spasial, sosial-ekonomi, politik ecological cost, advantage atau disadvantage, interspecies, dan inter-medium.
Pengelolaan berkelanjutan suatu kawasan pantai menurut Dahuri et al. 2001, memerlukan empat persyaratan sebagai berikut.
1. Setiap kegiatan pembangunan seperti tambak, pertanian, dan pariwisata harus ditempatkan pada lokasi yang sesuai secara biofisik. Persyaratan ini
dapat dipenuhi dengan cara membuat peta kesesuaian lahan land suitability termasuk perairan.
2. Jika memanfaatkan sumber daya yang dapat pulih seperti penangkapan ikan di laut, tingkat penangkapannya tidak boleh melebihi potensi lestari stok
ikan tersebut. Demikian halnya jika menggunakan air tawar biasanya merupakan faktor pembatas dalam ekosistem pulau-pulau kecil, laju
penggunaannya tidak boleh melebihi kemampuan pulau tersebut untuk menghasilkan air tawar dalam kurun waktu tertentu.
3. Jika membuang limbah ke lingkungan pulau, jumlah limbah bukan limbah B3, tetapi jenis limbah yang biodegradable tidak boleh melebihi kapasitas
asimilasi lingkungan pulau tersebut. 4. Jika memodifikasi lanskap suatu pulau seperti penambangan pasir dan
reklamasi atau melakukan kegiatan konstruksi di lingkungan pulau, khususnya di tepi pantai, seperti membangun dermaga jetty dan hotel, harus
sesuai dengan pola hidrodinamika setempat dan proses-proses alami lainnya.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kawasan pantai menurut Andit 2007, yaitu 1 pemerintah harus memiliki inisiatif dalam
menanggapi berbagai permasalahan degradasi sumber daya yang terjadi dan konflik yang melibatkan banyak kepentingan, 2 menangani wilayah pesisir
berbeda dengan menangani proyek harus terus-menerus, 3 menetapkan batas wilayah hukum secara geografis meliputi wilayah perairan dan wilayah
daratan, 4 menetapkan tujuan khusus atau issu permasalahan yang harus dipecahkan melalui program-program, 5 memiliki identitas institusional dapat
diidentifikasi apakah sebagai organisasi independen atau jaringan koordinasi dari organisasi organisasi yang memiliki kaitan dalam fungsi dan strategi
pengelolaan, dan 6 mencirikan integrasi dua atau lebih sektor berdasarkan pengakuan alam dan sistem pelayanan umum yang saling berhubungan dalam
penggunaan pesisir dan lingkungan.
Demikian juga dengan keterkaitan yang dilakukan di laut lepas, seperti kegiatan pengeboran minyak lepas pantai dan perhubungan laut Bengen 2005.
Menurut Kodoatie 2004, pengelolaan kawasan pantai terpadu diwujudkan dalam bentuk rencana induk master plan pengelolaan kawasan pantai terpadu,
baik tingkat nasionalprovinsi maupun kabupatenkota. Master plan itu terdiri atas beberapa hal yang saling berkait secara integral, yaitu meteorologi pantai,
oseanografi, hidrografi pantai, coastal engineering, coastal management, sedimen transport, banjir, lingkungan pantai, bangunan pelindung pantai,
pelabuhan, navigasi, estuari mulut sungai, flora dan fauna pantai, aliran air tanah, pertanian, kependudukan dan urbanisasi, industri, satuan wilayah pantai,
serta reklamasi pantai.
Selanjutnya untuk mempertahankan kelestarian dan keberadaan dari suatu sumber daya alam dan lingkungan, salah satu satu pendekatan yang dapat
digunakan adalah melakukan penilaian terhadap daya dukung. Pendekatan ini digunakan untuk meminimalisasi kerusakan atau membatasi penggunaan sumber
daya alam Nurisyah et al. 2003. Menurut Knudson 1980, daya dukung merupakan penggunaan secara lestari dan produktif dari suatu sumber daya yang
dapat diperbaharui renewable resources. Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumber daya alam
dan lingkungan yang lestari melalui ukuran kemampuannya. Konsep ini dikembangkan terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu
sumber daya alam dan lingkungan sehingga kelestarian keberadaan dan fungsinya dapat tetap terwujud, dan pada saat dan ruang yang sama, pengguna
atau masyarakat pemakai sumber daya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera danatau tidak dirugikan Nurisyah et al. 2003.
