Kufr bermakna non Islam
Penulis melihat tidak ada perbedaan makna antara dua versi terjemahan ini. Terjemahan ini bermakna “jika tidak ada yang
memutuskan perkara menurut ketentuan Allah, maka termasuk orang yang kafir”.
Dalam ayat ini terjadi perdebatan antara para ulama dalm menfsirkan kata kufr di sini. Ulama berbeda pendapat mengenai ayat ini, apakah ayat
ini ditujukan kepada kaum muslimin atau kepada orang-orang kafir. Dalam tafsir Al-Misbah mengenai ayat ini karya Quraish Shihab,
dipahami dalam arti kecaman yang amat keras terhadap mereka yang menetapkan hukum bertentangan dengan hukum-hukum Allah. Tetapi ini
oleh mayoritas ulama seperti tulis Muhammad Sayyid Tanthawi-Mufti Mesir dan pemimpin tertinggi Al-Azhar Mesir, dalm tafsirnya adalah bagi
yang melecehkan hukum Allah dan yang mengingkarinya. Demikian juga pendapat sahabat Nabi Ibn Abbas. Memang satu kekufuran dapat berbeda
dengan kekufuran yang lain. Kufurnya seorang muslim, kezaliman, dan kefasikan non muslim. Kekufuran seorang muslim bisa diartikan
pengingkaran nikamat. Demikian pendapat Atha’ salah seorang ulama yang hidup pada masa sahabat Nabi Muhammad saw.
Syekh Hasanain Makhluf, yang juga pernah menjabat Mufti Mesir, menulis tentang penggalan ayat ini dan menyatakan bahwa, pakar-pakar
tafsir berbeda pendapat menyangkut ayat ini dan kedua ayat serupa sesudah ayat ini. Ayat pertama ayat 44 ditujukan kepada orang-orang
muslim, yang kedua ayat 45 ditujukan kepada orang –orang Yahudi, dan ayat ketiga ayat 47 ditujukan kepada orang-orang Nasrani.
2
Demikian juga halnya dalam tafsir Adhwa’ul Bayan, diriwayatkan dari asy-sya’bi, ayat tersebut ditujukan kepada kaum muslimin, maksud
kekufuran di dalamnya adalah kekufuran yang bukan berarti kekafiran, dan bukan berarti keluar dari agama. Diriwayatkan pula dari Ibnu Abbas,
mengenai ayat ini ia berkata: bukan kekufuran seperti kalian katakanakira. Abi Hatim dan Al Hakim meriwayatkan darinya. Al Hakim mengatakan,
shahih sesuai dengan kriteria Imam Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak menukilnya.
Sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa ayat tersebut ditujukan kepada orang-orang Yahudi, karena Allah SWT telah menyebutkan
sebelumnya bahwa mereka “merubah perkataan-perkataan dari tempat- tempatnya”, dan mereka mengatakan “jika kamu diberikan yang ini”,
yakni hukum yang telah dirubah yang selain hukum Allah, “maka terimalah dan jika kamu tidak diberikan yang ini”, yakni yang telah
dirubah, tapi kamu diberikan hukum Allah yang sebenarnya “maka hati- hatilah”. Mereka memerintahkan agar berhati-hati terhadap hukum Allah
yang mereka tahu itu adalah kebenaran. Maka ini menunjukkan bahwa perkataan tersebut ditujukan kepada mereka. Di antara mereka yang
mengatakn bahwa ayat tersebut ditujukan kepada ahli kitab, sebagaimana yang ditujukan ayat tersebut adalah Al Barra’ bin ‘azib, Hudzaifah bin Al
2
M. Quraish Shihab, Tafsir Al‐Misbah Jakarta: Lentera Hati, 2001 h. 99
Yaman, Ibnu Abbas, Abu Mijlaz, Abu Raja’ Al Utaharidi, Ikrimah Ubaidillah bin Abdullah, Al Hasan Al Basri dan yang lainnya.
Maka berdasarkan pendapat ini, ayat tersebut menjadi berisifat umum. Ibnu mas’ud dan Al Hasan mengatakan, ayat ini bersifat umum,
yaitu bagi setiap orang yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah dari kalangan kaun muslimin, Yahudi dan orang-orang
kafir, yakni barang siapa meyakini dan yang menghalalkannya. Adapun yang melakukan hal itu, tapi ia ber’itikad telah berbuat
haram, maka ia termasuk golongan orang-orang fasik dari kelompok kaum muslimin, dan urusannya diserahkan kepada Allah, jika berkehendak dia
akan mengadzabnya, dan jika berkehendak dia akan mengampuninya.
3
Betapapun, pada akhirnya kita dapat menyimpulkan bahwa ayat ini menegaskan, bahwa siapapun tanpa kecuali, jika melecehkan hukum-
hukum Allah atau enggan menerapkannya, maka dia adalah kafir. Yakni telah keluar dari agama Islam.