Gambar 70 Grafik hubungan ketebalan mangrove A. marina dengan delta energi selisih energi gelombang datang dan pergi
Dari grafik pada Gambar 70 terlihat kecenderungan bahwa makin tipis mangrovenya maka akan semakin kecil delta energi nya Selisih antara energi
didepan mangrove dengan energi di belakang mangrove sedangkan makin tebal mangrovenya maka energi sudah banyak yang teredam sehingga delta energi
besar. Grafik yang terjadi merupakan grafik polynomial pangkat dua. Terlihat bahwa mangrove dengan tebal 5m kurang mampu meredam gelombang
sehingga delta peredam energi gelombang sebesar 0.000144 mdet
2
c per 2menitan, tebal 15m delta peredam sebesar 0.000354 mdet
2
c per 2menitan sedangkan tebal 30m delta peredam sebesar 0.000428 mdet
2
c per 2menitan. Formula yang didapat untuk delta peredaman gelombang oleh mangrove A.
marina sebagai hubungan antara ketebalan mangrove dan delta energi adalah Y Delta Energi = 0.00000056x
2
+ 0.00003067x + 0.00001234
4.2.6 Hubungan Ketebalan Mangrove dengan Faktor Faktor Peredaman
Energi Gelombang
Berdasarkan rumus dan proses pengambilan data pada bab 3.6 dan 3.8 maka dilakukan perhitungan untuk mencari Koefisen drag dan koefisien reduksi.
Data dari hasil pengukuran vegetasi mangrove dan data oseanografi di masukkkan kedalam rumusan tersebut maka diperoleh hasil pada tabel 7.
Tabel 7 Hasil perhitungan faktor faktor peredam gelombang
STA TEBAL
MANG ROVE
m ENERGI
SETELAH MELEWATI
MANGROVE mdet
2
c per 2menitan
KERAPATAN JENIS
pohonm
2
KEPADATAN MANGROVE
VmV KOEFISIEN
DRAG Cd REYNOLDS
Re REDUKSI
r
5 5
0.0005522 0.1200
0.006997 0.00794
115411764.71 0.13089
2 10
0.0004108 0.0825
0.006215 0.00795
84635294.12 0.04248
4 15
0.0003741 0.1500
0.002584 0.00798
123105882.35 0.03610
3 20
0.0003146 0.0650
0.005331 0.00796
107717647.06 0.02838
1 30
0.0002659 0.0450
0.001579 0.00799
123105882.35 0.02345
Hasil perhitungan terhadap faktor faktor peredam gelombang di atas dapat di ambil beberapa analisa sebagai berikut:
1. Tebal mangrove makin besar maka energi yang teredam akan makin besar. Tebal mangrove menjadi faktor yang utama dalam proses peredaman
gelombang oleh mangrove A.marina. 2. Kerapatan jenis tidak linier terhadap peredaman energi gelombang.
3. Kepadatan mangrove juga tidak linier terhadap tebal mangrove. 4. Koefisien drag dan bilangan Reynolds sangat bergantung kepada volume
hambatan, volume fluida serta luasan permukaan fluida dalam hal ini air laut.
5. Nilai reduksi mempunyai hubungan dengan ketebalan mangrove bahwa makin tebal mangrove maka nilai reduksi pun akan makin kecil begitu
juga dengan energi yang teredam makin kecil. Faktor peredaman energi gelombang sangat bergantung pada panjangnya
penjalaran gelombang. Makin tebal mangrove maka makin panjang jalannya penjalaran gelombang. Energi gelombang selama penjalaran itu akan terreduksi
oleh akar nafas dan batang pohon mangrove sehingga energi akan makin kecil. Kepadatan mangrove berpengaruh pada besarnya energi yang teredam. Pada
penelitian ini, tidak ada data yang menunjukkan ketebalan sama dan berbeda kepadatan sehingga menghasilkan nilai energi yg teredam seberapa besar. Data
yang ada, yaitu dengan kepadatan yang relatif sama dan tebal mangrove berbeda. Tebal mangrove 5 m pada sta 5, kepadatan 0.006997 dan tebal
mangrove 10 m pada sta 2, kepadatan 0.006215 terlihat besarnya energi yang teredam lebih besar di bandingkan dengan kepadatan yang lebih kecil pada
stasiun 4 kepadatan 0.002584, energi yang teredam lebih kecil. Sehingga ini menunjukkan bahwa peredaman energi makin besar bila makin padat
mangrovenya dan makin tebal mangrovenya juga.
