28
1.4.3. Partai Politik dan Kelompok Kepentingan dalam Pilkada Langsung di Indonesia
Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah pilkada secara langsung merupakan tradisi politik baru di Indonesia yang diatur dalam UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah. Penyelenggaraan pilkada langsung di Indonesia sudah diselenggarakan
mulai Juni 2005. Namun, dalam evaluasinya menyimpan berbagai persoalan krusial diantaranya adalah dari aspek esensi pilkada langsung, permainan
kepentingan elit politik, dan problem legitimasi. Apabila disepakati bahwa demokrasi substansial terutama ditentukan oleh variabel kinerja dan akuntabilitas
para elit yang terpilih secara demokratis, maka optimisme bahwa pilkada menjanjikan pemimpin daerah yang lebih berkualitas dan bertanggung jawab –
dibandingkan oleh DPRD – mungkin belum terwujud. Haris misalnya melihat kepala daerah hasil pilkada diperkirakan akan dijepit oleh kepentingan politik
yang justru bisa mengancam kelangsungan agenda demokrasi, demokratisasi dan otonomi daerah itu sendiri. Kepentingan politik itu mencakup pertama,
kepentingan pemilik uang yang mendanai kebutuhan sang kepala daerah ketika calon menjadi calon dalam proses pilkada langsung. Kedua, kepentingan partai
politik dan kelompok kepentingan yang merasa berjasa telah menominasikan sang kepala daerah pada masa pencalonan ketika penyelenggaraan pilkada
50
. Permasalahan
kepentingan politik
dalam pilkada
langsung mengakibatkan produk pilkada belum tentu menjanjikan kualitas demokrasi lokal
dan tata pemerintahan daerah yang lebih baik. Karena itu, masyarakat lokal kelihatannya harus siap kecewa, bukan karena kepala daerah produk pilkada
belum tentu menjanjikan, melainkan juga karena terbatasnya ruang bagi publik di dalam format kebijakan desentralisasi yang baru. Orientasi pemerintah lokal
pemda dan DPRD dalam era pilkada langsung bukanlah pada aspirasi dan
50
Syamsuddin, Haris. 2005. Pilkada Langsung dan Masa Depan Otonomi Daerah di Indonesia. Dalam Jurnal Politika. Vol. 1 No. 1. Mei 2005. Jakarta: Akbar Tanjung Institute.
Universitas Sumatera Utara
29 kepentingan rakyat, tetapi cenderung akan bergerser untuk melayani
kepentingan elit yang oligarkis. Dari pendekatan kelembagaan, pelaksanaan pilkada langsung dapat
dilihat dari dua intitusi yang berperan dalam memainkan kepentingan politik di tingkat lokal yaitu partai politik parpol dan kelompok kepentingan. Setiap partai
politik memiliki kaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan beberapa kelompok kepentingan atau kelompok strategis lainnya, begitu juga
sebaliknya. Keterkaitan itu tentunya dilakukan untuk menjaring aspirasi rakyat atau masa pemilih konstituen, yang sangat beragam tuntutannya, dari masing-
masing parpol dan kelompok kepentingan. Dalam kaitan ini, Stewart menjelaskan banyak lembaga-lembaga otoritas lokal seperti partai politik dan kelompok
kepentingan mengembangkan berbagai forum untuk memberi penekanan tentang keberagaman untuk mengenal masyarakat lokal di satu wilayah.
51
Di Indonesia misalnya, kelompok kepentingan atau civil society dapat dijadikan
sebagai mediation group bagi parpol untuk melakukan pertemuan-pertemuan publik dalam berbagai bentuk.
Namun, di negara-negara berkembang, interaksi kedua institusi ini selalu berada dalam bingkai kepentingan elit yang menguasai partai politik dan
kelompok kepentingan. Secara teoritik kemacetan komunikasi politik antara elit dengan rakyat dapat dijelaskan dari karakterisitk elit politik lokal yang disebut
sebagai ”close knit power”, yaitu kekuasaan yang cenderung tertutup dan didominasi oleh sekelompok elit. Karena itu, kooptasi kekuasaan dilakukan oleh
segelintir elit penguasa. Penjelasan teori ini kemudian akan mendukung teori Sidel tentang bosisme yaitu rezim daerah selalu dilakukan oleh persekutuan
birokrat, bos-bos partai, pengusaha, militer, dan preman. Peranan parpol sangat berpengaruh dalam proses pilkada langsung.
Karena partai politik memiliki segenap fungsi seperti agregasi dan artikulasi kepentingan, pendidikan politik, kaderisasi, dan rekrutmen politik
52
. Peranan partai politik dalam pilkada langsung menjadi ukuran penting untuk menilai
51
James Stewart. “Op. Cit. hal. 51.
52
Penjelasan lebih lanjut lihat Maswadi Rauf. 2006. Partai Politik dan Sistem Kepartaian di Indonesia. Antara Kenyataan dan Harapan. dalam Jurnal Politika. Vol. 2 Nomor 2. 2006. Jakarta:
Akbar Tanjung Institut. hal. 12-13.
Universitas Sumatera Utara
30 keberhasilan partai politik melaksanakan fungsi-fungsi tersebut sehingga dapat
menjadi pertanda adanya parpol modern. Demokrasi memberikan fungsi-fungsi tersebut agar parpol dapat menjalankan peran perantara dalam hubungan state
dan society.
53
Dalam pilkada langsung fungsi rekrutmen parpol sangat berperan. Dalam UU No. 322004 menempatkan parpol sebagai pemegang peranan
penting untuk melakukan fungsi rekrutmen politik dalam pemilihan kepala daerah
54
. Artinya, bahwa undang-undang tersebut menganut paradigma modernisme partai, yakni bahwa seleksi kepemimpinan pejabat publik
dikendalikan melalui mekanisme partai politik sebagaimana terbukti berjalan dengan sangat baik di Amerika Serikat, Inggris maupun Australia.
55
Dalam pasal 59 diatur bahwa pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik, dan wajib membuka kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon yang memenuhi syarat dan
selanjutnya memproses bakal calon melalui mekanisme yang demokratis dan transparan, yakni dengan memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat.
Jika menggunakan kriteria ini, maka seharusnya parpol dalam proses rekrutmen harus mengedepankan asas akseptabilitas dan kredibilitas.
Akseptabilitas menyangkut tentang kemampuan seorang pemimpin dalam menguasai sumber daya politik yang menjadi basis bagi kegiatannya, baik
secara legal maupun aktual. Di Indonesia misalnya parlemen parpol, kelompok Islam, pelaku usaha, LSM. Sedangkan kredibilitas menyangkut tentang
komitmen, kejujuran dan kepercayaan, keberanian, kemauan untuk bertanggung jawab atas kemauannya, ketenangan batin, keahlian, keterampilan dan
profesionalitas.
56
Tugas partai politik itu kemudian adalah memunculkan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memenuhi syarat akseptabilitas serta
kredibilitas melalui fungsi rekrutmennya. Fungsi tersebut dapat dijalankan oleh
53
Ibid. hal. 14-15.
54
Lihat ketentuan Pasal 59 Ayat 2 UU No. 322004. Peraturan ini akan direvisi karena keputusan dari Mahkamah Konstitusi yang membenarkan calon independen ikut dalam pilkada langsung.
Pada saat tulisan ini dibuat revisi tersebut masih dalam proses pembahasan.
55
Teguh Yuwono. 2004. “Pandangan Politik: Pilkada Langsung dan Kesejahteraan”. Makalah. Diskusi Publik Pilkada Langsung dan Kesejahteraan FISIP Undip-Kesbanglinmas Jateng.
56
Rian N. Dwidjowijoto. 2001. Reinventing Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Universitas Sumatera Utara
31 partai politik dengan sangat baik, jika partai tumbuh menjadi parpol modern
57
sehingga yang dicalonkan adalah yang terbaik dari alternatif calon yang ada, mereka dipilih melalui seleksi yang ketat berdasarkan kriteria meritokrasi. Parpol
harus sadar untuk bisa memenangkan hati pemilih, maka yang dicalonkan harus mampu menjual program serta ketokohan yang berpengalaman.
