105 hanya media cetak lokal, beberapa siaran radio swasta disewa oleh Abdillah –
Ramli untuk sosialisasi program-program dan acara talk show yang bertujuan menaikkan citra Abdillah di hadapan masyarakat pemilih kota Medan.
Terhadap perlakuan media yang diberikan oleh Abdillah sangat istimewa. Banyak stasion radio yang tidak hanya didengar oleh pemirsa di Medan, namun
juga di luar kota Medan selalu ada dialog yang khusus dibeli oleh Abdillah. Selain itu, televisi nasional Metro TV dengan siaran lokalnya yang dimulai pada pukul
17.30-18.00 menayangkan acara “Medan Menyapa” berisi berita-berita kemajuan kota Medan selama Abdillah memimpin. Hal yang sama juga dilakukan oleh
pasangan Maulana – Sigit, namun dalam jumlah yang tidak sebanding dengan Abdillah. Pasangan ini hanya melakukan siaran-siaran dari media lokal untuk
mendukung dan menyampaikan kepada masyarakat pemilih di Medan tentang aktivitas yang dilakukan.
Strategi lainnya yang dilakukan organisasi pemuda ini adalah dengan “membeli” tulisan sang wartawan untuk dimuat di media lokal. Isi tulisan bisa
berupa artikel, berita yang memuat opini advetorial yang ditujukan untuk mengangkat calon walikota yang didukung. Terkadang untuk perlakuan yang
diterima oleh wartawan dianggap sebagai perintah dari pimpinan organisasi pemuda itu wartawan karena sering “nongkrong” di kantor organisasi pemuda itu
atau memiliki hubungan dengan para pimpinannya.
4.4. Analisis Pola Mobilisasi dan Karakteristik Organisasi Preman
Jika melihat dari proses interaksi Pemuda Pancasila, IPK, dan FKPPI terlihat bahwa kegiatan pengerahan massa dan penggunaan kekerasan sangat
sering dilakukan. Dengan kekuatan otot dan keberanian anggota organisasi atau pihak lain yang dibayar untuk melakukan itu, kelompok ini dapat bertindak
semaunya seperti menyakiti dan melukai orang lain yang tidak sependapat dengannya. Kelompok ini juga dapat “dipesan” untuk melakukan kekerasan bagi
pihak-pihak yang memerlukannya tanpa adanya kepentingan yang bersifat langgeng. Anggota IPK lebih banyak melakukan tindakan-tindakan seperti yang
disebutkan itu ketimbang Pemuda Pancasila dan FKPPI.
Universitas Sumatera Utara
106 IPK dikenal sebagai organisasi pemuda yang anggotanya memiliki
keberanian untuk melakukan tindakan kekerasan ketimbang Pemuda Pancasila dan FKPPI. Mereka juga dapat mencari orang-orang yang dapat dibayar untuk
melakukan tindakan kekerasan itu. Beberapa peristiwa kekerasan di lapangan, ketika pilkada langsung di kota Medan, tidak jarang anggota IPK berkelahi
dengan pendukung calon lain. Ini ditemukan pada saat penyebaran spanduk, leaflet atau saat-saat kampanye dilangsungkan. Karena perintah dukungan itu
berasal dari elit-elit IPK yang harus ditaati oleh segenap jajarannya. IPK relatif tidak memiliki konflik internal dalam persoalan pemberian dukungan kepada
calon walikota pada tahun 2005 itu. Konflik sering terjadi dengan pihak di luar organisasi baik sesama pendukung atau calon pesaing pada saat mereka terlibat
pada proses pilkada langsung itu. Berbeda dengan Pemuda Pancasila, tindakan untuk memberikan
dukungan kepada calon walikota dilakukan melalui forum-forum organisasi seperti pelantikan di tingkat anak cabang atau anak ranting. Jika terdapat konflik
yang menyebabkan perpecahan secara internal, maka elit-elitnya terlebih dahulu memberikan teguran yang sifatnya persuasi. Jika tindakan itu juga tidak bisa
untuk merubah dukungan maka akan dilakukan tindakan kekerasan. Kepada para senior yang tidak sependapat dengan keputusan organisasi, maka
penyelesaian konfliknya dilakukan antar senior dan bukan oleh ketua organisasi. Situasi ini memang menyulitkan pimpinan Pemuda Pancasila, sebab seorang
ketua terpilih lebih banyak dipengaruhi peran para seniornya ketimbang pengurus organisasinya sendiri. Karena itu, para senior di Pemuda Pancasila
memiliki pengaruh yang tidak kecil untuk mengarahkan organisasi termasuk melakukan tindakan kekerasan. Dukungan yang diberikan kepada Abdillah –
Ramli dalam pilkada langsung tersebut dilakukan juga didasarkan atas pertimbangan banyaknya senior Pemuda Pancasila yang menjadi pimpinan
parpol dan anggota legislatif serta yang lainnya memiliki kaitan bisnis dengan Abdillah serta mendukungnya. Karena jumlah senior pendukung yang besar
itulah, mereka mengharuskan Pemuda Pancasila juga mendukung Abdillah. Jadi, meskipun dilakukan secara kelembagaan namun tidak ada kaidah demokrasi,
seperti kemandirian organisasi dalam mengambil keputusan, yang dilakukan dalam proses pemberian dukungan organisasi.
