang tidur pada pagi hari hingga
orangutan tersebut masuk kembali ke dalam sarang untuk beristirahattidur pada malam hari Rijksen 1978; Galdikas 1986; Morrogh-Bernard et al. 2009. Selama
periode aktifnya, orangutan harus dapat melakukan semua aktivitas utamanya agar dapat bertahan hidup di lokasi tertentu Dunbar 1992. Dunbar et al. 2009
mengemukakan bahwa secara teoritis selalu mungkin bagi individu untuk memenuhi kebutuhan gizinya meskipun hidup di habitat dengan kualitas makanan
yang rendah, asalkan ada cukup waktu yang tersedia untuk menemukan, menelan, dan mencerna makanan. Untuk dapat memperoleh makanan di habitat yang
miskin, hewan memerlukan kemampuan untuk dapat menyesuaikan alokasi waktu mereka terhadap perubahan dalam ketersediaan sumber daya dan komposisi pakan
Di Fiore dan Rodman 2001; Hill dan Dunbar 2002; Vasey 2005; Sayers dan Norconk 2008.
Menurut Delgado dan van Schaik 2000, orangutan rata-rata menggunakan 43 waktu aktif untuk makan, 41.5 untuk beristirahat, 13.5 bergerak, dan 2
untuk aktivitas lain yang meliputi bersarang, vokalisasi, bersosialisasi dan kawin. Namun, proporsi waktu tersebut bervariasi antar individu dan lokasi dari waktu ke
waktu dalam kaitannya dengan faktor umur dan jenis kelamin, lama hari aktif, ketersediaan buah, dan status reproduksi Delgado dan van Schaik 2000.
Morrogh-Bernard et al. 2009 membandingkan perilaku harian orangutan dari 10 lokasi penelitian berbeda dan menemukan perbedaan yang signifikan antar lokasi
dalam proporsi waktu makan, bergerak, dan beristirahat. Selanjutnya dikemukakan bahwa faktor yang berpengaruh besar terhadap pola aktivitas dan
alokasi waktu harian orangutan adalah ketersediaan, kualitas, dan kuantitas pakan, sedangkan umur dan jenis kelamin serta status sosial adalah faktor sekunder.
Perbedaan habitat dan ketersediaan pakan juga merupakan determinan penting yang menentukan lama aktif dan waktu orangutan memulai aktivitasnya
Morrogh-Bernard et al. 2009.
Aktivitas makan merupakan aktivitas orangutan liar yang paling dominan yang mencapai 50 dari waktu aktifnya Morrogh-Bernard et al. 2009. Perilaku
makan merupakan segala aktivitas yang meliputi persiapan, pemetikan, penggapaian, pengambilan, pengunyahanpenelanan makanan, bergerak dalam
sumber makanan pohon, liana, pohon tua yang mengandung rayap, tumbuhan lantai hutan, termasuk minum dan penggunaan alat untuk makan van Schaik
2003; Morrogh-Bernard et al. 2009. Orangutan memiliki komposisi makanan yang berbeda di tiap daerah, perbedaan ini dipengaruhi oleh faktor habitat, musim,
umur, dan jenis kelamin MacKinnon 1974; Morrogh-Bernard et al. 2009. Orangutan tergolong primata frugivora, namun orangutan juga mengkonsumsi
daun, liana, kulit kayu, serangga, bahkan tanah dan vertebrata kecil Rodman 1973; Mackinon 1974; Rijksen 1978; Galdikas 1986; Delgado dan van Schaik
2000. Orangutan kalimantan diketahui lebih fleksibel dalam diet mereka, yang dapat bertahan dengan mengkonsumsi materi vegetasi non buah yang kurang
42 bergizi seperti kulit dan daun dalam proporsi yang lebih besar dibandingkan
orangutan sumatera Knot 1999; Russon et al. 2009. Aktivitas pergerakan orangutan merupakan bagian dari strategi mencari
makan dan strategi mendapatkan pasangan Dunbar 2002; Campbel et al. 2008. Pola penjelajahan orangutan jantan sangat dipengaruhi pola penjelajahan
orangutan betina siap kawin Morrogh-Bernard et al. 2009. Orangutan jantan bergerak lebih jauh ketika bersama dengan betina dewasa daripada ketika
sendirian Galdikas 1988; Mitani 1989. Jantan tidak berpipi pada umumnya menghabiskan lebih banyak waktu untuk bergerak daripada jantan berpipi sebagai
upaya untk mendapatkan kesempatan makan maupun kawin MacKinnon 1974; Rijksen 1978; Singleton dan van Schaik 2001.
