Pembuatan Peta Sebaran Mangrove

 Setelah proses pendigitan selesai, lakukan pemblockanpewarnaan pada seluruh area hutan mangrove yang telah diplotting sebelumnya dengan menggunakan warna tertentu untuk membedakan berdasarkan klasifikasinya. Sehingga akan mempermudah penyampaian informasi saat pembacaan peta situasi kawasan penelitian. Gambar 24 Proses pewarnaan hasil digitasi hutan mangrove berdasarkan klasifikasinya  Setelah proses pewarnaan selesai, pisahkan hasil dari proses plottingdigitasi hutan mangrove yang telah diwarnai tersebut menjadi bagian tersendiri. Gambar 25 Hasil pendigitan kawasan hutan mangrove setelah dipisah B. Proses Digitasi Wilayah Daratan  Insert picture hasil pencitraan pada google map kedalam autocad untuk kemudian dilakukan pendigitan menyesuaikan keadaan aslinya Gambar 26 Digitasi wilayah daratan Pantai Indah Kapuk C. Proses Penggabungan Hasil PlottingDigitasi Kawasan Hutan Mangrove dan Wilayah Daratan Pada Zona Penelitian Pantai Indah Kapuk.  Setelah diperoleh hasil digitasi pada langkah sebelumnya, kemudian lanjutkan dengan melakukan proses penggabungan antara hasil plottingdigitasi kawasan hutan mangrove dan wilayah daratan pada zona penelitian Pantai Indah Kapuk yang terpisah sebelumnya. Namun penggabungan ini harus memperhatikan koordinat UTM agar didapat hasil yang sesuai dengan kondisi aslinya. Gambar 27 Penggabungan hasil plotting wilayah daratan dan kawasan hutan mangrove Pantai Indah Kapuk 6. Tentukan Titik Koordinat pada Google Earth dengan cara menjalankan Program Google Earth dan ambil titik koordinat untuk dijadikan starting point penentuan koordinat UTM pada Auto CAD. Gambar 28 Titik koordinat yang didapat dari Google Earth Sumber : Google Earth 7. Tentukan Titik Koordinat UTM dengan menggunakan Program The World Coordinat Converter dengan cara melakukan convert koordinat Geografis ke dalam koordinat UTM dengan menggunakan bantuan Program The World Coordinate Converter yang dapat diakses melalui alamat situs http:twcc.free.fr. Gambar 29 Tampilan coordinate converter Sumber : http:twcc.free.fr. Dari Program The World Coordinate Converter tersebut menunjukan bahwa wilayah yang dijadikan zona penelitaian ini termasuk ke dalam Zona 48 belahan bumi bagian selatan Zona 48 S. Gambar 30 Tampilan coordinate converter Sumber : http:twcc.free.fr. 8. Setelah mendapatkan titik koordinat UTM, lakukan proses perletakan gambar dengan cara mengsuper infuskan koordinat UTM yang sudah didapat ke dalam gambar pada Program Auto CAD. Gambar 31 Proses perletakan gambar sesuai koordinat UTM-nya Gambar 32 Proses perletakan gambar sesuai koordinat UTM-nya 9. Buat Peta Situasi Kawasan Penelitian A. Setelah koordinat UTM didapatkan, dengan berpatokan pada koordinat UTM tersebut dihasilkanlah koordinat peta. Setelah itu, buat garis koordinat, kop peta, legenda, keterangan peta dan lain-lain sebagainya, sehingga terciptalah sebuah Peta Situasi Kawasan Penelitian yang memenuhi kaidah Kartografi. Gambar 33 Proses akhir pembuatan peta situasi B. Sedangkan untuk luasan mangrove dapat dihitung dengan cara mengklik Polyline dalam peta situasi kawasan penelitian pada Auto CAD. Kemudian klik kanan pada mouse dan pilih Properties. Pada Bar Properties lihat bagian Geometry dan pilih Area luasan. Nilai pada Area luasan tersebut menunjukan nilai dari luasan mangrove. Gambar 34 Contoh hitungan luasan mangrove dengan Auto CAD

3.8 Metode Penelitian dan Pengambilan Data Oseanografi Fisik

