Sejarah Pengkaderan Ulama Perempuan PUP

formal baik sekolah maupun perguruan tinggi seperti yang dilakukan oleh kader perempuan bernama Marfu`ah Azizah Alawiyah, Eka Julaiha, Istianah, aan Ansoriyah, Lia Aliyah, Titik Rahmawati, agustriani, Neng Hannah, ery Khaeriyah. Banyak diantara kader ulama rahma ini yang terjun langsung di masyarakat melakukan advokasi, baik secara kultural, maupun struktural seperti yang dilakukan oleh kader ulama perempuan Ella Jauharoh, Nurul Sugiarti, Najmatul Muna, Raudlatul Miftah, Anis Suadah, Imas Maspuah, yulianti Mutmainnah, Yayah Fitriyah, Kokom, juga melalui lembaga negara seperti Aniroh yang menjadi anggota KPUD Komisi Pemilihan Umum Daerah, dan Maesaroh yang pernah menjadi Anggota DPRD. 17

3. Pendekatan Pembelajaran Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima

Pengkaderan ulama perempuan dikembangkan oleh Rahima dengan menggunakan pendekatan pendidikan orang dewasa andragogy atau pendidikan kritis yang lazim dikenal di lingkungan Non Government Organistion atau lembaga diluar pemerintahan. Pendidikan semacam inilah yang dalam keseluruhan bangunan pendidikan yang dikembangkan Rahima. 18 Dalam pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan ini Rahima menganut faham Paulo Freira, yaitu pendidikan yang membebaskan, pendidikan kritis yang membebaskan. Jadi pendidkan bisa melalui berbagai cara, bisa melalui pelatihan, workshop, seminar, halaqoh. Tapi, yang menjadi titik tekannya adalah pendidikan yang membebaskan itu, artinya disini merupakan suatu pendidikan kritis yang mana pesertanya itu juga menjadi nara sumber, masing-masing peserta menjadi sumber pengetahuan. 19 Pendekatan belajar yang dilakukan oleh Rahima adalah pendekatan pendidikan orang dewasa, jadi pendekatan orang dewasa itu sebenarnya memiliki daur belajar yaitu ; Mengalami – Mengungkap – Menganalisa – 17 AD. Eridani, dkk., Merintis Keulamaan untuk Kemanusian: Profil Kader Ulama Perempuan Rahima, Jakarta: Rahima, 2014, h. Xxxvi-xxxvii 18 Hilmy Ali Yafie, The Rahima Story, Jakarta : Rahima hal 56. 19 AD Eridani, Direktur Rahima, Wawancara Pribadi, Jakarta 2 Mei 2014 Menyimpulkan. 20 Keempat daur tersebut merupakan sebuah pendekatan yang dilakukan dalam penerapannya di Pendidikan orang dewasa khususnya dilakukan dalam pendidikan dalam Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima. Penerapan dari daur belajar yang penulis paparkan di atas maka, seorang fasilitator hanya menggali pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta atau disebuk aksi refleksi. Suatu proses pendidikan yang secara metedologis mengacu kepada apa yang disebut praxis, bertumpu pada daur aksi dan refleksi. Pendidikan ini pada dasarnya yang dibangun bersama peserta, dengan tujuan menggapai realitas. Aksi dan refleksi adalah prinsip bertindak untuk mengubah kenyataan dan pada saat yang sama terus menerus menumbuhkan kesadaran atas realitas itu dan hasrat untuk merubahnya. Artinya setiap saat dalam proses pendidikan itu peserta dirangsang untuk mengambil suatu keputusan atau tindakan dan kemudian tindakan itu direfleksikan. Dipikirkan kembali untuk memperbaiki atau memperbaharui tindakannya. Sehingga proses pendidikan merupakan suatu daur bertindak dan berpikir yang berlangsung terus menerus. Proses pendidikan ini juga dikenal dengan istilah “belajar dari pengalaman”. Bukan teori, yang tidak ada kaitan dengan realitas dan kebutuhan, yang dipelajari, melainkan relaitas yang dialami. Maka secara metodologis, dalam prosesnya, peserta dibawa ke dalam suatu suasana belajar yang memungkinkan dapat mengungkapkan dan mengkaji kembali realitas yang dialaminya itu, kemudian menyimpulkannya; dari situ diharapkan mereka memperoleh makna baru terhadap realitas itu. Proses itu megungkapkan, mengkaji, dan menyimpulkan diharapkan membawa peserta melihat realitas itu dengan cara pandang baru, sehingga bisa memberikan responnya secara lebih realistis. Konsep teori tentu tetap digunakan, tetapi itu dipakai untuk membantu dalam proses analisis. Dengan demikian pengetahuan seseorang bersumber dari realitas yang digaulinya, demikian pula tindakan yang dilakukannya untuk merespon realitas itu, bukan retorika teoritik. Untuk itu proses komunikasi dikembangkan dalam berbagai 20 Maman AR, Koordinator Program, Wawancara Pribadi, Jakarta 6 Mei 2014 bentuk kegiatannya seperti diskusi kelompok. diskusi pleno, bermain peran, dan sebagainya. serta media seperti media peraga, grafika, audio visual, dan sebagainya yang digunakan lebih memungkinkan terjadinya dialog kritis antara semua orang yang terlibat dalam proses belajar itu. 21 Pendekatan pendidikan yang bersifat partisipatif diatas tidaklah mudah dijalankan karena membutuhkan waktu yang relatif lama, dan ini menjadi kendala bagi para peserta pengkaderan ulama karena mereka memiliki kegiatan lain dengan komunitasnya serta jarak yang jauh dari tempat domisili ke tempat pendidikan berlangsung. oleh karena itu pendidikan ini dibagi dalam beberapa kali pertemuan dalam kelas, yang diselingi dengan masa peserta kembali ke kampung atau komunitas masing-masing, dengan tugas- tugas tertentu sesuai dengan tema dalam kelas. Adapun setiap pertemuan dalam pendidikan PUP ini berlangsung selama 4-6 hari, dan ini semua tergantung materi yang akan dibahas, dan selanjutnya para peserta akan pulang ke komunitasnya masing-masing selama 2-3 bulan. dengan pendekatan seperti ini sebenarnya dimaksudkan agar peserta terbiasa dengan proses aksi dan refleksi, atau belajar dari pengalaman, yang memungkinkannya berada dalam kondisi pencarian terus-menerus. Dengan demikian tidak terjebak dalam fanatisme buta terhadap gagasan-gagasan tertentu, atau asik dengan dirinya sendiri, dan melupakan realitas yang dihadapi masyarakat. Proses belajar itu juga diharapkan menumbuhkan kebiasaan melakukan refleksi bersama, karena terbiasa dalam proses pendidikan, yang memungkinkan mereka saling menguatkan.

4. Kurikulum Pengkaderan Ulama Perempuan

a. Tadarus

Kata tadarus berasal dari asal kata darasa yadrusu, yang artinya mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji, dan mengambil pelajaran dari wahtu-wahyu Allah SWT. Lalu kata darasa ketambahan huruf ta` di 21 Modul Pengkaderan Ulama Perempuan Perspektif kesetaraan Jakarta : Rahima, 2011 , hal xiv-xv