Pendugaan nilai daya dukung suatu kawasan ditentukan oleh tiga aspek utama, yaitu 1 kepekaan sumber daya alam site productivity; yang terkait
dengan karakteristik biofisiknya meliputi kualitas udara, air, tanah, stabilitas ekosistem, dan erosi tanah, 2 bentuk, cara, dan laju rate penggunaan, serta
tingkat apresiasi dari pemakai sumber daya alam dan lingkungan, dan 3 bentuk pengelolaan fisik, non fisik yang bertujuan jelas dan berjangka panjang
Rahmadani 2005. Kemudian sesuai tujuan yang ingin dicapai, beberapa bentuk pendugaan nilai daya dukung dari suatu kawasan adalah sebagai berikut:
1. Daya dukung ekologis menurut Pigram 1983 diacu dalam Nurisyah et al.
2003, dinyatakan sebagai maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di
dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis suatu kawasan atau ekosistem tersebut, termasuk estetika lingkunganalami yang
dimilikinya. Kawasan yang menjadi perhatian utama dalam penilaian daya dukung ekologis ini adalah jenis kawasan atau ekosistem yang rapuh fragile
dan yang tidak dapat pulih unrenewable, seperti berbagai ekosistem lahan basah wetlands, antara lain, rawa, payau, danau, laut, pesisir, dan sungai.
2. Daya dukung fisik, merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan atau areal tanpa menyebabkan
kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik. Kawasan yang telah melampaui kondisi daya dukungnya secara fisik, antara lain, dapat
dilihat dari tingginya tingkat erosi, pencemaran lingkungan terutama udara dan air sungaipermukaan, banyaknya sampah kota, suhu kota yang
meningkat, konflik sosial yang terjadi pada masyarakat karena terbatasnya fasilitas umum, atau pemadatan tanah yang terjadi pada tempat-tempat
rekreasi.
3. Daya dukung sosial, merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan atau persepsi pemakai
kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu area tertentu. Konsep ini berkenaan dengan tingkat kenyamanan
comfortability dan apresiasi pemakai kawasan karena terjadinya atau pengaruh over-crowding pada suatu tapak.
4. Daya dukung ekonomi, merupakan tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumber daya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara
berkesinambungan
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu Penelitian
Penelitian meliputi pengumpulan data sekunder, pengambilan data primer, pengolahan data, analisis data, penyusunan disain, dan penulisan
laporan. Penelitian dilakukan selama delapan bulan, yaitu April – Nopember
2013 dengan mengambil studi kasus di Pantai Indah Kapuk, Jakarta.
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Pantai Indah Kapuk merupakan kawasan Bangunan Tepi Pantai Water Front City. Kawasan
tersebut terdapat hutan mangrove yang dapat menjadi contoh bagi proses pembangunan yang ramah lingkungan. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar
10.
Gambar 10 Lokasi penelitian Pantai Indah kapuk, Jakarta
Sumber : Google Earth
3.3 Rancangan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dibagi dalam empat tahapan, yaitu: 1. Tahap pengumpulan data, informasi dan studi kepustakan desk study,
dengan melakukan pengumpulan beberapa informasi mengenai mangrove, oseanografi dan kawasan Kota Pantai Indah Kapuk, Jakarta.
2. Tahap identifikasi kondisi yang ada, meliputi observasi langsung dilapangan terhadap penurunan energi gelombang oleh ekosistem manggrove yang
dilakukan dengan cara pengukuran langsung gelombang yang terjadi dan
pegukuran langsung vegetasi ekosistem mangrove terkait dengan kerapatan, kepadatan dan luasan.
