Latar Belakang H.B. Jassin dalam Menyusun Terjemah Al-Quran

membaca Al-Qur’an untuk yang meninggal, hal ini menambah motivasi H.B. Jassin untuk meneruskan penerjemahan Al-Qur’an yang pernah dilakukannya pada sebagian ayat Al-Qur’an Juz ‘amma semasa istrinya masih hidup. Setelah itu, ia tidak pernah melewatkan membaca Al-Qur’an. Walau tak sehalaman paling tidak sebaris dua baris ayat ia baca Al- Qur’an. “itu ada kenikmatannya, sebab saya membaca dengan pikiran, saya berkomunikasi dengan tuhan”. 6 Ia merasakan akan pentingnya sebuah terjemah ketika ia memanjatkan do’a kepada Allah SWT untuk almarhumah istrinya dan H.B. Jassin tidak merasa puas dengan membaca saja, akhirnya ia pun mulai mempelajari secara mendalam dan meresapi akan isi kandungan Al-Qur’an. Ia juga menyadari akan keagungan Allah SWT yang telah memberikan mukjizat kepada nabi Muhammad SAW yang berupa Al-Qur’an. 7 Dengan demikian ia dapat merasakan nikmatnya isi kandungan firman-firman Allah. Selain sisi sakralitas Al-Qur’an, H.B. Jassin juga mengakui bahwa Al-Qu’ran adalah maha sastra. Pengakuannya ini terangkum dalam pernyataannya, “alangkah luas, alangkah tinggi, alangkah luhur dan murninya Al-Qur’an”. Obsesi untuk menerjemahkan Al-Qur’an juga dilatarbelakangi ketika ia membaca terjemahan Abdullah jusuf ali yang berjudul “The Holy 6 H.B. Jassin, kontroversi Al-Quran berwajah puisi, Jakarta: Pustaka Utama Graffiti, 1995,h.58 7 H.B. Jassin, Al-Quran Karim Bacaan Mulia, Jakarta: Yayasan 23 Januari 1982, h. XVIII Qur’an”, yang ia peroleh dari H. Kasim Mansur pada tahun 1969 yang dianggapnya bahwa, terjemah itu sangat indah Karena disertai dengan keterangan-keterangan yang luas dan universal sehingga dapat memudahkan mereka untuk mengetahui dan memahami ayat-ayat Al- Qur’an. 8 Selain itu juga merasakan akan kadar kemampuan umat Islam Indonesia yang masih terbatas sekali pengetahuannya tentang bahasa Arab. Dengan demikian timbullah dalam benak H.B. Jassin untuk membuat terjemah, terjemah Al-Qur’an yang ia tulis dalam bentuk puisi karena ia anggap dapat memudahkan bagi mereka yang akan mengkaji dan memahami makna kandungan Al-Qur’an. H.B. Jassin adalah seorang kritikus sastra dengan reputasi nasional dalam beberapa dekade, yang pertama kali menulis Al-Qur’an pada akhir 1970-an. Sebelumnya H.B. Jassin pernah menulis buku yang berjudul “juz ‘amma”. 9 Kemudian Jassin sebagai seorang sastrawan yang mempunyai minat melebihi batas teritorialnya, member kejutan dengan tujuan membuat terjemah Al-Qur’an yang ditulis dengan susunan puisi. Namun ketika baru menyatakan judul dan maksud buku tersebut, terjadilah polemic dikalangan para ulama yang telah menganggap bahwa, terjemah yang dilakukan H.B. Jassin tersebut tidak sesuai dengan Al-Qur’an yang sebenarnya sehingga dapat menyesatkan orang yang membaca dan yang mempelajarinya. Namun berbagai rintangan, ia tidak pernah patah 8 H.B. Jassin, Majalah Tempo, Jakarta: 1975, cet.73, h.50 9 Howard M. Federspiel, Kajian Al-Quran di Indonesia; dari Mahmud Yunus hingga M. Quraish Shihab, Bandung, Mizan, 1996,h.24 semangat, akan tetapi ia terus bersemangat dan akhirnya ia dapat menyelesaikan terjemah Al-Qur’an dengan bentuk puisi.

C. Biografi Prof. Dr. Mahmud Yunus.

1. Riwayat Hidup dan Aktivitas Keilmuan Mahmud Yunus lahir pada tanggal 30 Ramadhan 1316 H atau bertepatan dengan 10 Februari 1899 di Batu Sangkar Barat. Belum genap berumur tujuh tahun beliau sudah memulai mengaji pada kakeknya, M . Tahir bin M. Ali. Mahmud Yunus masuk ke sekolah dasar namun hanya sampai kelas tiga. Selepas itu, beliau memasuki madrasah yang dipimpin oleh Syekh H. M. Thalib Umar sampai tahun 1916. Pada tahun 1917 Mahmud Yunus sudah dipercaya untuk mengajar menggantikan gurunya yang berhalangan karena sakit. Ketika berusia 25 tahun beliau melanjutkan studinya ke Universitas Kairo dan berhasil memperoleh Syahadah Alamiyah. Kemudian pada tahun 1926-1930 belajar di Madrasah Darul Ulum Ulya. Sebagai orang Indonesia yang pertama kali memasuki Madrasah ini beliau harus bersusah payah untuk dapat bersekolah di Madrasah ini. Beliau mengambil takhashsush spesialis tadris sampai memperoleh Ijasah Tadris. 10 Profesinya sebagai guru sudah dimulai sejak masih belajar di Batu Sangkar, yaitu sebagai guru bantu di pesantren. Selanjutnya pada tahun 1931 sebagai direkturguru al-Jamiah di Batu Sangkar dilanjutkan dengan sebagai guru Normal Islam Madrasah Mu’alimin Islamiyah, kemudian 10 Diploma guru atau pada masa sekarang dikenal dengan istilah akta 4 menjadi dosen agama pada Akademi Pamong Praja di Bukit Tinggi, menjadi dekan pada Akademi Dinas Ilmu Agama AIDA di Jakarta, pada tahun 1960-1963 beliau dipercaya sebagai dekan sekaligus guru besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pada tahun 1966- 1971 beliau menjabat sebagai rektor IAIN Imam Bonjol Padang. Beliau juga dikenal sebagai pendiri perkumpulan Sumatra Thawalib dan penerbit Islam al-Basyir. Pada tahun 1920 turut mendirikan persatuan anggota Cu Sang Kai. Pada tahun 1945-1946 dimana beliau berhasil memasukkan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah pemerintah. Beliau turut serta dalam mendirikan Majlis Tinggi Minangkabau yang kemudian menjadi MIT Sumatra. Beliau mulai terlibat gerakan pembaruan setelah mewakili gurunya untuk hadir dalam rapat besar ulama Minangkabau tahun 1919 di Padang Panjang, Sumatra Barat. Abad ke-20 ditandai dengan kemajuan di berbagai bidang, terutama ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara-negara yang bisa menguasai kedua hal tersebut akan bisa mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Tentu bangsa Indonesia yang mayoritas muslim mau tak mau harus mengikuti perkembangan itu. Selama ini ada anggapan bahwa pendidikan Islam hanya terpusat untuk mempelajari ilmu-ilmu agama. Tapi beberapa kalangan telah melakukan penyesuaian dengan memasukkan ilmu umum dalam kurikulum pendidikan Islam. Salah satu tokoh pembaru itu adalah Prof. Mahmud Yunus. Disebutkan dalam buku Tokoh dan Pemimpin Agama: