32 local authority. Namun, keberadaan kelompok kepentingan juga bisa berdampak
kurang menguntungkan bagi sistem politik lokal. Pola hubungan antara kelompok kepentingan dengan local authority kepala daerah menurut Stoker, berlangsung
dalam bentuk negosiasi, persuasi, manipulasi, regulasi dan paksaan. Peran kelompok kepentingan dalam pilkada langsung sangat kuat, mereka memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi keputusan dan memiliki orang-orang yang khusus melakukan lobi.
59
Dalam kaitannya dengan studi ini, hubungan kelompok kepentingan dengan partai politik dalam pilkada langsung tersebut membantu menjelaskan
bahwa terdapat beberapa kepentingan ekonomi dan politik dalam pelaksanaan desentralisasi. Kelompok kepentingnan yang dimaksud adalah organisasi
pemudapreman Pemuda Pancasila, IPK, dan FKPPI yang memiliki kaitan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan pilkada langsung
tahun 2005 di kota Medan. Seperti yang disebutkan oleh Stoker bahwa interaksi antara kelompok kepentingan dengan partai politik dapat dilakukan dalam bentuk
persuasi dan paksaan. Karena itu, studi ini juga akan melihat kepentingan-kepentingan yang
melekat pada partai politik yang didukung oleh organisasi pemuda dalam proses pilkada langsung tahun 2005 di kota Medan. Kepentingan-kepentingan tersebut
tentunya akan diketahui dan dilihat dari elit-elit yang berperan dalam mengambil keputusan selama proses pilkada langsung tahun 2005 di kota Medan. Jika
dilihat dari kategori elit, yang telah dibahas di bagian terdahulu, maka elit turut berperan dalam memainkan kepentingan mereka pada institusi formal dalam
desentralisasi.
1.4.4. Kelompok Elit dalam Politik
Perubahan yang terjadi di tingkat lembaga-lembaga politik lokal tentunya memiliki implikasi terhadap eksistensi elit yang sedang berkuasa dan kelompok-
kelompok yang ingin melakukan perubahan. Untuk melihat keterlibatan elit
59
Garry, Stoker. 1991. The Politics of Local Government. Second Edition. London: The MacMillan Press Ltd Houndmills. Besing Stoke. Hampshir.
Universitas Sumatera Utara
33 organisasi pemudapreman di kota Medan – sebagai bagian kelompok penguasa
lama dalam menguasai perangkat lembaga politik lokal seperti partai politik lokal, DPRD, dan eksekutif yang baru – maka akan dikemukakan pandangan dari
Moska dan Bottomore. Keduanya berpendapat tentang dinamika perputaran yang terjadi di kalangan elit. Perputaran ini mengacu pada proses di mana
individu-individu berputar di antara elit dan nonelit ataukah mengacu pada proses di mana elit satu digantikan oleh elit yang lain. Teori ini menjelaskan bahwa
dalam situasi lingkungan sekitar yang berubah, baik secara ekonomi dan politik, setiap elit akan berusaha mempertahankan eksistensinya sebagai kelompok
yang berkuasa dan menduduki posisi-posisi komando serta berhak dalam memutuskan suatu persoalan.
Dalam konteks demikian, Moska misalnya menerangkan bahwa perputaran elit terjadi akibat adanya kondisi sosial dari karakteristik individu elit
tersebut. Menurut Moska lebih dari apapun tradisi dan lingkungan menjadi sesuatu yang membuat mereka terus berada pada strata tertentu dalam
masyarakat.
60
Artinya, bahwa Mosca dan orang-orang yang sepemikiran dengannya seperti Pirene dan Schumpeter melihat kelompok sosial baru dapat
terbentuk atau yang lama bertahan akibat adanya perubahan ekonomi, politik atau kultural. Bagi mereka yang menjalani aktivitas yang sangat vital untuk
masyarakat luas cenderung akan bertahan dalam posisi yang kuat, sehingga pada saatnya bisa membuat atau ikut dalam perubahan sistem politik dan
struktur sosial secara keseluruhan.
61
Dalam penelitian ini, teori Mosca tersebut secara khusus akan memberi perhatian elit-elit yang berperan dalam organisasi
pemudapreman dalam konteks perubahan politik lokal yang terjadi di Indonesia. Sehingga pembahasan ini akan mengarah pada apa yang harus dan telah
dilakukan oleh elit-elit tersebut untuk mempertahankan eksistensi mereka dalam satu perubahan politik.
Bottomore sendiri, dalam konteks elit, lebih operatif untuk melihat eksistensi elit dalam perubahan ekonomi, sosial, dan politik. Bottomore memberi
perhatian pada peran intelektual, manajer, dan birokrat. Dari ketiga profesi
60
Mosca, sebagaimana ditulis oleh T.B. Bottomore. 2006. Elite dan Masyarakat. terjemahan. Jakarta: Akbar Tanjung Institut. hal. 68.
61
Ibid. hal. 72.
Universitas Sumatera Utara
34 tersebut, menurut Bottomore, tidak satu pun yang dapat membentuk elit
kekuasaan secara independen. Sebesar apapun kekuatan mereka membuat kebijakan, mereka pada akhirnya tetap tunduk pada kontrol otoritas politik dan
konflik antar partai. Di negara demokratis, kontrol merupakan salah satu alat yang membuat
mekanisme demokrasi menjadi efektif.
62
Kontrol yang dimaksud adalah seperangkat nilai baca: ideologi dalam bentuk konsep atau program yang
diajukan oleh kelompok-kelompok fungsional tersebut agar bisa dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan politik. Pendekatan Bottomore dapat dijadikan
sebagai dasar bahwa kelompok-kelompok elit yang tergabung dalam organisasi- organisasi harus masuk dalam otoritas politik seperti partai politik dan legislatif.
Ini merupakan bentuk penerapan dari konsep demokrasi. Dalam studi ini, akan dilihat bahwa eksistensi organisasi pemudapreman
itu akan tetap ada jika mereka masuk ke dalam otoritas politik yang ada seperti partai politik dan legislatif. Karena sesunggunya kelompok-kelompok fungsional
tersebut selalu bergabung dengan kelompok kepentingan atau partai politik dan justru bisa kedua-duanya untuk mendapatkan kekuasaan politik. Dalam konteks
studi ini, yang dimaksud dengan kelompok kepentingan adalah organisasi pemudapreman. Sedangkan kelompok fungsional itu adalah orang-orang yang
duduk sebagai pimpinan atau elit organisasi pemudapreman tersebut.
1.4.5. Demokratisasi