Pengembangan, Pengelolaan Pesisir dan Laut

 Kondisi lahan: ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah, serta kepemilikannya  Iklim, yaitu menyangkut jenis musim, temperatur, angin, serta curah hujan yang dapat mangrove tumbuh. b. Konteks Perkotaan Urban Context Adalah merupakan faktor-faktor yang nantinya akan memberikan ciri khas tersendiri bagi kota yang bersangkutan serta menentukan hubungan antara kawasan waterfront yang dikembangkan dengan bagian kota yang terkait. Termasuk dalam aspek ini adalah:  Pemakai, yaitu mereka yang tinggal, bekerja atau berwisata di kawasan waterfront, atau sekedar merasa memiliki kawasan tersebut sebagai sarana publik.  Khasanah sejarah dan budaya, yaitu situs atau bangunan bersejarah yang perlu ditentukan arah pengembangannya misalnya restorasi, renovasi atau penggunaan adaptif serta bagian tradisi yang perlu dilestarikan.  Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta pengaturan sirkulasi di dalamnya.  Karakter visual, yaitu hal-hal yang akan memberi ciri yang membedakan satu kawasan waterfront dengan lainnya. Perencanaan Pengembangan Waterfront di Indonesia. Melihat topografi Indonesia sebagai negara kepulauan, konsep tersebut sangat cocok dikembangkan di: Manado, Makasar, Jakarta Pantai Indah Kapuk dan Ancol, Pekanbaru dan Semarang. Pengembangan fungsi kawasan yang dapat diterapkan:  Sebagai Kawasan Bisnis  Di dalam “Waterfront Development” dapat dikembangkan sebagai kawasan bisnis sebagai contoh di Canary Wharf salah satu bagian kawasan “London Docklands ”. Di daerah tersebut terlihat di tepian air banyak gedung gedung perkantoran serta kondominum. Kawasan tersebut dapat menjadi pusat bisnis.  Sebagai Kawasan Hunian  Harus diperhatikan kualitas air sesuai dengan persyaratan hunian. Dalam pengembangan hunian di tepi air dapat di bangun produk rumah ataupun kondominium. Penerapan kawasan huian di tepi air dapat dilihat di daerah Port Grimoud - Prancis. Di sepanjang aliran sungainya banyak terbangun hunian bertingkat.  Sebagai Kawasan Komersial dan Hiburan, Plaza, dsb. dengan kualitas air sesuai dengan kebutuhan.  Menjadikan mangrove sebagai ekosisitem utama untuk meningkatkan value dari sisi lingkungan. Dengan fungsi mangrove yang dimiliki maka dapat meningkatkan nilai ekonomi, sosial serta budaya.

2.7.2 Teknologi Bahan Pembangunan Kota Ramah Lingkungan

Indonesia adalah negara berkembang yang tidak luput dari kegiatan pembangunan. Pembangunan yang dilakukan tentu membutuhkan bahan bangunan. Bahan bangunan disediakan oleh alam yang mempunyai angka keterbatasan, yang pada suatu saat akan habis dan alam tidak dapat menyediakannya lagi, sehingga perlu usaha untuk melestarikannya. Melihat banyaknya sumber daya alam yang telah dieksploitasi untuk memenuhi kebutukan manusia dan pembangunan, maka konsep pembangunan yang berkelanjutan merupakan alternatif terbaik saat ini. Konsep berkelanjutan sustainable menawarkan penyeimbangan antara pemeliharaan kelestarian alam dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang makin berkembang di masa depan. Oleh sebab itu, perlu direncanakan sejak awal disain untuk memilih penggunaan bahan bangunan yang sustainable berkelanjutan dan ramah lingkungan. Yang dimaksud dengan Bahan Bangunan Ramah Lingkungan adalah bahan bangunan yang proses perubahan transformasi atau teknologinya makin sedikit, tidak merusak lingkungan, dan tidak mengganggu kesehatan manusia. Dengan latar belakang hal-hal di atas, maka Bahan Bangunan Ramah Lingkungan dapat digolongkan dalam 4 empat golongan sebagai berikut : 1. Bahan bangunan yang dapat dibudidayakan kembali regeneratif, seperti: kayu, bambu, rotan, rumbia, alang-alang, dll. 2. Bahan bangunan alam yang dapat digunakan kembali recycling, seperti: tanah, pasir, kapur, batu, dll. 3. Bahan bangunan buatan yang dapat digunakan kembali dalam fungsi yang berbeda. Bahan bangunan ini didapat dari limbah sampah dari perusahaan industri. Biasanya material ini dalam bentuk bahan pembungkus kemasan, seperti kardus dan kertas, kaleng dan botol bekas. 4. Bahan bangunan alam yang mengalami perubahan transformasi sederhana, seperti : batu bata, genteng tanah liat, dll. Kota-kota yang berhasil mengimplementasikan prioritas pada reduksi emisi, serta mendapatkan manfaat penghematan dan menghasilkan energi jauh lebih aman, yang berdampak terhadap kesehatan dan tingkat hunian yang cukup, akan diberikan penghargaan Green Building City Policy, yang ditetapkan dalam Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Durban, Afrika Selatan, tahun 2011. Dari hasil penjurian yang dilakukan oleh para ahli terpilih dari ICLEI-International, UN-Habitat, dan WorldGBC, terdapat beberapa kota besar di dunia yang berhasil meraih penghargaan Green Building City Policy, antara lain : 1. San Francisco, Amerika Serikat, khususnya untuk San Francisco Green Building Ordinance, berhasil mendapatkan Best Green Building Policy. Penghargaan ini mencakup kebijakan pembangunan ramah lingkungan untuk bangunan komersial, residensial dan pembangunan konstruksi, sesuai dengan LEED Green Building Standards Amerika Serikat. Dari penerapan kebijakan green building yang dilakukan, berdampak terhadap pengurangan sekitar 105.000 ton karbon dan memberikan keuntungan sebesar USD 1 miliar untuk estimasi hingga 10 tahun mendatang. 2. Maxico City, Meksiko, yang berhasil meraih Climate Action Leadership Award,untuk program Climate Action Plan-nya. Program ini berhasil mengurangi emisi dari bangunan komersial dan residensial secara local. 3. Birmingham, Inggris, khususnya untuk Birmingham City Councils Energy Savers Program, yang berhasil mendapatkan Urban Retrofit Award. Program ini berusaha untuk mencapai 1,5 miliar poundsterling keuntungan dari green retrofit untuk pekerjaan pembangunan 200.000