Tahapan persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting dengan tujuan mengefektifkan waktu dan pekerjaan. Adapun tahapan tersebut meliputi: 1. Studi pustaka mengenai masalah yang berhubungan dengan mangrove, morfologi pantai, hidro oseanography, dan penurunan energi gelombang serta pengelolaan pesisir. Terkait dengan data data sekunder yang dibutuhkan pun harus diinventarisasi terlebih dahulu. 2. Menentukan kebutuhan data, baik data vegetasi mangrove morfologi pantai dan hidro oseanografi. Ini terkait data primer maupun sekunder. 3. Penelusuran alat ukur gelombang yang akan digunakan 4. Pengadaan persyaratan administrasi. 5. Mendata instansi yang akan dijadikan narasumber. 6. Survey ke lokasi untuk mendapatkan gambaran umum kondisi lapangan. Tahapan persiapan harus cermat untuk menghindari pekerjaan yang berulang sehingga tahap pekerjaan menjadi tidak optimal. Pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mengukur gelombang yang terjadi pada saat akan bertemu mangrove dan setelah meninggalkan mangrove. Pengambilan data gelombang pada penelitian ini di fokuskan pada peredaman gelombang yang terjadi pada mangrove A marina yang ada di lokasi penelitian yaitu Pantai Indah Kapuk, Jakarta. Akan di lihat besarnya rambatan gelombang sebelum dan sesudah melewati mangrove tersebut. Hal itu di ilustrasikan pada gambar 35. Ilustrasi pada Gambar 35 memperlihatkan proses pengukuran gelombang pada mangrove. Tahapan yang dilakukan dalam melakukan pengambilan dan pengolahan data gelombang tersebut di atas adalah sebagai berikut: 1. Persiapan dilakukan mulai dari, ordinat stasiun, peralatan yang digunakan, transportasi, teknisi, tenaga lapangan serta bahanperalatan cadangan dan juga peralatan K3. 2. Pra survey dilakukan terlebih dahulu bersama sama dengan teknisi alat ukur gelombang. 3. Penentuan waktu pelaksanaan. pengamatan dan observasi ditetapkan mulai dilaksanakan pada tanggal 18 Mei 2013 sampai dengan 22 Mei 2013. 4. Data yang di ambil per stasiun dengan durasi minimal 12 jam. 5. Pelaksanaan pengukuran. Alat yang digunakan adalah Seabird SBE26 sebanyak 2 buah. Teknisi dan 2 orang tenaga lapangan yang akan melakukan pemasangan alat itu. Tahapan pengukuran sebagai berikut: a. Setting alat ukur SBE26 dan control pencatatan data. Dilakukan oleh teknisi. Alat yang digunakan adalah milik DISHIDROS Angkatan Laut. b. Lakukan percobaan alat. Sampai benar benar alat berfungsi. c. Melakukan set up peralatan agar alat dapat langsung dipasang. d. Menggunakan perahukapal, menuju stasiun pengamatan. e. Pemasanganpenempatan alat ukur SBE26 di bagian depan mangrove dan di belakang mangrove. Gambar 35 Proses pengambilan data gelombang pada mangrove Avicennia marina f. Alat melakukan pengukuran, penyimpanan data. g. Pengambilan alat kemudian melakukan upload data hasil pengukuran gelombang. h. Kemudian persiapan kembali pengukuran gelombang ke stasiun berikutnya. Berikut foto pelaksanaan pengukuran pada gambar 36. Gambar 36 Foto pelaksanaan pengukuran gelombang 6. Data yang didapatkan dilakukan simulasi dan kompilasi dari fungsi alat itu sendiri sehingga didapatkan data mentah RAWDATA. 7. Lakukan pengolahan dan analisa data gelombang masing masing stasiun Ekosistem mangrove merupakan ekosistem unik yang tumbuh pada daerah peralihan laut dan darat diatas substrak lumpuh. Kondisi tersebut telah menempatkan ekosistem ini menjadi sangat penting dalam peran ganda melalui aspek ekologis, sosial-ekonomi dan fisik perlindungan daerah pesisir. Aspek perlindungan garis panatai atau daerah pesisir ini, peneliti terfokuskan pada peredamanpenurunan gelombnag oleh mangrove A marina. Pada Gambar 37 dapat mengilustrasikan proses peredaman penurunan gelombang. KemiringanBathimetri KetebalanLuasan AkarKerapatan Mangrove Ha d kedalaman Hb Batang Mangrove Alat Ukur Gelombang Alat Ukur Gelombang Gambar 37 Proses peredamanpenurunan gelombang oleh mangrove Kerapatan vegetasi mangrove menjadi penentu peredaman gelombang. Untuk itu akan dilakukan perhitungan perhitungan dan simulasi agar dapat melihat berbagai hubungan dengan jenis