4.3 Formulasi Pola Pembangunan Kota Berkelanjutan Yang Ramah
Lingkungan
Perencanaan eko-kota yang menempatkan penekanan pada aspek lingkungan dari perencanaan berkelanjutan secara merata dari aspek ekonomi,
sosial dan lingkungan. Perencanaan eko-kota dan manajemen didasarkan pada prinsip siklus metabolisme perkotaan, yaitu meminimalkan penggunaan lahan,
energi dan bahan, dan gangguan lingkungan alam, hingga akhirnya mengarah ke nol pemukiman karbon. Dengan kata lain, logika dan perencanaan ekologi juga
harus berkontribusi terhadap kemajuan ekonomi. Menarik untuk diteliti bagaimana membuat pembangunan perkotaan tepi pantai yang ramah
lingkungan. Jakarta merupakan salah satu contoh kota tepi pantai di dunia yang pergerakan pembangunannnya begitu pesat. Namun demikian pada penelitian
saat ini peneliti memfokuskan pada perencanaan pembangunan perkotaan yang ramah lingkungan dari sudut ekosistem mangrove dan teknik pantai di Pantai
Indah Kapuk, Jakarta, Indonesia.
Tahapan yang dilakukan selanjutnya adalah dari data tebal peredaman mangrove A.marina dijadikan dasar perencanaan bangunan tepi pantai. Aspek
morfologi pantai menjadi masukan dalam proses perencanaan ini seperti, bathimetri, arus , kelandaian dan lain sebagainya. Bila sudah ada data utama
maka sudah dapat dilakukan penarikan garis awal disain dan bisa banyak inspirasi yang bisa digambarkan disesuaikan dengan kondisi yang ada.
4.3.1 Acuan Dasar Awal Disain Konstruksi Menyatu dengan Mangrove
Berdasarkan hasil pengukuran peredaman gelombang oleh mangrove A.marina dan kondisi yang ada mangrove di lapangan maka di buatkan konsep
dan filosofi disain yang akan digunakan sebagai dasar perencanaan yaitu sebagai berikut:
EKOSISTEM MANGROVE
MAX. 325 ’
K N KEMIRINGAN VARIABEL BEBAS X METER
MAX. 3 ’
AVICENIA MARINA RIZHOPORA
BURGUIERA NYPA
GREEN BELT
JALAN ARTERI
SPESIES TANAMAN PENEDUH
PENAHAN ANGIN
’
BERDASARKAN HASIL
PENELITIAN BERDASARKAN
HASIL PENELITIAN BER-
DASAR- KAN
PERMEN PU NO.
5 TH 2008
BERDASAR- KAN
PP NO.34 TH 2009
KE ARAH LAUT KE ARAH DARAT
Gambar 71 Acuan dasar perencanaan konstruksi menyatu dengan mangrove
Mangrove A. marina menjadi dasar gambar di atas. Zona terluar ditempatkan A. marina berdasarkan hasil penelitian dengan bentang maksimum 30 m.
Selanjutnya di isi dengan formasi jenis mangrove yang lainnya juga bisa digunakan referensi dari Dinas Kehutanan yang sudah sering melakukan
rehabilitasi atau penananamn kembali mangrove. Sehingga zona mangrove telah terbentuk sebagai platform awal untuk disain mangrove menuju ke arah daratan.
Panjang bentang atau tebal mangrove masing masing disesuaikan dengan kondisi batimetri yang ada serta konsep layout disian yang dibuat. Artinya
variabel mangrove masih bergerak berdasarkan kondisi yang ada. Perencanaan di darat menggunakan aturan hukum perencanaan yang berlaku seperti di
berikan di bawah ini namun input dasar disain ini tentunya sangatlah kecil nilainya bila dibandingkan dengan perencanaan yang besar dari sebuah
Bangunan Tepi Pantai WFC dengan tenaga ahli yang sangat kompleks. Perlu dicatat bahwa sebuah disain sebesar apapun itu bergerak dari input atau
informasi yang kecil seperti ini walaupun input itu dari tukang sapu sekalipun. Diharapkan input ini dapat jadi masukan ke pemerintah untuk melakukan
kontrol terhadap perencanaan sekecil apapun. Beberapa acuan dasar profil perencanaan di atas sebagai berikut:
1. Kepres No. 32 Tahun 1990 Tentang Pengelolaan Kawasan Lindung ; Mempertahankan ekosistem mangrove yang ada
2. Undang Undang No 41 Tahun1999 tentang Kehutanan: Besaran sempadan pantai 130 kali selisih pasang tertinggi dan terrendah.
