Terjemahan H.B. Jassin

h. Max Havelaar, oleh Miltatuli, Djambatan, 1972. i. Kian Kemari Indonesia dan Belanda dalam Sastra, Djambatan 1973. j. The Complete Poems Of Chairil Anwar, University Education Press Singapore 1974, terjemahan bersama Liaw Yock Fang. k. Al-Quranul karim bacaan mulia, mulai diterjemahkan 7 oktober 1972, selesai 18 desember 1974. l. Saijah dan Adinda Max Havelaar, cerita Multatuli Scenario film PT. Mondial Motion Pictures Fons Rademakers Productie, ditulis oleh G. soetaman dan hiswara Darmaputra, 1975. Demikianlah karya-karya H.B. Jassin yang dapat penulis ketahui, mungkin masih banyak karya-karyanya yang belum tertulis seperti tulisan H.B. Jassin dalam artikel-artikel, dan bahan makalah-makalah seminar atau diskusi yang dihadirinya, dan lain sebagainya yang belum penulis ketahui.

4. Kontroversi Penyusunan Terjemah Al-Qur’an H.B. Jassin

Ketika H.B. Jassin mengumumkan penerbitan Al-Qur’an karim bacaan mulia, umat Islam Indonesia geger. Konon pada tahun 1987, ada yang membakar karya puitisasi dari terjemahan Al-Qur’an H.B. Jassin ini. Pasalnya bagaimana orang yang tidak bisa bahasa Arab menerjemahkan Al-Qur’an. H.B. Jassin sendiri memang mengakui tak pernah mendapatkan pelajaran khusus membaca Al-Qur’an. Baru sesaat menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra Universitas Indonesia, ia sempat mempelajari bahasa Arab. Di sana Jassin juga mempelajari terjemahan-terjemahan Al-Qur’an, naskah-naskah lama dari ar-raniri dan hamzah fansuri, yang beripa tulisan arab melayu beserta kutipan-kutipan bahasa arabnya dan mempelajari cara menerjemahkan lewat kamus. Persoalan yang dihadapi jassin, harus diakui bahwa umat islam sepenuhnya belum mempercayai kredibilitas dan komitmen keislamannya. Umat masih sangsi, bagaimana orang tidak bisa bahasa arab, tidak kenal dengan dunia pesantren, dan mengaku pernah merasa sebal mendengar khotbah-khotbah istilah jassin waktu ia “teriak-teriak” di masjid bisa menerjemahkan Al-Qur’an, sedangkan tradisi islam hadits mengajarkan “jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, kehancuranlah akibatnya”. H. Oemar Bakry yang dikenal sebagai sahabat dekat H.B. Jassin dengan gencar menyampaikan kritiknya dengan mengemukakan apa yang disebutnya sebagai “syarat-syarat mutlak” dalam menerjemahkan Al- Qur’an, seperti penerjemhan harus menguasai bahasa arab sedalam- dalamnya nahwu. Sharaf, ma’ani, balaghah dan sebagainya. Ia harus berpengatahuan luas dalam soal-soal keislaman, bahkan disebutnya pula seolah-olah seseorang yang ingin menerjemahkan Al-Qur’an harus berprestasi dalam buku-buku keagamaan. Artinya seseorang harus memilki latar belakang kedudukan sebagai ulama bila ia mau memasuki dunia penerjemahan Al-Qur’an. Islam tidak pernah melimpahkan hak