3. Tahap analisis data, meliputi analisis peredaman energi gelombang yang terjadi dengan melihat faktor kerapatan, tebal mangrove, kepadatan dan akar
mangrove sebagai variabel sehingga di dapatkan kesimpulan apa saja yang manjadi faktor utama peredaman energi gelombang tersebut. Perhitungan
dilakukan dengan menggunakan software Spectral Wave Model, Matlab, Statistika 7 dan software grafik. Hasil analisis dan perhitungan di lakukan
beberapa simulasi dimana akan diperoleh kondisi yang paling baik untuk menjadikan mangrove sebagai dasar bagi perencanaan kota tepi pantai yang
ramah lingkungan dan berkelanjutan.
4. Tahap penyusunan dan disain kota tepi pantai yang berwawasan ekologi dan Teknik Pantai. Disain kota tepi pantai dilakukan dengan menjadikan jasa
ekosistem mangrove sebagai basisnya. Penggabungan konsep ekosistem mangrove dan Teknik Pantai dalam pengelolaan pesisir sebagai dasar
pengembangan kota pantai yang ramah lingkungan. Tahapan ini diharapkan mampu menghasilkan konsep kajian reformasi eko-teknik pantai dalam
pengembangan kota pantai bagi pengelolaan terpadu kawasan pesisir dan laut berbasiskan ekosistem mangrove dan teknik pantai secara berkelanjutan.
3.4 Metode pengumpulan Data
Jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan melakukan pengamatan dan
pengukuran secara langsung terhadap kondisi lapangan observasi baik untuk gelombang maupun mangrove. Data sekunder didapat dari instansi yang terkait.
Proses pengumpulan data dilakukan dengan pengambilan data gelombang, parameter oseanografi fisik lainnya dan mangrove di beberapa titik Tabel 2.
Lokasi titik pengambilan data dengan melihat perkiraan yang dapat mewakili dari kondisi lapangan yang ada baik dari sisi vegetasi mangrove, kerapatan dan
luasan. Titik pengamatan juga memperhitungkan gelombang yang datang, morfologi pantai dan batimetri sehingga dapat memberikan masukan dalam
disain bangunan tepi pantai.
3.5 Pemilihan Lokasi Stasiun Pengamatan
Pemilihan titik pengamatan untuk pengukuran gelombang pada mangrove dilakukan dengan menilai bahwa pada masing-masing stasiun itu fungsi
mangrove sebagai peredam gelombang masih berlaku. Lokasi stasiun 1 dan 2 berada dekat dengan Sungai Kamal Muara. Gambar 11. Dipilihnya titik stasiun
tersebut karena mangrove terbebas dari halangan dan rintangan dari breakwater atau pagar pemecah gelombang. Dicari Posisi mangrove yang terbebas dari
pemecah gelombang dan bersentuhan langsung dengan gelombang datang, mulai dari Sungai Muara Angke sampai dengan Sungai Kamal Muara.Sehingga
mangrove itu langsung bersentuhan dengan gelombang yang datang dan memiliki ketebalan mangrove yang mewakili. Tabel 3. Stasiun 3, 4 dan 5
terletak di tengah tengah hutan lindung. Lokasi stasiun 3, 4, dan 5 terletak pada ordinat seperti terlihat pada Gambar 12.
