34
Gambar 3.9 Profil horizontal tegakan hutan di plot botani BD a, SL b dan TJ c Prevab TN Kutai
3.3.4 Aktivitas Manusia
Penambangan batubara menyebabkan meningkatnya jumlah dan intensitas manusia di KP Batubara. Menurut KPC 2015, ada 13 pit aktif di areal konsesi
PT KPC pada tahun 2015, sebanyak 6 Pit dioperasikan sendiri oleh PT KPC, 7 pit lainnya dioperasikan oleh kontraktor. Jumlah karyawan yang bekerja di KP
Batubara lebih dari 26 302 orang 4 802 orang karyawan PT KPC dan 21 500 orang karyawan kontraktor dan perusahaan terkait lainnya. Operasional
penambangan berlangsung selama 24 jam, pergantian giliran kerja karyawan dua kali dan tiga kali dalam sehari, tergantung masing-masing pengelola pit.
Hasil pengumpulan data terhadap 37 responden yang bekerja di KP Batubara menunjukkan bahwa seluruh responden dapat membedakan orangutan
dengan jenis primata lainnya seperti bekantan, monyet ekor panjang, dan owa, serta mengetahui bahwa orangutan dilindungi secara hukum. Mereka mengetahui
bahwa orangutan dilindungi dari berbagai sumber, antara lain: media cetakelektroniak 80.56, dari sekolahlembaga pendidikan 50, serta dari
pendidikan dan pelatihanselebaran perusahaan 30.56.
Responden yang mengetahui keberadaan orangutan di KP Batubara karena mereka pernah bertemu langsung dengan orangutan mencapai 89.19, yang
menunjukkan bahwa intensitas perjumpaan orangutan dengan karyawan cukup
35 tinggi. Sebanyak 18.18 responden mengaku bertemu orangutan dengan
frekuensi 1-2 kali dalam seminggu, 36.36 1-2 kali dalam sebulan, sisanya 1-2 kali dalam setahun. Responden paling sering melihat orangutan di areal rehab
ARKPB, hutan alam, dan saat orangutan sedang menyeberang jalan. Responden juga pernah melihat orangutan di areal penambanganpit aktif dan areal
perkantoran. Parameter pengetahuan, persepsi, dan perilaku karyawan mengenai keberadaan orangutan di KP Batubara disajikan pada Tabel 3.7.
Tabel 3.7 Pengetahuan, persepsi, dan perilaku karyawan mengenai keberadaan orangutan di KP Batubara
No Parameter
Jumlah 1 Responden dapat membedakan orangutan dengan primata lainnya
100.00 2 Responden mengetahui keberadaan orangutan di KP Batubara
100.00 3 Responden berpendapat orangutan di KP Batubara perlu dilestarikan
100.00 4 Responden mengetahui bahwa orangutan dilindungi secara hukum
100.00 5 Responden pernah bertemu orangutan secara langsung di KP Batubara
89.19 6 Responden yang pernah mendapat penyuluhan tentang orangutan
44.44 7 Bereaksi tepat jika bertemu orangutan sehat di tempat aman
83.33 8 Bereaksi tepat jika bertemu orangutan terlukasakit di tempat aman
61.11 9 Bereaksi tepat jika bertemu orangutan sehat di tempat berbahaya
75.00 10 Bereaksi tepat jika menemukan orangutan mati
66.67 11 Pernah melihat orangutan mati karena kecelakaansebab lain
8.33 12 Pernah melihat perburuan orangutan di KP Batubara
0.00 13 Pernah melihat pembunuhan orangutan di KP Batubara
0.00 14 Pernah diserangdikejar orangutan di KP Batubara
0.00 15 Pernah melihat orang lain diserangdikejar orangutan di KP Batubara
0.00
Responden pernah melihatmenemukan orangutan mati sebanyak 3 orang 8.33. Satu responden menemukan orangutan yang mati karena usia tua
kematian alami. Satu responden melihat orangutan mati tertabrak di jalan tambang menuju Bengalon, tapi tidak mengetahui jenis kendaraan yang
menabrak. Satu responden lagi pernah melihat orangutan mati tertabrak dump truck di hauling road pada pagi hari, kemudian mareka memindahkan orangutan
tersebut ke pinggir jalan dan meninggalkannya. Tiga orang responden yang pernah menemukan orangutan mati di KP Batubara menyatakan bahwa mereka
tidak melaporkan kejadian tersebut.