3. PP No 34 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Kawasan Perkotaan ; Penyediaan fasilitas pelayanan umum
4. Permen PU No 40 Tahun 2007 Tentang Perencanaan Tata Ruang Reklamasi Pantai ; Kriteria pola ruang untuk reklamasi dengan jenis
kawasan mixed use campuran adalah : Mixed Used = 80 , Fasum Fasos
= 10,
Site Development
Ruang Terbuka
Hijautamanlansekap, ruang terbuka publik, jalan parkir umum = 10 . Ketinggian bangunan maksimal 12 lantai. Struktur ruang
kawasan yang melewati di daerah paling tepi dari sekitar batas bibir pantai dengan daratan harus dipertahankan menjadi wilayah publik
yang dapat dinikmati oleh masyarakat umum dengan mudah dimana wilayah Garis Sempadan Pantai GSP dapat dimanfaatkan
seperlunya untuk ruang ruang - terbuka
5. PP No 34 Tahun 2009 Tentang Jalan : Disain jalan arteri primer berdasarkan kecepatan paling rendah 60 kmjam dengan lebar
minimal 11 meter. 6. Permen PU no 5 Tahun 2008 Tentang Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Perkotaan : 20 - 30 Ruang milik jalan digunakan sebagai jalur hijau ataupun green belt.
7. Berdasarkan tingkat kelandaian batimetri dimana i = 1:220, maka jarak maksimum ketebalan mangrove yang masih dapat tumbuh
adalah sebesar 325 meter. 8. Ketebalan optimum untuk species mangrove A. marina yang dapat
meredam gelombang adalah sebesar 30 meter. 9. Perda DKI Jakarta No 1 Tahun 2012 Tentang RTRW 2030 :
- Pasal 8 ayat 2 Huruf a : Pengembangan mewujudkan
pengembangan kawasan
terpadu multifungsidan
dapat mengakomodasikan berbagai strata masyarakat dalam satu
kawasan superblok. -
Pasal 8 ayat 3 huruf b :melaksanakan reklamasi dan revitalisasi kawasan PantaiUtara.
- Pasal 11 ayat 1 huruf b :mempertahankan, memelihara, dan
mengembangkan hutanmangrove sebagai pengamanan terhadap abrasi pantai.
- Pasal 11 ayat 3 huruf b :menerapkan konsep bangunan ramah
lingkungan green building dan konsep perancangan kota yang berkelanjutansustainable urban design.
- Pasal 66 ayat 3 huruf c :pemanfaatan ruang untuk wisata alam
tanpa mengubah bentang alam. -
Pasal 66 ayat 3 huruf d : penerapan ketentuan mengenai pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas
kawasan hutan lindung. -
Pasal 77 ayat 7 huruf f : melaksanakan penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun
yang diajukan ijinnya dengan memperhatikan aspek sosial dan ketersediaan air bersih perpipaan.
- Pasal 79 ayat 3 : Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan terbuka
hijau budi daya. -
Pasal 97 ayat 2 : Pemerintah Daerah mengembangan kawasan strategis Pantura yang merupakan kawasan strategis kepentingan
ekonomi,lingkungan, dan sosial budaya. -
Bagian Kelima Kawasan Strategis Pantura : Pengembangan areal
reklamasi pantai utara BPR Pantura
-
Dan masih banyak yang lainnya.
10. Banyak aturan hukum teknik sipil, konservasi, hutan mangrove dan lainnya yang diterapkan untuk pembangunan itu dalam rangka
pengelolaan terpada kawasan tersebut namun diusulkan akan adanya aturan yang lebih ketat kembali bila kawasan itu telah berjalan agar
setiap insan dapat menjaga kelestarian dan keberlanjutannya.
4.3.2 Profil Disain Mangrove Berdasarkan Batimetri
Akan dicari profil disain mangrove yang dikaitkan dengan batimetri di lokasi penelitian. Secara umum kemiringan batimetri sejarak ±500m dari bibir
pantai turun 2 m dan sejarak ±1000m turun 4 m. Dapat dikatakan kemiringan bathimetri di Pantai Indah Kapuk sangat landai. Faktor tunggal yang paling
penting dalam merencanakan suatu proyek restorasi mangrove adalah menentukan hidrologi normal kedalaman, durasi dan frekuensi genangan air
dari tanaman mangrove alami di areal yang akan di restorasi.
Tingkat ketinggian air pasang di Pantai Indah Kapuk sudah memenuhi kriteria restorasi mangrove namun persoalannya pada sudut datang gelombang
yang merusak perkembangan mangrove yg mengakibatkan abrasi. Mangrove