Tabel 2 Pengukuran dan pengumpulan data penelitian Data
Variabel Yang Diukur
Metode Alat
Sumber Data
Mangrove Struktur
Komunitas Mangrove
Transek Kuadrat
Peralatan Transek
Insitu Analisis
Citra Mangrove
Identifikasi Mangrove
Visual Buku
Panduan Bengen
2004, Noor Etal 2006
Osenografi fisik Pasang Surut Admiralty
Peralatan Pasut
DISHIDROS Osenografi fisik Gelombang
Perekaman Alat Ukur
Gelombang Insitu
Osenografi fisik Arus Pengukuran
Current Meter
Insitu Osenografi fisik Bathymetri
Pustaka ODV Ocean
Data View DISHIDROS
Spasial Citra Satelit
Citra QuickBird
BTICLAPA N
Spasial Peta Rupa Bumi
Indonesia, Peta Wilayah
Administrasi, Topografi
PETA Bakorstanal,
Bappeda
Spasial Posisi
Pengukuran GPS
Insitu
Gambar 11 Lokasi ordinat penelitian pada Stasiun 1 dan 2
Sumber : Google Earth
Gambar 12 Lokasi ordinat penelitian pada Stasiun 3,4, dan 5
Sumber : Google Earth
Tabel 3 Ketebalan mangrove Avicennia marina masing-masing stasiun
Stasiun Ordinat
Ketebalan Mangrove
m Observasi
1 S : 6°31.70
E : 106°4337.70 30
Posisi di dekat Sungai Muara Kamal. Mangrove A.marina ini terlihat tumbuh
dengan subur. Mangrove yang ada tumbuh dalam kelompok kecil. Tidak
ada sesuatu apapun yang menjadi penghalang bagi gelombang datang.
Ketebalan mangrove pada Sta 1 berkisar 60m -70m dan Sta 2 berkisar
40m-50m. Ketebalan mangrove hanya pada ketebalan 30m untuk Sta 1 dan 10
m untuk Sta 2 yang pada saat surut masih tergenang air kurang lebih 70
cm. 2
S : 6° 533.10 E : 106°4338.10
10
3 S : 6° 613.70
E : 106°4533.50 20
Ke 3 stasiun mangrove itu tidak terhalang oleh suatu apapun sehingga
bebas bertemu ombak gelombang. Ketebalan mangrove pada Sta 3, 4 dan
5 relatif sama, 40m - 50m. Mangrove A. marina terlihat subur dengan kondisi
perairan yang terlihat banyak sampah dan lumpur. Posisi ketebalan mangrove
yang pada saat surut masih tergenang air adalah 20m untuk Sta3. Sta 4
ketebalan 15m dan Sta 5 ketebalan 5m. Sta 4 dan 5 mangrove nya membentuk
rumpun sendiri. 4
S : 6° 613.40 E : 106°4536.50
15 5
S : 6° 613.60 E:106°4538.83
5
3.6 Metode Penelitian Mangrove dan Pengambilan Data
Analisis vegetasi mangrove merupakan studi untuk mengetahui kerapatan, kepadatan, komposisi dan strukturnya. Dalam kegiatan-kegiatan penelitian di
bidang ekologi mangrove seperti halnya pada bidang-bidang ilmu lainnya yang bersangkut paut dengan sumber daya alam dikenal dua jenistipe pengukuran
untuk mendapatkan informasidata yang diinginkan. Kedua jenis pengukuran tersebut adalah pengukuran yang bersifat merusak destruktive measure dan
pengukuran yang tidak merusak non destructive measure. Untuk keperluan penelitian agar hasil datanya dapat dianggap sah valid secara statistika,
penggunaan kedua jenis pengukuran tersebut harus menggunakan satuan contoh sampling unit, apabila bagi seorang peneliti yang mengambil objek hutan
mangrove dengan cakupan areal yang luas. Dengan sampling seorang penelitisurveyor dapat memperoleh informasidata yang diinginkan lebih cepat
dan lebih teliti dengan biaya dan tenaga lebih sedikit bila dibandingkan dengan inventarisasi penuh metode sensus pada anggota suatu populasi.
Supaya data penelitian yang akan diperoleh bersifat valid, maka sebelum melakukan penelitian dengan metode sampling kita harus menentukan terlebih
dahulu tentang metode sampling yang akan digunakann, jumlah, ukuran, dan peletakkan satuan satuan unit contoh. Pemilihan metode sampling yang akan
digunakan bergantung pada keadaan morfologi dan penyebarannya, tujuan penelitian dan biaya serta tenaga yang tersedia. Berdasarkan data pengukuran
pada unit contoh tersebut dapat diketahui jenis dominan dan kodominan, pola asosiasi, nilai keragaman jenis, dan atribut komunitas lainnya yang berguna bagi
pengelolaan hutan mangrove.
