Struktur Organisasi Objek Penelitian

di Padang. Kemudian menurut ibu AD Kusu maningtyas “dalam pendidikan pesantren terdapat diskriminasi dalam pembelajaran, mungkin kalau untuk perempuan yang di ajarkan hanya kitab yang membahas tentang rumah tangga seperti `uqudul jain sedang laki-laki cenderung lebih luas, mulai dari ilmu bahasa nahwu, shorof , mantiq serta ilmu yang lain ”. 12 Dari sanalah pengkaderan ulama perempuan dibentuk. Selain itu program ini dikembangkan dengan asumsi bahwa yang paling fasih berbicara tentang perempuan dan memperjuangkan hak-hak perempuan, atau berada di paling depan dalam upaya penegakkan hak-hak perempuan, adalah perempuan itu sendiri. 13 Saat ini juga tengah terjadi ikhtiar di beberapa organisasi keagamaan Islam besar seperti Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah untuk melibatkan perempuan diranah keulamaan. Majelis tarjih Muhammadiyah misalnya, saat ini telah mengakomodir kehadiran beberapa ulama perempuan. Namun perjuangan untuk memperkuat kembali kehadiran para ulama perempuan ini bukanlah perkara yang mudah. Upaya untuk memasukkan nama-nama perempuan di jajaran Syuriah NU, misalnya juga memerlukan perjuangan yang panjang. 14 Dari keprihatinan itulah menjadikan Rahima memiliki pemikiran untuk menyelenggarakan program Pengkaderan Ulama Perempuan PUP . Walaupun memang sebelumnya sudah ada program Pesantren Rahima namun sifatnya belum menyeluruh ataupun jangkauannya belum meluas, titik fokusnya baru tertuju hanya pada pesantren-pesantren tidak seperti Pengkaderan Ulama Perempuan ini yang lebih bersifat universal tidak hanya dari pesantren-pesantren namun juga mereka para Akademisi, Aktivis-aktivis di sebuah lembaga, serta para guru-guru agama di sekolah. 12 AD Kusumaningtyas , koord. Dokumentasi dan informasi , Wawancara Pribadi, Jakarta 6 Mei 2014. 13 Modul Pengkaderan Ulama Perempuan Perspektif kesetaraan Jakarta : Rahima, 2011, hal x 14 Swara Rahima No. 23 Th. VII, Desember 2007 hal 10

2. Tujuan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima

Rahima adalah salah satu organisasi independen yang bergerak tidak dibawah pemerintah. Rahima itu sendiri memiliki cita-cita yang sangat kontributif dalam menegakkan keadilan bagi perempuan, hak-haknya terpenuhi, dan memperoleh penghargaan serta perlakuan setara dengan laki- laki, dan cita-cita tersebut tercantum kedalam suatu visi rahima yaitu, wujudnya suatu tatanan masyarakat demokratis yang ditandai dengan terpenuhinya hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. Salah satu program rahima dalam merealisasikan visi dan misi diatas adalah Pengkaderan Ulama Perempuan disingkat PUP. Program tersebut bertujuan untuk melahirkan ulama perempuan atau ulama yang memiliki perspektif keadilan dan kesetaraan. 15 Dalam kontribusinya ulama perempuan efektif untuk mengembangkan tafsir ajaran agama tentang perempuan dan persoalan-persoalan perempuan, dengan cara pandang perempuan. Banyak ajaran agama yang berkaitan dengan perempuan dan urusan perempuan yang bias gender, karena ajaran agama diturunkan dari generasi ke generasi oleh ulama laki-laki. Ajaran-ajaran menjadi tidak lengkap justru karena mereka tidak mengalami sebagai perempuan. Berbagai persoalan fiqih misalnya, tentang haid, nifas, dan lain-lain sebenarnya sangat relevan dikaji dan dirumuskan oleh para ulama perempuan yang secara empiris mempunyai pengalaman sendiri. 16 Selanjutnya tujuan PUP yang lainnya adalah melibatkan perempuan dalam proses istinbath hukum islam dalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan yang memiliki otoritas yang selama ini selalu melibatkan laki-laki saja. Padahal dalam kenyataannya banyak perempuan yang memiliki kapasitas keilmuan yang mempuni. Selain itu tujuan dari PUP ini juga untuk bisa tampil sebagai pelaku utama dalam upaya dalam penyebaran gagasan tentang penghargaan, keadilan, dan kesetaraan bagi perempuan, tentu dengan 15 Modul Pengkaderan Ulama Perempuan Perspektif kesetaraan Jakarta : Rahima, 2011, hal x 16 Hilmi ali Yafie , The Rahima Story , Jakarta : Rahima , 2010 , Cet.I, h.59 persepektif islam. Mereka diharapkan bisa merombak budaya yang selama ini membelenggu sehingga perempuan tidak bisa mengaktualisasikan kepentingannya, mendorong terjadi perubahan-perubahan kebijakan negara kearah yang lebih memihak kepada kepentingan perempuan, agar kebijaka- kebijakan itu lebih memihak kepada upaya-upaya dan tegaknya hak-hak perempuan dalam masyarakat. Dalam al-Quran hak proposisi kesetaraan dalam melakukan dan menyerukan kebaikan telah disebutkan dalam surat at-Taubah ayat 71;                             “dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebagian yang lain. mereka menyuruh mengerjakan yang maruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Q.S At-Taubah 71 Dalam pengkaderan ulama perempuan ini pun, bertujuan untuk menghasilkan kader ulama perempuan yang dapat membangun kesadaran Islam adil gender melalui berbagai forum pendidikan, baik formal maupun non formal. Misalnya melalu Majlis Taklim seperti yang dilakukan kader ulama perempuan Nur Faizah, sri Lasmi, Iroh Suhiroh, Titi Siti Rohanah, dan yang melalui pesantren seperti yang pernah dilakukan oleh kader ulama perempuan yang bernama Nur I’anah, Umi Hanik, Badi’ah, Fatimah, Ratu Vina Rohmatika, Ida Mahmudah, Najmatul Millah, Neng Hilma Sufina Mimar, Nur Rohimah, Nyai Khotim, Afwah mumtazah, Luluk Farida, Raihanah Faqih, Nia Ramdianati, Ernawati, maupun melalui pendidikan