penerapan dan monitoringevaluasi. Empat tahapan siklus pada Gambar 103 di jelaskan sebagai berikut perhatikan Gambar 102:
1. Tahap 1: Identifikasi awal ini menjadi hal penting sebelum dimulainya pekerjaan
perencanaan. Dilakukan langkah perencanaan umum, pra-studi kelayakan dan studi kelayakan. Kajian terhadap dampak yang akan terjadi dari
proses
pembangunan terhadap
ekosistem mangrove
wajib diperhitungkan. Pengumpulan informasi atau isu akan di lihat dari
berbagai macam konteks seperti politik, kelembagaan, sosial, ekonomi dan lingkungan.Identifikasi isu pengelolaan meliputi: mengidentifikasi
stakeholder utama dan kepentingannya, menilik potensi dan kondisi sumberdaya dan lingkungan pesisir, daya dukung ekosistem mangrove,
mengkaji isu-isu pesisir dan kelembagaan serta implikasinya, mengidentifikasi hubungan sebab-akibat antara kegiatan manusia, proses
alamiah dan kerusakan sumberdaya pesisir, memilih isu-isu penting yang akan menjadi fokus utama pengelolaan, merumuskan dan menyusun
tujuan pengelolaan pesisir.Keterlibatan pemerintah dari tingkat pusat, propinsi dan kota memainkan peranan penting di semua sektor dan isu
yang ada secara vertikal. Secara horizontal yaitu satuan kerja yang menjadi tupoksinya mulai dari awal sudah di libatkan serta pemangku
kepentingan yang bermain di kawasan pesisir tersebut. Hasil perhitungan pra study kelayakan dan study kelayakan inilah baik itu negatif atau
positif yang menjadi dasar diteruskan atau tidaknya pekerjaan dan proses pengelolaan.
2. Tahap 2: Terdapat2 kegiatan yaitu pra-perencanaan dan perencanaan. Secara
teknis bahwa disain yang ada sudah mencakup pekerjaan melindungi mangrove seperti dijelaskan dalam Siklus Proyek. Perencanaan program
juga melakukan penelitian ilmiah terhadap berbagai isu yang dipilih pada tahap 1 dengan melibatkan multi disiplin keilmuan, mendokumentasikan
kondisi awal mangrove yang akan dikelola, menyusun perencanaan pengelolaan dan kerangka kerja kelembagaan yang akan melaksanakan
program, mempersiapkan SDM dan kelembagaan pelaksanaan program, menguji strategi pelaksanaan program dalam skala kecil dan
melaksanakan program pendidikan dan penyadaran bagi masyarakat umum dan stakeholder.
3. Tahap 3: Tahapan implementasi atau penerapan atau pelaksanaan pekerjaan.
Langkah kegiatan yang dilakukan adalah pra-konstruksi, konstruksi dan pasca konstruksi. Pada tahapan ini adopsi program, adopsi teknologi dan
pendanaan telah mendapatkan persetujuan sehingga pekerjaan dan program dapat berjalan. Beberapa hal pelaksanaan program dilakukan
yaitu mekanisme koordinasi antar lembaga dan prosedur-prosedur resolusi konflik, pelaksanaan peraturan dan prosedur pengambilan
keputusan, penguatan kapasitas pengelolaan program, membangkitkan, mendorong atau meningkatkan partisipasi kelompok stakeholder utama,
menjaga agar prioritas program tetap berada dalam agenda publik dan memantau kinerja program dan kecenderungan yang terjadi pada
lingkungan sosial. Proses pengelolaan mangrove harus beriiringan dengan proses pembangunan. Pada tahapan satuan kerja dinas yang
terkait mulai berkerja. Bila sesuai peraturan perundang undangan pekerjaan ini masuk skala besar maka pemerintah pusat akan ikut
terlibat.
4. Tahap 4: Tahapan ini merupakan tahap monitoring dan evaluasi program meliputi
evaluasi pasca proyek serta berjalannya proses pengelolaan secara utuh. Pada tahapan ini merupakan kegiatan hampir berakhirnya pekerjaan
konstruksi sehingga sebelum ini berakhir dilakukan review dan evaluasi masing masing tahapan. Monitoring lanjutan dilaksanakan setelah mulai
pekerjaan secara periodik dan terjadwal baik ekosistem mangrove maupun kostruksi secara beriringan. Dilakukan proses pembelajaran
untuk menghadapi dampak dampak yang mungkin terjadi serta pelatihan pelatihan sebagai akibat berakhirnya pekerjaan pembangunan.
4.4.1 Kerangka Perencanaan Pengelolan Pesisir Terpadu
Sebelum dimulainya proses disain pengelolaan pesisir terpadu dibuat terlebih dahulu kerangka perencanaan pesisir. Kerangka ini melihat isu sentral
yang berpengaruh baik dari atas atau skala nasional maupun dari bawah atau skala lokal. Jenis kegiatan yang berpengaruh dalam proses jalannya pengelolaan
pesisir terpadu menjadi inti yang akan di kelola dengan mempetimbangkan konsep manajemen pesisir dengan mengkajinya dari sisi administrasi, ekologi,
ekonomi, sosial budaya serta politik dengan memperhatikan beberapa hambatan juga peluang yang akan terjadi Kay R dan Alder J 1999. Untuk itu penulis
membuat kerangka perencanaan pesisir seperti gambar 104.