mangrove tersebut. Dari gambar di atas, faktor batimetri, kedalaman air, tinggi gelombang, lebarjarak perambatan gelombang, faktor mangrove secara keseluruhan merupakan faktor yang saling terkait yang menjadi penentu peredaman gelombang. Gelombang dapat dicirikan oleh ketinggian gelombang H yang dua kali amplitudo mereka a, panjang gelombang L jarak dari puncak ke puncak atau palung ke palung, dan kecuraman mereka, didefinisikan sebagai H L seperti yang ditunjukkan pada Gambar 38. Park 1999; Masselink et al. 2011: Mc Ivor et al. 2012. Waktu antara dua puncak berurutan melewati suatu titik tertentu disebut periode T dan jumlah puncak atau lembah melewati titik tertentu dalam waktu tertentu dikenal sebagai frekuensi f. Bentuk gelombang sinusoidal yang ditunjukkan pada Gambar 38 merupakan, ideal monokromatik frekuensi tunggal gelombang. Pada kenyataannya, gelombang bervariasi tingginya dan panjang, dan gelombang laut yang biasanya terdiri dari banyak komponen gelombang dengan frekuensi yang berbeda dan amplitudo. Sebuah spektrum gelombang dapat digunakan untuk menggambarkan campuran ini Park 1999; Masselink et al. 2011.. Untuk menandai gelombang sebenarnya, ketinggian gelombang signifikan H ⅓ atau Hs sering digunakan, yaitu dihitung sebagai ketinggian rata-rata tertinggi satu-sepertiga dari semua gelombang yang terjadi dalam periode waktu tertentu Park 1999. Energi rambatan gelombang, bukan perairan, di seluruh ruang. Sementara air itu sendiri bergerak orbitally Gambar 39, gelombang merambat horizontal, membawa energi gelombang. Energi dari gelombang monokromatik berkaitan dengan kuadrat dari tinggi badan nya: di mana E adalah energi per satuan luas permukaan Jm2, H adalah tinggi gelombang meter, ρ adalah densitas air kgm3 dan g adalah percepatan gravitasi ms2 Dean and Dalrymple 2002. Tingkat di mana energi disediakan di lokasi tertentu misalnya pantai disebut tenaga ombak, atau fluks energi, yang merupakan produk dari energi gelombang E dan gelombang kelompok kecepatan cg Park 1999. Redaman gelombang terjadi ketika gelombang kehilangan atau menghilangkan energi, yang mengakibatkan pengurangan tinggi gelombang Park 1999. Gambar 38 Vertikal profil gelombang laut ideal monokromatik, menunjukkan dimensi linear dan bentuk sinusoidal S umber : Park, 1999 Ketika gelombang angin mendekati pantai, perubahan pada kedalaman yang menyebabkan gelombang dangkal yaitu mereka meningkatkan ketinggian, mempertahankan periode gelombang mereka tetapi semakin curam. Memajukan Puncak gelombang diperlambat lebih dari puncak berikutnya sampai pada titik tertentu, gelombang istirahat ke pantai, menghamburkan energi dalam gelombang. Gelombang menjadi kedalaman terbatas ketika kedalaman air kira- kira setengah panjang gelombang dari gelombang. Pada titik ini, gerakan yang berosilasi dari perubahan air dari osilasi melingkar untuk elips osilasi. Sebagai kedalaman yang terbatas gelombang mendekati pantai sebelum pemecahan, satu-satunya kekurangan energi terjadi melalui gesekan bawah. Dengan tidak adanya vegetasi atau substrat yang tidak rata dan dengan adanya proses shoaling yang meningkatkan tinggi gelombang, bagian bawah gesekan atas alas halus substrat biasanya tidak cukup untuk menyebabkan penurunan bersih tinggi gelombang yaitu redaman gelombang. Adanya hasil vegetasi dalam gaya gesek yang sangat meningkatkan redaman gelombang dibandingkan dengan alas halus. Gambar 39 Gerakan air dalam gelombang. a gerakan Circle osilasi ketika gelombang tidak kedalaman yang terbatas. b gerak osilasi elips dalam gelombang yang kedalaman terbatas. Sumber : Anderson et al. 2011 Vegetasi mangrove menyebabkan redaman gelombang karena bertindak sebagai hambatan untuk aliran air berosilasi di gelombang, menciptakan hambatan: sebagai air mengalir