Pendekatan Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan

perkenalan atau pokok dasar untuk kita mengenal dan mempelajari apa itu Islam, bias gender serta reproduksi yang ada pada diri laki-laki dan perempuan. Hal ini memicu para peserta untuk mau menggali lebih jauh tentang arti kesetaraan dalam Islam, Islam yang tidak pernah membeda-bedakan antara perempuan dan laki-laki baik dalam ibadah, pendidikan maupun muamalah antara sesama mahluk. 2 Tadarus kedua, membahas tentang tema Relasi Gender dalam Al- Qur`an dan Tafsir. Pada tadarus kedua ini lembaga Rahima mengkaji tafsir-tafsir yang bias gender kemudian menampilkan ayat-ayat al- Quran yang menjelaskan peran dan posisi perempuan dalam Islam dan bermasyarakat. 3 Tadarus ketiga, membahas tentang tema Relasi gender dalam Hadist dan ulumul hadits. Sama seperti halnya tadarus sebelumnya, hanya saja pada tadarus ini yang dikaji dari segi Haditsnya, dimunculkan hadits-hadits yang bias gender dan juga hadits-hadits yang menunjukkan peran perempuan dalam segala aspek. Selain itu pada tadarus ini diajarkan metode-metode dalam upaya mencari ke- shahihan hadits dari kualitasnya, pemaknaan maupun pengamalan Hadits kesemua itu dipelajari. 4 Tadarus keempat, membahas tentang tema Relasi gender dalam Fiqh dan Ushul Fiqh. Pada pembahasan ini dipelajari dasar hukum fikih yang berkembang baik fikih tradisional maupun fikih kontemporer, menalaah bagaimana asal sejarah hukum itu bisa ditetapkan dan berlaku sampai saat ini. Pada pembahasan ini nara sumber menentukan suatu wacana atau bahasan yang akan dijadikan tema kemudian para peserta di ajak untuk berdiskusi, menyimpulkan dan mengomentari masalah yang ada kemudian dicarikan solusinya. 5 Tadarus kelima, membahas tentang tema Ham perubahan sosial dan globalisasi. Tema tersebut, diambil sebagai upaya mengetahui hak dan kewajiban apa saja yang dimiliki oleh tiap induvidu. Lebih dari itu hak-hak perempuan baik dalam pendidikan, pekerjaan, dan ranah publik dibahas. Mengusung tema globalisasi sebagai upaya para ulama perempuan nantinya mengetahui seputar tema yang sedang beredar dan berkembang dimasyarakat selain itu diharapkan ulama perempuan ini mengetahui hukum yang ada di Indonesia. 6 Tadarus keenam, membahas tentang tema Istinbatul Ahkam dan Bahtsul masail. Tema ini merupakan tema baru, tema ini diperuntukkan untuk menemukan dan membahas isu yang berkembang kemudian mencarikan solusinya. Solusi atau jawaban yang diperoleh berasal dari al-Quran, Hadits, kitab-kitab klasik, perundang-undangan kemudian konteks yang beredar dan berlaku 7 Tadarus ketujuh, membahas tentang tema Advokasi Sosial dan Pengorganisasian Masyarakat. Setelah semua tema dibahas, tema terakhir ini sebagai upaya mengakomordir jamaah yang ada dilingkungannya. Komponen kurikulum yang keempat yaitu evaluasi. Evaluasi yang dilakukan pada pendidikan pengkaderan ulama perempuan Rahima dilakukan melalui Rencana Tindak Lanjut atau RTL. Dimana disetiap tadarus yang dilakukan, sebelum diteruskan ke Tadarus selanjutnya maka di lakukan RTL. RTL atau Rencana Tindak Lanjut dilakukan sebagai refleksi ataupun penerapan dari tadarus yang telah dilakukan. Hal yang seperti ini sangat diperlukan agar antara tadarus sebelum dan sesudahnya masih terkaitan dalam artian tadarus yang sudah dilakukan sebelumnya tidak terlupakan begitu saja hal yang seperti itulah yang sering terjadi dalam pembelajaran, ketika belajar ketema yang baru terkadang tema yang sebelumnya sudah tidak ingat dari sanalah lembaga Rahima membangun RTL. Selain itu rencana tindak lanjut dipergunakan sebagai tugas praktik langsung ke lapangan, biasanya para peserta diberikan tugas untuk meneliti lingkungan daerah peserta masing-masing, jadi dalam RTL ini terdapat aksi dan refleksi langsung, inilah yang menjadi nilai lebih dari pengkaderan ulama perempuan yang dilakukan Rahima. Analisa penulis, dari rangkaian tadarus serta Rencana Tindak Lanjut tersebut maka Lembaga Rahima dapat mencapai tujuan dari Pengkaderan Ulama Perempuan ,serta dari tadarus yang sedang dijalankan inilah sebagai bahan refleksi untuk tadarus selanjutnya, agar tadarus yang selanjutnya lebih terprogram dan berjalan lebih efektif dan efisien. Hanya saja dari isi materi masih banyak materi-materi yang justru mengunggulkan perempuan, bukan yang menyetarakan antara laki-laki dan perempuan. Maka untuk pengisian materi diperlukan pemikiran dari kedua belah pihak agar relasi gender dari buah pemikiran bersama dapat berjalan dengan baik.

2. Lulusan Pengkaderan Ulama Perempuan Rahima

Tujuan utama didirikannya Rahima adalah untuk mewujudkan suatu tatanan masyarakat demokratis yang ditandai dengan terpenuhinya hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia. Demi mewujudkan tujuan tersebut, Rahima menjalankan program pengkaderan ulama perempuan yang diharapkan mengasilkan out put ulama perempuan yang dapat berkontribusi dalam memperjuangkan hak-hak perempuan yang setara dengan laki-laki, yang selama ini selalu menjadi bias gender. Kemudian, untuk melibatkan perempuan dalam proses istinbath hukum Islam dalam lembaga-lembaga pengambilan keputusan yang memiliki otoritas, dimana selama ini hanya melibatkan laki-laki saja. Padahal dalam kenyataannya banyak perempuan yang memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni dalam keulamaan dan penyebarluasan tema-tema keIslaman. Dari pernyataan dan tujuan tersebut lembaga Rahima membentuk Pendidikan Pengkaderan Ulama Perempuan. Ulama yang dikehendaki Rahima adalah “ orang yang memiliki pengetahuan, baik pengetahuan agama maupun lainnya, dan dengan pengetahuan tersebut mereka melakukan p erubahan sosial demi kemaslahatan umat.” 47 47 AD. Eridani, dkk., Merintis Keulamaan untuk Kemanusian: Profil Kader Ulama Perempuan Rahima, Jakarta: Rahima, 2014, h.xxxii