Perencanaan pengelolaan kawasan pesisir coastal management planning dengan sendirinya merupakan instrumen yang penting untuk mengetahui
dinamika masyarakat pesisir terkait dengan pola pemanfaatan dan apresiasi terhadap sumberdaya pesisir dan lautan. Dengan adanya rencana pengelolaan
pesisir yang sistematis maka pengelolaan wilayah pesisir dan laut disuatu wilayah akan menjadilebih efisien untuk mencapai tujuan pembangunan wilayah
pesisir dan lautan. Salah satu prinsip dasar penyusunan rencana pengelolaan wilayah pesisir adalah prinsip keterpaduan dan prinsip aspiratif. Terpadu dalam
konteks pendekatan komprehensif yang memadukan antara dinamika sistem alam ecosystem dan sistem manusia human system, antara wilayah daratan
dan lautan, sedangkan aspiratif lebih pada pendekatan dari bawah, dimana proses perencanaan wilayah pesisir dan laut dilakukan dengan melibatkan
masyarakat pesisir sebagai subyek sekaligus obyek dari perencanaan itu sendiri Adrianto, 2005. Untuk itu identifikasi isu menjadi penting dengan melihat
aspirasi dan kondisi yang ada mulai dari atas ke bawah”top down” dalam skala nasional yaitu pencemaran, rusaknya ekosistem mangrove dan banjir. Isu dari
skala lokal atau dari bawah ke atas “bottom up” yaitu perubahan fungsi lahan, sedimen, penghasilan menurun dari sektor perikanan juga pencemaran dan
abrasi. Dari informasi isu tersebut akan dilakukan pengelolaan secara mendetail dengan melakukan langkah langkah yang lebih komprehensif.
Gambar 104. Kerangka Utama Perencanaan Pesisir Terpadu Fokus kegiatan yang akan dijadikan dasar pengelolaan pada penelitian ini
adalah terjaganya ekosistem mangrove dan proses pekerjaan bangunan tepi pantai yang ramah lingkungan. Kedua kegiatan ini yang menjadi basis dasar
pengelolaan dengan memperhatikan administrasi wilayah, ekonomi, sosial budaya serta politik. Kay R dan Alder J 1998 menyoroti mengenai tatanan
administratif pemerintah dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir. Dikemukakan bahwa suatu sistem pengelolaan tidak mungkin dapat bertahan
dalam jangka waktu yang lama apabila tidak ada administrasi yang bagus di dalamnya karena lingkup dan kompleksitas isu melibatkan banyak pelaku.
Kepentingan semua pihak yang terlibat dengan wilayah pesisir stakeholder perlu diatur melalui peraturan yang bertanggung jawab sehingga keberlanjutan
wilayah pesisir untuk masa mendatang dapat dijaga serta. Tatanan atau dimensi sosial budaya dan dimensi ekonomi menjadi tolak ukur keberhasilan
pengelolaan karena meningkatkanya kesejahteraan yang merata akan membuat meningkatknya interaksi sosial ke arah yang lebih bermartabat. Dimensi ekologi
akan terjaga keberlanjutannya dimana dimensi sosial budaya sudah masuk dalam kategori nyaman bagi manusia.
4.4.2 Keterpaduan Vertikal hirarki dan Horizontal antar sektor dalam
Pengelolaan Kawasan Pesisir dan lautan
Keterpaduan yang dimaksud dari Gambar 105 adalah keterpaduan dimana sebuah kegiatan menjadi wewenang pusat, propinsi atau kota secara vertikal dan
secara horizontal kegiatan itu menjadi tanggung jawab sektor yang terlibat sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang di atur dalam undang-undang.
Hubungan antar lembaga yaitu antara lembaga pemerintah dan stakeholder
Pembangunan Bangunan Tepi
Pantai dalam skala besar perlu dikaji
dari beberapa faktor yaitu Faktor
Wilayah Administratif yg
luas , Politis krn menjadi icon,
Ekonomi serta sosial dan budaya.
Hambatan dan peluang juga
bervariasi mulai dari Teknologi
Ramah lingkungan dan Pelanggaran
SOP
KERANGKA PERENCANAAN PESISIR
Jenis Kegiatan Pembanguna
n Bangunan Tepi Pantai
Rehabilitasi Ekosistem
mangrove Pembanguna
n 17 Pulau Great
SeaWall
Isu “TOP DOWN” Nasional Pencemaran, Rusaknya Ekosistem, Banjir
Isu “BOTTOM UP” Lokal Perubahan fungsi lahan, Sedimen, Penghasilan
Menurun dari sektor Perikanan, Abrasi, Pencemaran
terkait. Keterlibatan antar sektor dan antar tingkatan merupakan syarat untuk dapat menjamin secara hukum dan teknis keberlanjutan suatu pengelolaan.