Dalam penelitian ini digunakan 2 metode pengumpulan data yaitu Transek-kuadrat dan spot-check.
Metode Transek-kuadrat
Metode ini dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus pantai, kemudian di atas garis tersebut ditempatkan kuadrat ukuran 10 x 10 m, jarak
antar kuadrat ditetapkan secara sistematis terutama berdasarkan perbedaan struktur vegetasi. Selanjutnya, pada setiap kuadrat dilakukan perhitungan
jumlah individual pohon dewasa, pohon remaja, anakan, diameter pohon, dan prediksi tinggi pohon untuk setiap jenis English et.al 1994 dan
Wantasen 2002.
Metode spot-check
Metode ini digunakan untuk melengkapi informasi komposisi jenis, distribusi jenis, dan kondisi umum ekosistem mangrove yang tidak teramati
pada metode transek-kuadrat. Metode ini dilakukan dengan cara mengamati dan memeriksa zona-zona tertentu dalam ekosistem mangrove yang memiliki
ciri khusus. Informasi yang diperoleh melalui metode ini bersifat deskriptif. Untuk mempermudah kegiatan analisis vegetasi hutan alam maka perlu
disiapkan bahan dan alat sebagai berikut : 1. Menetapkan ekosistem hutan alam pada berbagai formasi
2. Menyediakan peta lokasi, peta kerja dan atau peta penutupan lahan peta
penafsiran vegetasi 3. Tali plastik 60 m per regu
4. Alat ukur tinggi pohon seperti Haga meter atau chrysten meter 5. Alat ukur diameter pohon seperti : Diameter tape phi band atau pita
meter 100 cm 6. Meteran 10 m atau 20 m
7. Patok dengan tinggi 1 satu meter, dimana ujung bawah runcing dan ujung atas sepanjang 3 cm dicat merah putih
8. Tally sheet dan alat tulis menulis 9. Kompas dan pengenal jenis pohon
Setelah bahan dan alat yang diperlukan tersedia maka kegiatan di lapangan
dilakukan sebagai berikut : 1. Kegiatan analisis vegetasi dilakukan secara berkelompok. Kelompok ini
terdiri dari pembersih areal, penunjuk arah, pengukur pohon, pengenal pohon, dan pembawa perbekalan.
2. Menentukan lokasi jalur yang akan disurvei unit contoh di atas peta, panjang masing-masing jalur ditentukan berdasarkan lebar hutan dalam
survei ini panjang jalur 500 meter per regu. Jalur dibuat dengan arah tegak lirus kontur memotong garis kontur.
3. Membuat contoh unit jalur dengan disain seperti Gambar 13. 4. Mengidentifikasi jenis dan jumlah serta mengukur diameter DBH dan
tinggi tinggi total dan bebas cabang untuk tingkat tiang dan pohon. Sedangkan untuk tingkat semai dan panjang hanya mengidentifikasi jenis
dan jumlahnya saja. Data hasil pengukuran dicatat dalam tally sheet. Dalam kegiatan survei ini digunakan kriteria pertumbuhan sbb :
a. Semai adalah anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi 1,5
meter b. Pancang adalah anakan pohon yang tingginya 1,5 m dan diameter 7
cm c. Tiang adalah pohon muda yang diameternya mulai 7 cm sampai
diameter 20 cm d. Pohon adalah pohon dewasa berdiameter 20 cm
Gambar 13 Disain unit contoh vegetasi
Sumber: KLH 2004
Keterangan : a. Petak contoh semai 2 m X 2 m
b. Petak contoh tiang 10 m X 10 m c. Petak contoh pancang 5 m X 5 m
d. Petak contoh pohon 20 m X 20 m Khusus untuk hutan manggrove petak contoh pohon dan tiangnya 10 X 10 m.
Kriteria baku dan pedoman penentuan kerusakan mangrove menggunakan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor : 201 tahun 2004, yaitu dapat
dilihat pada Tabel 4.