Analisis Keberlangsungan Hidup Populasi AKHP
90 yang pada saat itu dianggap aman, baik di dalam maupun di luar KP batubara.
Sebagian besar orangutan dari KP batubara di pindahkan ke kawasan TN Kutai 53.51, sebanyak 35.09 ke hutan alam yang masih merupakan areal PKP2B
PT KPC, 2.63 ke Muara Wahau, 7.89 ke Wanariset Samboja, dan 0.88 ke Kutai Barat Tabel 5.3 dan Gambar 5.1.
Tabel 5.2 Orangutan yang dipindahkan dari PKP2B PT KPC periode 1998 sampai dengan 2012
a
Kelas fokal Tahun Translokasi
Jumlah 1998
1999 2000
2001 2003
2006 2009
2012 Jantan
Dewasa 32
2 5
3 -
1 2
2 47
Remaja 2
- 1
- -
- -
- 3
Anak 2
1 -
- -
- -
- 3
Bayi 2
- -
1 1
- 1
- 5
Sub total 38
3 6
4 1
1 3
2 58
Betina Dewasa
26 1
- 5
1 3
1 -
37 Remaja
4 -
2 1
- 1
- -
8 Anak
5 -
1 -
- -
- -
6 Bayi
2 -
- 1
- 2
- -
5 Sub total
37 1
3 7
1 6
1 56
Total 75
4 9
11 2
7 4
2 114
a
Sumber: Environment Departement PT KPC
Tabel 5.3 Lokasi relokasi orangutan dari PKP2B PT KPC periode 1998-2012
a
Tujuan relokasi translokasi
Tahun Jumlah
1998 1999 2000 2001 2003 2006 2009 2012 KPC, DS
16 -
- -
- -
- -
16 KPC, Porodisa
- -
9 11
- -
- -
20 KPC, Melawan
- -
- -
- -
4 -
4 TN Kutai, Mentoko
51 -
- -
- -
- -
51 TN Kutai, ??
- -
- -
2 7
- 1
10 Muara Wahau
- 3
- -
- -
- -
3 Kutai Barat
- -
- -
- -
- 1
1 Wanariset Samboja
8 1
- -
- -
- -
9 Total
75 4
9 11
2 7
4 2
114
a
Sumber: Environment Departement PT KPC; Tidak ada data
Translokasi orangutan memerlukan kehati-hatian sehingga tidak terjadi pencemaran genetik, kesehatan, maupun perilaku Campbell et al. 2015.
Translokasi orangutan dari KP batubara merupakan solusi jangka pendek dan kurang efektif karena beberapa alasan. Pertama, orangutan yang dipindahkan dari
KP batubara pada umumnya tidak diketahui nasibnya kerena kegiatan monitoring sangat terbatas. Kedua, sebagian besar lokasi pelepasliaran yang saat itu dianggap
aman karena berupa hutan alam, saat ini telah berubah fungsi atau telah terdegradasi. Ketiga, lokasi pelepasliaran yang memenuhi persyaratan habitat
yang baik sangat terbatas. Keempat, translokasi orangutan membutuhkan biaya yang besar. Kelima, risiko orangutan maticederatrauma atau terpisahnya
anakbayi dari induk karena proses penangkapanpembiusan cukup tinggi. Biaya
91 translokasi sangat mahal karena prosedurnya terdiri atas beberapa tahapan:
tindakan penyelamatan di lokasi konflik rescue, proses rehabilitasi, pencarian lokasi baru, dan pemindahan orangutan ke tempat baru reintroduksi.
Gambar 5.1 Lokasi asal dan tujuan translokasi orangutan dari PT KPC. Tanda panah putih menyatakan lokasi di dalam kawasan PKP2B PT KPC
Fakta tentang orangutan di KP Batubara terkait dengan populasi, perilaku, maupun struktur demografi menunjukkan bahwa translokasi bukan solusi yang
efektif, bahkan mungkin bisa berakibat fatal terhadap populasi yang tersisa. Merelokasi orangutan tanpa memperhatikan jumlah populasi awal, struktur
demografi, dan tingkat kekerabatan orangutan dapat mengancam orangutan yang tersisa. Populasi yang kecil menjadi semakin kecil karena berkurangnya jumlah
individu anggota populasi. Pada akhirnya, populasi yang tersisa semakin rentan terhadap kepunahan lokal akibat inbreeding depression, genetic drift, perubahan
demografi, dan perubahan lingkungan Indrawan et al. 2007; Gunawan dan Prasetyo 2003.
Berdasarkan pertimbangan distribusi populasi, perilaku, habitat, dan tidak efektifnya program translokasi, konservasi orangutan yang hidup di KP Batubara
sangat dibutuhkan. Pada tahun 2011 Forina telah menerbitkan buku tentang prinsip-prinsip pengelolaan konservasi orangutan di konsesi pertambangan,
sebagai panduan umum bagi pemegang konsesi dalam menerapkan BMP dalam rangka mengurangi dampak penambangan terhadap orangutan Dennis et al.
2011. Namun referensi tersebut belum bersifat operasional, sehingga sebuah