Pebedaan Penerjemahan dengan Tafsir

Tafsir menurut istilah terminoligis, para ulama memberikan rumusan yang berbeda-beda, karena perbedaan dalam titik pusat perhatiannya, nama dalam segi arah dan tujuannya sama. Adapun definisi tafsir adalah sebagai berikut : 1 Menurut Syaikh Thahir Al-Jazairy, dalam At-Taujih : ﻮهﺎ إ ﺔ ﻟا ﻰ ﺮ ﻔ ﻟا ﺎ ﺎ ﻟا ﺪ ﻐ ﻟا ﻔ ﻟا حﺮ ﻮه ﺎ ﺪ ا وا داﺮ تﻻﻻﺪﻟا قﺮ ىﺪ ﺈ ﺔﻟﻻد ﻟوا ر ﺎ “Tafsir pada hakikatnya ialah menerangkan maksud lafazh yang sukar dipahami oleh pendengar dengan uraian yang lebih memperjelas pada maksud baginya, baik dengan mengemukakan sinonimnya atau kata yang mendekati sinonim itu, atau dengan mengemukakan uraian yang mempunyai petunjuk kepadanya melalui suatu jalan dalalah.” 2 Menurut Syaikh Al-Jurjani dalam At-Ta’rifat : ر ﺎﻬ ﻹاو ﻜﻟا ﻷا ﻰ ﺮ ﻔ ﻟا ﺔ ﻻا ﻰ ﻮﺗ عﺮ ﻟا ﻰ و : ﺎﻬ و ﺎﻬ ﺄ ةﺮهﺎ ﺔﻟﻻد ل ﺪ ﻔ ﻟ ﺬ ىﺬﻟا ﻟاو “Pada asalnya tafsir berartu membuka atau melahirkan, dalam pengertian syara’, tafsir ialah menjelaskan makna ayat : dari segi segala persoalannya, kisahnya, asbabun nuzulnya, dengan menggunakan lafazh yang menunjukkan kepadanya secara terang.” 17 Terjemah, baik harfiyah maupun tafsiriyah bukanlah tafsir, terjemah tidak identik dengan tafsir. Banyak orang mengira bahwa 17 M. Ali Hasan dan Rif’at Syauqi Nawawi. Pengantar Ilmu Tafsir. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1988.h. 139-141 terjemah tafsiriyah itu pada hakikatnya adalah tafsir yang memakai bahasa non-Arab, atau terjemah tafsiriyah itu adalah terjemahan dari tafsir yang berbahasa Arab. Persoalan ini memang sejak dulu diperdebatkan dan dipersilisihkan. Antara keduanya jelas ada unsur kesamaan, yaitu bahwa baik tafsir maupun terjemah bertujuan untuk menjelaskan, tafsir menjelaskan Sesuatu maksud yang semula sulit dipahami, sedangkan terjemah juga menjelaskan makna dari suatu bahasa yang tidak dikuasai melalui bahasa lain yang dikuasai. Ada unsur persamaan antara keduanya buakn berarti keduanya sama secara mutlak. Perbedaan-perbedaan keduanya antara lain : 1 Pada terjemah terjadi peralihan bahasa, dari bahasa sumber kebahasa sasaran, tidak ada lagi lafazh atau kosa kata pada bahasa sumber itu melekat pada bahasa sasaran. Bentuk terjemah telah lepas sama sekali dari bahasa yang diterjemahkan. Tidak demikian halnya dengan tafsir. Tafsir selalu ada keterikatan dengan bahasa sumbernya, dan dalam tafsir tidak terjadi peralihan bahasa, sebagaimana lazimnya dalam terjemah. Yang terpenting dan menonjol dalam tafsir ialah ada penjelasan, baik penjelasan kata- kata mufrad kosa kata maupun penjelasan susunan kalimat. 2 Pada terjemahan sekali-kali tidak boleh melakukan “ داﺮ إ“ yakni penguraian luas melebihi dari sekedar mencari padanan kata, sedangkan dalam tafsir, pada kondisi tertentu, tidak hanya boleh melakukan penguraian meluas itu, tetapi justru penguraian luas itu 3 Terjemah pada lazimnya mengandung tuntutan dipenuhi semua makna yang dikehendaki oleh bahasa sumber, tidak demiian halnya dengan tafsir. Yang menjadi pokok perhatiannya ialah tercapai penjelasan yang sebaik-baiknya, baik secara global maupun secara terperinci, baik mencakup keseluruhan makna saja, tergantung pada apa yang diperhatikan mufassir dan orang yang menerima tafsir itu. 4 Terjemah lazimnya mengandung tuntutan ada pengakuan, bahwa semua makna yang dimaksud, yang telah dialihbahasakan oleh penterjemah adalah makna yang ditunjuk oleh pembicaraan bahasa sumber dan memang itulah yang dikehendaki oleh penutur bahasa. Tidak demikian halnya dengan tafsir. Dalam dunia tafsir soal pengakuan sangat relative, tergantung pada factor kredibilitas mufassirnya. Mufassir akan mendapatkan pengakuan jika dalam menafsir itu ia didukung oleh banyak dalil yang dikemukakannya, sebaliknya ia tidak akan mendapatkan pengakuan ketika hasil tafsirnya itu tidak didukung oleh dalil-dalil. Demikian pula jika yang melakukan penafsira itu orang yang sehaluan dengan yang membaca atau mendengar hasil tafsiran, maka akan mendapat pengakuan, akan tetapi jika tidak sehaluan, mungkin pengakuan itu tidak ada, atau jika ilmunya lebih rendah dari yang membaca atau yang mendengar hasil tafsiran itu, maka pengakuanpun tidak ada, demikian pula sebaliknya. 18