Orangutan, bonobo dan simpanse membangun sarang malam hampir secara eksklusif di pohon Tutin dan Fernandez 1984; Hall et al. 1998; Poulsen dan
Clark 2004. Secara teori ada beberapa alasan yang menjelaskan kenapa kera besar membangun sarang di pohon, salah satunya adalah sebagai strategi anti
predator Anderson 2000. Predasi diketahui telah memberikan tekanan yang sangat kuat terhadap kelanjutan evolusi primata Anderson 2000. Predator alami
orangutan kalimantan yang pernah dilaporkan adalah macan dahan kalimantan Neofelis diardi MacKinnon 1974; van Schaik 1983. Alasan lain kera
membangun sarang di pohon adalah untuk menghindari kontak dengan pemakan buah nokturnal Anderson 2000, memberikan kenyamanan saat tidur Stewart et
al. 2007, demi kualitas tidur yang baik Anderson 1998, dan sebagai antivektor penyakit seperti nyamuk yang dapat dihindari ketika tidur di sarang pohon
McGrew 2004. Orangutan diketahui membangun sarang di jenis pohon yang dikenal sebagai antimosquito atau membawa ranting dari jenis tersebut sebagai
bagian dari sarang Largo et al. 2009.
Struktur sarang diduga berperan penting untuk meningkatkan keselamatan kera besar pada saat tidur Baldwin et al. 1981. Pola bersarang dapat dipengaruhi
oleh perbedaan musim dan habitat, umur dan jenis kelamin Fruth dan Hohmann 1994, pembelajaran dan budaya Humle 2003; Baldwin et al. 1981; McGrew
2004, atau kombinasi dari beberapa faktor tersebut Brownlow et al. 2001; Koops et al. 2012. Pola bersarang juga dipengaruhi oleh predasi Ogawa et al.
2007, misalnya dengan meningkatkan ketinggian sarang Pruetz et al. 2008; Stewart dan Pruetz 2013.
Studi tentang perilaku bersarang orangutan penting karena dapat diandalkan untuk memperkiraan kepadatan populasi orangutan van Schaik et al. 2005; Sanz
et al. 2007. Orangutan membuat sarang setiap hari yang dapat dijadikan sebagai indikator yang dapat dipercaya tentang keberadaan orangutan di suatu areal
MacKinnon 1974; Morrogh-Bernard et al. 2003; Ancrenaz et al. 2004; Morrogh- Bernard et al. 2009. Studi tentang perilaku bersarang juga dapat memberikan
informasi penting tentang adaptasi ekologi satwa McGrew 2010.
Kehilangan, degradasi, dan fragmentasi habitat dapat mengubah aspek perilaku satwa Gunawan dan Prasetyo 2003. Semua satwa pada dasarnya terikat
dengan tempat tertentu yang dianggap nyaman, misalnya habitat alami, jika habitatnya berubah atau terpaksa pindah, emosi satwa akan terganggu Wich et al.
2015. Menurut Campbell et al. 2008, perubahan sumber daya pakan dapat meningkatkan alokasi waktu yang digunakan untuk mencari sumber pakan,
sehingga mengurangi alokasi waktu untuk mencari pasangan, yang pada pada