Sebagian besar karyawan mengetahui tindakan yang tepat untuk dilakukan jika mereka bertemu dengan orangutan yang terlihat sehat di tempat yang aman,
yaitu membiarkannya sajatidak mengganggu orangutan tersebut. Namun, masih ada responden yang tidak mengetahui tindakan yang tepat untuk dilakukan jika
bertemu dengan orangutan sakitterlukamati. Sebanyak 22.22 responden menjawab bahwa mereka membiarkan saja jika melihat orangutan sakitterluka.
Jika menemukan orangutan yang mati, sebanyak 22.22 responden menjawab bahwa mereka akan menguburkannya tanpa perlu melaporkannya ke supervisor
atau environment departemen.
Semua karyawan pernah mendapat penyuluhan terkait pengelolaan lingkungan tambang pada saat induction atau MOD Rules, namun hanya 44.44
yang pernah mendapatkan penyuluhan terkait satwa dilindungi seperti orangutan.
36
3.4 Pembahasan
Perbedaan karakteristik habitat orangutan antara KP Batubara dengan Prevab TN Kutai menggambarkan bagaimana habitat alami orangutan yang
semula berupa hutan hujan basah yang lebat berubah menjadi habitat yang sangat berbeda karena kegiatan pertambangan batubara.
3.4.1 Perubahan Penutupan Lahan
Hasil interpretasi citra lansat menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 30 tahun habitat orangutan di KP Batubara telah mengalami penyempitan dan
fragmentasi. Kawasan hutan hujan basah yang semula utuh dan kompak telah terpecah-pecah menjadi patch-patch yang lebih kecil dan terisolasi akibat kegiatan
penambangan batubara dan pembangunan infrastruktur pendukungnya.
Hasil penelitian Sihombing 2012 juga menunjukkan bahwa perubahan luas tipe penutupan lahan pada dua periode waktu 2002 dan 2012 di KP Batubara
mengarah kepada degradasi kualitas tutupan lahan, yang dibuktikan dengan bertambahnya luas areal yang terdegdradasi Tabel 3.8
Tabel 3.8 Perubahan luas tutupan lahan ha pada periode liputan 2002 dan 2012 di areal PT KPC sites Sangatta Sihombing 2012
No. Tutupan lahan
tahun 2002 tahun 2012
Perubahan 1
Hutan Sekunder 16 302.79
11 742.45 -4 560.34
2 Semak Belukar
10 775.97 10 891.73
+115.76 3
Hutan Mangrove 1 685.59
1 349.51 -336.08
4 Ekosistem Rawa
0.00 441.94
+441.94 5
Tubuh Air 0.00
290.95 +290.95
6 Permukiman
893.26 1 443.24
+549.98 7
Tanah Terbuka 3 948.31
7 646.90 +3 698.59
Keterangan: Luas areal analisis = 33 806.72, - = Pengurangan Luas, + = Penambahan Luas
Menurut Gunawan dan Prasetyo 2003, kombinasi dari penyempitan dan fragmentasi habitat dapat meruntuhkan kesatuan ekosistem secara keseluruhan,
kasus ini berlaku untuk habitat orangutan di KP Batubara. Menurut Forman 1995,
fragmentasi dimulai
dengan dissectionpemotongan,
diikuti perforationperforasi, fragmentationfragmentasi, dan attritionerosi habitat yang
menyebabkan habitat menjadi tidak lagi sesuai atau memiliki tingkat kesesuain yang rendah. Degradasi habitat di KP Batubara dimulai dengan dissection ketika
jaringan jalan dan untuk kegiatan eksplorasi batubara dibangun, kemudian diikuti dengan perforation ketika kegiatan eksploitasi batubara mulai dilakukan. Seiring
dengan meningkatnya kapasitas produksi dan semakin luasnya areal terganggu, kantong habitat yang lebih kecil semakin meningkat frekuensinya, sehingga
habitat yang terfragmentasi mendominasi lanskap di KP Batubara. Selanjutnya kantong-kantong habitat yang tersisa mengalami attrition, menjadi semakin kecil
dan terisolasi di tengah-tengah lanskap KP batubara.