B. Homonimi

1. Pengertian Hominimi

Homonimi berasal dari bahasa yunani kuno onoma yang artinya ‘nama’ dan homo yang artinya ‘sama’. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai “nama sama untuk benda atau hal lain’. Secara seamntik, verhaar 1978 member definisi homonimi sebagai ungkapan berupa kata, frase atau kalimat yang bentuknya sama dengan ungkapan lain juga berupa kata frase atau kalimat tetapi maknanya tidak sama. 18 Ibid,. h. 175-177 Umpamanya kata pacar yang berarti ‘inai’ dengan pacar yang berarti ‘kekasih’, antara kata bisa yang bererti racun ular dan kata bisa yang berarti sanggup, dapat. Contoh lain, antara kata baku yang berari standar dengan baku yang berarti saling, atau antara kata Bandar yang berarti pelabuhan dengan Bandar yang berarti parit dan Bandar yang berarti pemegang uang dalam perjudian. Hubungan antara kata pacar dengan arti ini dan kata pacar dengan arti kekasih inilah yang disebut Homonim. Jadi kata pacar yang pertama berhomonim dengan kata pacar yang kedua. Begitu juga sebaliknya karena hubungan homonimi ini bersifat dua arah. Dalam kasus Bandar yang menjadi contoh di atas, homonimi ini terjadi pada tiga buah kata. Dalam bahasa Indonesia banyaj juga homonimi yang terdiri dari tiga buah kata. Hubungan antara dua buah kata yang homonym bersifat dua arah. Artinya, kalau kata bisa yang berarti racun ular homonym dengan kata bisa yang berarti sanggup, maka kata bisa yang berarti sanggup juga homonim dengan kata bisa yang berarti racun ular. Kalau ditanyakan, bagaimana bisa terjadi bentuk-bentuk yang homonimi ini? Ada dua kemungkinan sebab terjadinya homonimi. Pertama, bentuk-bentuk homonimi itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya kata bisa yang berarti racun ular berasal dari bahasa melayu, sedangkan bisa yang berarti sanggup berasal dari bahasa jawa. Contoh lain kata bang yang berarti adzan berasal dari bahasa jawaq, sedangkan kata bang kependekan dari abang yang berarti kakak laki-laki berasal dari bahasa melayudialek Jakarta. Kata asal yang berarti pangkal