Universitas Sumatera Utara
107 Namun, sering juga terjadi bentrokan antara anggota IPK dan Pemuda
Pancasila, organisasi pendukung calon yang sama, ketika mereka saling klaim daerah kekuasaannya masing-masing. Perkelahian antar anggota geng itu akan
selesai jika bos-bos kedua organisasi itu bertemu dan tercapailah kesepakatan. Pada saat yang sama mereka dapat memberikan perintah kepada anggotanya
untuk menghentikan perkelahian itu. FKPPI memiliki fenomena yang berbeda. Sebagian pimpinan organisasi
ini, termasuk ketua cabang Medan, memberikan dukungan kepada Abdillah – Ramli. Sebagian kecil menyebelah kepada Maulana – Sigit. Masing-masing
pimpinan itu mengerahkan massa, baik yang anggota maupun bukan, dalam kegiatan-kegiatan sosialisasi kepada walikota yang mereka dukung. Dukungan
terbesar yang diberikan pimpinan organisasi dilakukan kepada Abdillah – Ramli, karena hanya sebagian kecil pimpinan FKPPI yang mendukung Maulana – Sigit.
Tidak jarang kekerasan juga terjadi antar sesama anggota FKPPI ketika bertemu di lapangan karena memberikan dukungan yang berbeda.
Penyelesaian pertentangan itu juga dilakukan oleh masing-masing pimpinan organisasi. Di pihak pendukung Abdillah – Ramli pengaruh kuatnya
pimpinan di FKPPI dinilai oleh besarnya jumlah anggota yang dapat dimobilisasi serta kemampuan melakukan lobi-lobi politik dengan pihak-pihak yang diperlukan
termasuk melakukan lobi kepada pimpinan militer. Peran itu banyak dilakukan oleh Martius Latuparisa. Sebagai ketua dan melalui keputusan organisasi, beliau
memberikan kebebasan kepada pimpinan FKPPI untuk “bermain” dalam pilkada langsung di kota Medan. Pada saat yang sama, beliau memberikan dukungan
kepada Abdillah – Ramli. Karena posisinya sebagai ketua organisasi itu, tentu mobilisasi massa tidak begitu menjadi persoalan yang cukup serius baginya.
Kasus-kasus kekerasan yang sering terjadi secara internal diselesaikannya melalui cara-caranya sendiri bukan melalui mekanisme organisasi.
