Visi dan Misi Rahima

B. Deskripsi Penelitian

Peran Lembaga Rahima Terhadap Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan

1. Sejarah Pengkaderan Ulama Perempuan PUP

Istilah ulama` di Indonesia berasal dari bahasa Arab yang merupakan bentuk plural dari kata `aliim, artinya orang yang pintar. Terdapat dua kata yang serumpun dengan ilm yang digunakan untuk menunjukkan orang yang pintar, yaitu `aalimun yang merupakan isim fa`il dari kata `alima, dan `al ȋ ma yang mempunyai arti sama dengan `ȃ limun atau merupakan șiǵ oh mubalaghah. Bentuk jamk kata ` ȃ limun adalah `ȃ limȗ na, yakni jama` mudzakar salim. Sementara bentuk jamak `aalimun adalah `ulama , yakni jama` taksir. Namun apabila di Arab pemaknaan ulama bisa memasukkan dua kelamin, sedangkan di Indonesia makna ulama hanya memasukkan jenis kelamin tertentu yaitu laki-laki. 10 Insiatif pembentukan pengkaderan ulama perempuan dimulai tahun 20032004, terdapat yang pada saat itu masih disebut “Pesantren Rahima” yang berisikan perempuan-perempuan untuk dididik menjadi ulama perempuan, berangkatnya dari keprihatinan bahwa; Pertama , Jumlah ulama perempan tidak terlalu banyak. Kedua, kapasitas ulama perempuan dianggap tidak setara dengan ulama laki-laki. Ketiga, diharapkan ulama perempuan tidak hanya mampu berdakwah bil lisan namun juga mampu melakukan dakwah dengan perbuatan. 11 Selain itu kebanyakan pesantren yang berdiri di jawa adalah pesantren yang kebanyakan di huni oleh mereka yang berjenis kelamin laki-laki. Kita masih sulit sekali menemukan pesantren perempuan, mungkin memang sekarang ada namun masih sangat jarang semisal pesantren putri Cintapanda yang didirikan oleh Hj. Nonoh Hasanah di Tasikmalaya. Kemudian Hj. Suwa sebagai perempuan yang tegas berdakwah serta masih banya ulama-ulama perempuan lainnya semisal Rahmah el Yunusiyah yang mendirikan sekolah 10 AD Kusumaningtyas , koord. Dokumentasi dan informasi , Wawancara Pribadi, Jakarta 6 Mei 2014. 11 AD Eridani, Direktur Rahima, Wawancara Pribadi, Jakarta 2 Mei 2014 di Padang. Kemudian menurut ibu AD Kusu maningtyas “dalam pendidikan pesantren terdapat diskriminasi dalam pembelajaran, mungkin kalau untuk perempuan yang di ajarkan hanya kitab yang membahas tentang rumah tangga seperti `uqudul jain sedang laki-laki cenderung lebih luas, mulai dari ilmu bahasa nahwu, shorof , mantiq serta ilmu yang lain ”. 12 Dari sanalah pengkaderan ulama perempuan dibentuk. Selain itu program ini dikembangkan dengan asumsi bahwa yang paling fasih berbicara tentang perempuan dan memperjuangkan hak-hak perempuan, atau berada di paling depan dalam upaya penegakkan hak-hak perempuan, adalah perempuan itu sendiri. 13 Saat ini juga tengah terjadi ikhtiar di beberapa organisasi keagamaan Islam besar seperti Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah untuk melibatkan perempuan diranah keulamaan. Majelis tarjih Muhammadiyah misalnya, saat ini telah mengakomodir kehadiran beberapa ulama perempuan. Namun perjuangan untuk memperkuat kembali kehadiran para ulama perempuan ini bukanlah perkara yang mudah. Upaya untuk memasukkan nama-nama perempuan di jajaran Syuriah NU, misalnya juga memerlukan perjuangan yang panjang. 14 Dari keprihatinan itulah menjadikan Rahima memiliki pemikiran untuk menyelenggarakan program Pengkaderan Ulama Perempuan PUP . Walaupun memang sebelumnya sudah ada program Pesantren Rahima namun sifatnya belum menyeluruh ataupun jangkauannya belum meluas, titik fokusnya baru tertuju hanya pada pesantren-pesantren tidak seperti Pengkaderan Ulama Perempuan ini yang lebih bersifat universal tidak hanya dari pesantren-pesantren namun juga mereka para Akademisi, Aktivis-aktivis di sebuah lembaga, serta para guru-guru agama di sekolah. 12 AD Kusumaningtyas , koord. Dokumentasi dan informasi , Wawancara Pribadi, Jakarta 6 Mei 2014. 13 Modul Pengkaderan Ulama Perempuan Perspektif kesetaraan Jakarta : Rahima, 2011, hal x 14 Swara Rahima No. 23 Th. VII, Desember 2007 hal 10