Kegiatan reklamasi dan revegetasi yang dilakukan oleh perusahaan pemegang PKP2B menyebabkan munculnya kantong-kantong habitat baru dengan
struktur dan komposisi yang sangat berbeda dengan habitat asli. Pada akhirnya kegiatan penambangan batubara menghasilkan lanskap yang terdiri atas beberapa
37 tipe penutupan lahan, yaitu: hutan alam sekunder, ARKPB yang sudah berupa
hutan dengan pohon- pohon dbh ≥5 cm, ARKPB dengan pohon-pohon dbh 5 cm,
lubang tambangpit, jaringan jalan, area perkantoran, badan air, dan lain-lain. Perubahan tutupan lahan tersebut tentu memberi dampak negatif yang luar
biasa terhadap orangutan dan keanekaragaman hayati lainnya. Meskipun aktivitas pertambangan menyebabkan kerusakan habitat yang begitu masif, orangutan
diketahui dapat bertahan hidup di petak-petak hutan alam yang tersisa dan telah terkonfirmasi mengkolonisasi berbagai ARKPB. Hutan alam yang tersisa di KP
Batubara pada umumnya telah kehilangan pohon-pohon berdimensi besar yang sangat penting bagi orangutan baik sebagai sumber pakan maupun sebagai tempat
bersarang, sedangkan ARKPB memiliki struktur dan komposisi vegetasi yang cenderung seragam sebagaimana halnya hutan tanaman. Komposisi floristik dan
struktur tegakan hutan di ARKPB dan Prevab TN Kutai akan diuraikankan pada sub-sub bab selanjutnya.
3.4.2 Perbandingan Komposisi Vegetasi
Hasil penelitian di Prevab TN Kutai menunjukkan bahwa hutan di Kalimantan yang menjadi habitat alami orangutan kalimantan sangat kaya akan
jenis pohon. Hasil ini mirip dengan hasil beberapa penelitian sebelumnya, misalnya di kawasan Sangkima TN Kutai yang terdiri atas 73 jenis dan 35 famili
pohon Ramadhanie 2006. Menurut MacKinnon et al. 2000, di dalam 1 ha bisa ditemukan 240 jenis pohon yang berbeda dan 1 ha di dekatnya mungkin dapat
menambah setengah dari jumlah jenis tersebut. Sejarah pembentukan yang panjang dan relatif mantap telah menghasilkan keragaman tumbuhan yang tinggi
di hutan dataran rendah Kalimantan MacKinnon et al. 2000. Habitat orangutan di KP Batubara sangat miskin akan jenis pohon jika dibandingkan dengan habitat
alami, komposisi jenisnya juga menunjukkan perbeadaan yang sangat tinggi ISs jenis = 10.94.
Dua puluh tiga dari total 28 jenis pohon yang dijumpai di ARKPB merupakan pohon-pohon hasil penanamanrevegetasi dan 6 jenis lainnya adalah
pohon-pohon yang tumbuh secara alami. Pohon-pohon yang tumbuh secara alami tersebut merupakan pohon-pohon jenis pionir, antara lain: Macaranga gigantea,
Macaranga hypoleuca, dan Mallotus dispar. Penyebaran biji pohon jenis pionir sangat efektif, karena bentuk dan ukurannya yang sedemikian rupa sehingga
memungkinkannya untuk mencapai jarak yang jauh dan cepat menduduki tempat- tempat yang kosong Whitmore 1975. Hasil penelitian Soendjoto et al. 2014 di
PT Adora Indonesia menunjukkan bahwa hanya dalam waktu kurang 2 tahun setelah reklamasi dan revegetasi lahan tambang telah banyak jenis yang tumbuh
secara alami. Kehadiran jenis-jenis pionir tersebut dapat dijadikan sebagai indikator bahwa proses suksesi sedang berlangsung di ARKPB. Jenis pionir yang
sukses didominasi oleh jenis yang penyerbukannya dibantu oleh angin atau jenis- jenis yang bersifat autogami Mackinnon et al. 2000; Walker dan del Moral
2003. Biji beberapa jenis pionir juga memiliki masa dormansi yang panjang, yang akan segera berkecambah di lingkungan yang terbuka, misalnya Macaranga
gigantea Whitmore 1975.