di sekitar vegetasi mangrove, ia harus mengubah arah dan melakukan pekerjaan terhadap gesekan bakau permukaan. Ini menghilangkan sebagian energi gelombang, sehingga mengurangi tinggi gelombang. Tingkat reduksi tinggi gelombang r per satuan jarak dalam arah rambat gelombang didefinisikan sebagai pengurangan tinggi gelombang ΔH sebagai proporsi dari tinggi gelombang awal H selama jarak jauh Ax dilalui oleh gelombang Mazda et al. 2006.: Satuan rmeter atau m-1. Sebagai contoh, jika tinggi gelombang berkurang sebesar 1 lebih dari jarak 1 m, maka r = 0,01 m. di mana Ho adalah gelombang peristiwa ketinggian cm dan Hx adalah tinggi gelombang cm setelah gelombang memiliki meter x perjalanan Mazda et al. 2006. Sebuah persamaan yang sama dapat diturunkan dari teori gelombang Han Winterwerp, pers comm.: Di mana, ki adalah jumlah gelombang khayal. Bila angka ini negatif, gelombang ini sedang teredam yaitu mereka mengurangi ketinggian, sedangkan jika angka ini adalah positif, peningkatan ukuran gelombang. Dari hasil analisa tersebut akan dicari hubungan antara beberapa variabel vegetasi mangrove terukur dengan variabel gelombang, yang menjadi faktor peredam gelombang. Faktor peredam gelombang yang didapatkan kemudian dijadikan basis dalam perencanaan bangunan tepi pantai. Konsep perencanaan bangunan tepi pantai yang ramah lingkungan dengan memadukan jasa peredaman ekosistem mangrove A.marina sebagai basis dalam reformasi Eko Teknik Pantai akan didapatkan dengan membuat disain pengelolaan terpadu kawasan pesisir dan laut. 3.9 Metode Disain Konstruksi Bangunan Tepi Pantai Berbasiskan Ekosistem mangrove Tahapan disain ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut: 1 adanya data morfologi pantai yang baik, karena dengan dasar itulah perencanaan akan di mulai dengan menarik garis dasar gambar disain. Data morfologi pantai itu adalah bathimetri, kedalaman tanah keras, besaran gelombang perencanaan juga besaran arus dengan mencari yang optimum, 2 memetakan kawasan yang mana saja dapat di gunakan dalam proses pekerjaan konstruksi serta sejauh mana wilayah mangrove yang tidak boleh tersentuh oleh apapan termasuk pencemaran dari konstruksi yang dapat mangrove rusak. Mangrove menjadi dasar bagi perencanaan bangunan tepi pantai sebagai sabuk pantai terhadap bangunan, 3 perpaduan pemetaan wilayah konstruksi dan wilayah mangrove sehingga terlihat jelas batasannya. Dipertegas dengan konstruksi yang dapat melindungi mangrove dari proses pembangunan konstruksi tersebut. Mangrove tidak boleh rusak karena proses konstruksi itu berjalan, 4 pada tahap akhir setelah konstruksi selesai dibangun dana beroperasi maka akan ada bentuk siklus alur perairan dimana gelombang datang dan pergi, arus dan sedimentasi tidak mengganggu konstruksi dan juga mangrove. Untuk mempermudah dalam proses pembangunan itu dapat terkontrol dengan baik maka di buatkan siklus proyek dengan acuannya melindungi mangrove secara keseluruhan. Siklus jadi amat penting karena bila tidak disepakati dan tidak dijalankan secara prosedural yang sudah disepakati maka mangrove dan konstruksi tidak akan saling melindungi. Isi siklus itu sendiri tidak lazim karena di wajibkan membuat metode kerja yang bertugas melindungi mangrove selain juga mendukung proses pembangunan. Dengan demikian maka konstruksi hijau yang ramah lingkungan dapat tercapai. 3.10 Metode Disain Pengelolaan Terpadu Wilayah Pesisir dan Laut Berkelanjutan Berbasiskan Ekosistem mangrove dan Teknik Pantai Disain pengelolaan wilayah pesisir terpadu berkelanjutan yang akan di bahas pada penelitian ini berbasiskan pada apa yang menjadi ruang lingkup penelitian penulis yaitu Ekosistem Mangrove dan Teknik Pantai. Prinsip dasar dari pengelolaan terpadu wilyah pesisir dan lautan ICM adalah integrasi dan