Beberapa kegiatan berikut menggambarkan keterkaitan hubungan antar sektor dan lintas tingkatan Tabel 8:
Gambar 105. Contoh Beberapa Kegiatan Keterpaduan antar tingkatan dan antar sektor dalam pengelolaan terpadu pesisir dan lautan.
Keterlibatan instansi antar sektor dan antar tingkatan tentunya tahap demi tahap pekerjaan sangat berbeda yang bergantung pada jenis kegiatan dan waktu
pelaksanaan. Pada tahap satu dilakukan pengumpulan pendapat atau inisiasi oleh pemangku kepentingan yang bersifat study, penelitian serta analisa yang
menghasilkan laporan pra study kelayakan dan study kelayakan. Pengumpulan pendapat dimulai dari pihak pemrakarsa baik perorangan atau kelompok dengan
membentuk tim awal tanpa terlebih dahulu melibatkan pihak pemerintah secara langsung. Pada tahap ini kegiatan hanya bersifat horizontal saja tapi belum
melibatkan antar tingkatan. Pemangku kepentingan dibidang perikanan dan pesisir dari awal mulai dilibatkan. Hal ini dilakukan agar tidak terdengar pada
saat ada dampak muncul akan saling menyalahkan atau cuci tangan. Tujuan ditahap pertama adalah mendapatkan hasil pra study kelayakan dan study
kelayakan berupa rekomendasi baik buruknya, kelebihan dan kekurangan program kerja itu serta melihat peluang dan hambatan yang akan muncul serta
saran saran untuk antisipasi berbagai persoalan yang akan muncul. Pada tahap kedua maka keterlibatan pemerintah mulai ada yang sifatnya koordinasi dan
perencanaan awal. Bappeda, perekonomian, BPLHDlingkungan dan Perijinan mulai diajak duduk bersama dengan pemangku yang lain, bagaimanana konsep
program rencana kerja itu bisa diwujudkan disesuaikan dengan RTRW atau
Tabel 8 Beberapa Kegiatan yang Melibatkan Antar Sektor dan Antar Tingkatan
No Kegiatan
Item Pekerjaan Secara Vertikal
Antar Tingkatan Secara
Horizontal Antar Sektor
1 Kepelabuhanan
Perijinan Operasi,
Pelayaran Kementerian
Perhubungan Dinas
Perhubungan, Dinas PU, BPLHD
Perijinan Lokasi Dinas Tata Ruang
Teknis Operasi Kapal Dinas
Perhubungan, Syahbandar
Pembangunan Pelabuhan Kementerian
Perhubungan Dinas PU, Dinas
Pehubungan 2
Reklamasi Perijinan
Kementrian Perhubungan
Dinas PU, Dinas Perhubungan,
BPLHD Pelaksanaan pekerjaan
Dinas PU, Dinas Perhubungan
3 Mangrove
Perijinan Kementerian
Kehutanan Dinas Kehutanan
Rehabilitasi Mangrove Dinas Kehutanan,
Stakeholder 4
Gedung, Infrastruktur Perijinan
Kementerian Perumahan,
Kementerian PU,
BAPPENAS Dinas Perumahan,
Dinas PU,
BAPPEDA Pembangunan
Gedung, Jalan, dll
Dinas PU, Dinas Perumahan
Program Kerja pemerintah dilokasi pekerjaan. Proses kelengkapan perijian segera dilengkapi dan dilakukan beberapa kali presentasi masal atau sosialisasi
yang disepakati bersama dengan pihak pemerintah dan bukan pemerintah. Bila mendapatkan persetujuan dari semua pihak serta sepakat maka perencanaan
teknis dan non teknis dilakukan yang menghasilkan detail rencana serta metode kerja secara keseluruhan. Pada tahap ini bisa terlibat antar tingkatan bila
pekerjaan tersebut dalam lingkup yang besar. Perijinan memungkinkan sampai dengan tingkatan kementerian. Selanjutnya tahap ketiga merupakan tahapan
implementasi dari rencana yang dibuat. Tahapan ini merupakan proses pelaksanaan pembangunan dengan berdasarkan dari hasil perencanaan secara
keseluruhan. Isi rencana itu adalah saling melindungi serta saling menjaga kelestarian dan keberlanjutan antara ekosistem mangrove dengan konstruksi
yang ramah lingkungan. Tentu ini sudah masuk tahapan teknis yang sangat detail. Dinas teknis yang terlibat akan bekerja sebagai fungsi pengawasan dan
koordinasi. Dinas PU, Dinas Perhubungan dan lain lain terlibat antar sektor secara horizontal sedangkan Kementrian Perhubungan, Kementerian PU, secara
vertikal akan dapat berkoordinasi sesuai tupoksi masing masing sektor. Tahapan terakhir adalah tahapan monitoring yang sebenarnya sudah berjalan dari mulai
tahap awal hanya saja belum berupa badan tersendiri. Maka di tahap ini kontrol dan monitoring secara periodik dilakukan dan sesuai dengan SOP baik dari segi
lingkungan atau standar keamanan konstruksi. Leading sektor atau pemangku kepentingan dapat melakukan fungsi monitoring secara bersama sama untuk