Selain partai politik, pengaruh kelompok-kelompok kepentingan interest group dalam pilkada tidak bisa diabaikan begitu saja. Interaksi politik dalam
pilkada itu dilakukan tidak terlepas dari hubungan kepentingan dengan tujuan yang saling menguntungkan, baik dengan pemerintah maupun dengan lembaga
perwakilan. Dalam setiap sistem politik selalu muncul berbagai kepentingan dalam masyarakat. Kepentingan tersebut bisa saja berbeda satu sama lainnya
atau memiliki karakteristik yang sama. Kelompok-kelompok kepentingan merupakan organisasi-organisasi resmi
yang berupaya mencapai tujuan-tujuan mereka dengan mencoba mempengaruhi kebijakan publik. Bahwa orang-orang yang tergabung dalam kelompok-kelompok
kepentingan secara aktif melakukan lobi kepada lembaga pemerintahan termasuk kepada lembaga perwakilan rakyat. Dalam proses demokrasi,
keberadaan kelompok-kelompok kepentingan ini dianggap sangat penting, karena masyarakat dapat mengkomunikasikan aspirasi, harapan, dan
kebutuhannya melalui mereka, yang selanjutnya disampaikan kepada pihak- pihak yang berwenang
58
. Artinya bahwa membuat akses atau menguasai instiusi formal dalam politik lokal sangat penting bagi kelompok kepentingan.
Dalam pilkada langsung kelompok kepentingan berupaya agar setiap kebijakan pemerintah nantinya menampung aspirasi mereka dengan cara
mempengaruhi kepala daerah secara persuasif. Hubungan antara kelompok kepentingan dengan kepala daerah tidak terlepas dari hubungan kepentingan
dengan tujuan saling menguntungkan antara kedua belah pihak. Kelompok kepentingan dapat menjadi faktor pendukung dan masukan input pembanding
dalam proses sistem politik lokal, sehingga input politik tidak didominasi oleh
57
Tentang parpol modern lihat Maswadi Rauf. Op. Cit. hal 14-17.
58
Laode Ida. ”Good Governance Pelayanan Aspirasi Politik DPRD”. Jurnal PSPK. Edisi I, Februari 2002
Universitas Sumatera Utara
32 local authority. Namun, keberadaan kelompok kepentingan juga bisa berdampak
kurang menguntungkan bagi sistem politik lokal. Pola hubungan antara kelompok kepentingan dengan local authority kepala daerah menurut Stoker, berlangsung
dalam bentuk negosiasi, persuasi, manipulasi, regulasi dan paksaan. Peran kelompok kepentingan dalam pilkada langsung sangat kuat, mereka memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi keputusan dan memiliki orang-orang yang khusus melakukan lobi.
59
Dalam kaitannya dengan studi ini, hubungan kelompok kepentingan dengan partai politik dalam pilkada langsung tersebut membantu menjelaskan
bahwa terdapat beberapa kepentingan ekonomi dan politik dalam pelaksanaan desentralisasi. Kelompok kepentingnan yang dimaksud adalah organisasi
pemudapreman Pemuda Pancasila, IPK, dan FKPPI yang memiliki kaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan pilkada langsung
tahun 2005 di kota Medan. Seperti yang disebutkan oleh Stoker bahwa interaksi antara kelompok kepentingan dengan partai politik dapat dilakukan dalam bentuk
persuasi dan paksaan. Karena itu, studi ini juga akan melihat kepentingan-kepentingan yang
melekat pada partai politik yang didukung oleh organisasi pemuda dalam proses pilkada langsung tahun 2005 di kota Medan. Kepentingan-kepentingan tersebut
tentunya akan diketahui dan dilihat dari elit-elit yang berperan dalam mengambil keputusan selama proses pilkada langsung tahun 2005 di kota Medan. Jika
dilihat dari kategori elit, yang telah dibahas di bagian terdahulu, maka elit turut berperan dalam memainkan kepentingan mereka pada institusi formal dalam
desentralisasi.
1.4.4. Kelompok Elit dalam Politik