Semakin tinggi keanekaragaman jenis vegetasi, maka akan menyediakan pakan yang lebih berlimpah dan bervariasi untuk orangutan. Secara umum
orangutan lebih menyukai habitat yang masih alami, utuh, dan memiliki
38 ketersediaan sumber pakan yang berlimpah van Schaik 2001; Soehartono et al.
2009. Sebagian besar dari jumlah pohon di ARKPB merupakan jenis eksotik yang tidak dijumpai di habitat alami orangutan, yaitu Senna siamea, Falcataria
moluccana, Senna surattensis, Samanea saman, Artocarpus heterophyllus, dan Leucaena leucocephala. Perubahan komposisi vegetasi dipastikan memberikan
dampak yang serius terhadap orangutan. Dari 28 jenis pohon yang dijumpai di ARKPB, hanya 5 jenis diantaranya yang merupakan pakan alami orangutan, yaitu:
Croton argyratus, Syzygium sp., Ficus sp., Macaranga giagantea, dan Geunsia petandra. Namun, kelima jenis pohon tersebut bukanlah jenis yang dominan di
KP Batubara dan tiga jenis diantaranya dipastikan bukan pohon pakan penting bagi orangutan Niningsih et al. 2016, karena orangutan lebih menyukai buah-
buahan yang berdaging lembek Meijaard et al. 2001. Apabila orangutan tidak mampu menyesuaikan komposisi pakannya dengan jenis-jenis yang tersedia, bisa
dipastikan bahwa satwa tersebut tidak akan dapat bertahan hidup di KP Batubara, karena perilaku mencari makan foraging behaviour dapat mempengaruhi
fitnesskebugaran satwa liar secara langsung Campbell et al. 2008. Menurut Suhud dan Saleh 2007, apabila suatu areal tidak produktif, dimana ketersediaan
buah pakan berkurang, orangutan akan bermigrasi ke daerah lain yang memiliki ketersediaan pakan lebih baik atau berusaha menyesuaikan diri dengan mengubah
perilaku makannya sebagai adaptasi terhadap perubahan lingkungan. Setelah terjadi kebakaran di Kaltim, orangutan di Prevab TN Kutai mengubah komposisi
makanannya dari 62.1 buah, 21.7 daun, dan 16.21 selain buah dan daun Rodman 1979 menjadi 30 daun, 50 kulit, 10 herba Suzuki 1984.
Marga ara pencekik Ficus spp. adalah marga pohon yang paling penting bagi sebagian besar primata dan merupakan salah satu makanan pokok orangutan
Mackinnon 1974; Rijksen 1978. Di prevab TN Kutai di temukan paling tidak 10 jenis Ficus
dengan kerapatan pohon dbh ≥5 cm mencapai 52 pohonha. Ferisa 2014 melaporkan bahwa orangutan di Prevab menghabiskan 10.94 waktu
makannya untuk jenis Ficus spp, sedangkan orangutan di Mentoko 5.29. Di Danum Valley Sabah, orangutan mengkonsumsi Ficus spp. dalam proporsi waktu
yang paling besar yang mencapai 27.2 dari waktu makannya. Di ARKPB hanya dijumpai satu jenis Ficus selama penelitian, jumlahnya tidak banyak dan tersebar
secara acak, sebagian besar masih berdimensi kecil dan belum menghasilkan buah yang cukup berarti bagi orangutan.
3.4.3 Perbandingan Struktur Tegakan Hutan
Orangutan merupakan satwa arboreal yang menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya di atas pohon mulai dari makan, minum sampai istirahattidur.
Perilaku arboreal ini sangat dipengaruhi oleh struktur tegakan hutan di habitatnya. Struktur vertikal tegakan hutan akan berpengaruh terhadap ketinggian orangutan
melakukan aktivitas dan struktur horizontal akan sangat mempengaruhi orangutan dalam melakukan aktivitas pergerakan. Kemampuan orangutan untuk
bergerak pindah dari satu pohon ke pohon lain sangat tergantung pada kontinuitas tajuk, yang sangat ditentukan oleh kerapatan dan diamater tajuk dari pohon-pohon
yang berada pada kelas tinggi yang sama serta kehadiran liana berkayu. Liana berkayu merupakan alat penghubung antar pohon yang penting jika tajuk pohon
tidak saling bersinggungan Richard 1952; Rijksen 1978; Setia 2009. Selain itu, liana merupakan sarana yang sering digunakan orangutan untuk memanjat pohon