Interaksi dalam proses pemberian dukungan kepada Walikota Medan yang dilakukan oleh Pemuda Pancasila, IPK, dan FKPPI tidak memiliki
keterkaitan satu sama lain. Masing-masing memiliki pola tersendiri, sesuai caranya, dalam memberikan dukungan itu. IPK dengan model dan caranya
sendiri begitu juga PP dan FKPPI. Tidak adanya koordinasi antar organisasi
Universitas Sumatera Utara
108 pemuda itu terjadi baik di tingkat masing-masing elit organisasi maupun anggota
organisasi. Persoalan perselisihan di lapangan, penyelesaiannya dilakukan melalui kesepakatan antara elit-elit organisasi pemuda itu. Tindakan kekerasan
sering terjadi bukan hanya antar organisasi melainkan sesama anggota organisasi. Ciri penyelesaian konflik atau perselisihan karena adanya tindakan
kekerasan juga dilakukan dengan cara-cara koersif, seperti yang disebutkan di atas, dapat disebut memiliki karakteristik premanisme. Ketiga organisasi pemuda
itu dalam bidang politik juga menerapkan tindakan premanisme. Konstelasi organisasi pemudapreman di kota Medan, dalam kasus
pilkada langsung di kota Medan, memiliki pola yang hampir sama sejak Orde Baru sampai dengan masa reformasi ini. Apa yang ditemukan dalam penelitian
Lyron Ryter dan Vedi R. Hadiz tentang tentang organisasi gangster yang terjadi di kota Medan ketika paska jatuhnya Orde Baru dan awal reformasi tidak jauh
berbeda dengan apa yang terjadi pada saat pilkada langsung dilakukan di kota Medan. Beberapa parpol besar di kota Medan selain Golkar seperti ketua PDI-P,
PAN, Partai Demokrat adalah juga bos-bos organisasi pemudapreman. Pemimpin organisasi pemuda paramiliter masih memainkan peran sebagai
operator politik pada saat pilkada langsung di kota Medan. Operator politik itu dilakukan melalui intimidasi kepada para pendukung calon pesaing. Karena
hubungannya yang erat sejak Orde Baru dengan militer dan polisi, mereka juga merasa tidak akan terjerat kasus hukum ketika melakukan tindakan kekerasan
kepada para wartawan atau pihak-pihak lain yang menyudutkan tindakan mereka.
Namun, ada perbedaan yang ditemukan dalam penelitian ini dengan hasil penelitian Ryter dan Hadiz. Keterlibatan organisasi pemudapreman dalam
pilkada langsung tahun 2005 di kota Medan tidak lagi menentukan. Mereka sering digunakan oleh calon walikota dan tim sukses untuk tidak berbuat apa-
apa. Karena penentuan pilihan ada pada rakyat pemilih di kota Medan. Kegerahan banyak masyarakat Medan akan aktivitas para pemuda yang
tergabung dalam organisasi baik PP, IPK, dan FKPPI membuat calon dan tim sukses berusaha untuk tidak melibatkan mereka pada masyarakat pemilih.
Universitas Sumatera Utara
109 Jika melihat pernyataan yang disampaikan oleh tim sukses Abdillah –
Ramli, yang didukung oleh organisasi pemudapreman itu, bahwa untuk tim MMC
155
mereka tidak melibatkan orang-orang yang tercatat sebagai anggota atau pimpinan organisasi pemudapreman. Itu dilakukan karena mereka meyakini
bahwa melibatkan organisasi pemuda itu akan menurunkan popularitas Abdiilah di masyarakat pemilih. Melibatkan organisasi pemuda Pemuda Pancasila, IPK,
dan FKPPI adalah agar mereka mengikuti skenario yang telah direncanakan, jangan sampai mereka bertindak mengacaukan suasana. Artinya, mereka
dilibatkan dan dibayar untuk tidak mengambil tindakan apapun. Karena setiap tindakan yang dilakukannya akan kontra produktif, mengingat bahwa model
sosialisasi tim sukses yang dibentuk oleh PKS mengandalkan pada forum-forum pengajian yang langsung menyentuh ke masyarakat dan lebih mengutamakan
ketertiban ketimbang kekerasan. Karena itu juga, kedekatan Abdillah dengan para tokoh agama dari ulama sampai guru ngaji lebih ditingkatkan ketika masa-
masa kampanye dilakukan. Ada hal yang berbeda, dari hasil penelitian yang diperoleh, ketika melihat
fenomena Pemilu 2004 di kota Medan jika dikaitkan dengan pilkada langsung tahun 2005. Pemilu tersebut menghasilkan PKS sebagai partai Islam baru yang
menyatakan dirinya sebagai partai bersih dan memperoleh suara yang signifikan. Karena itu, partai ini memperoleh jumlah anggota DPRD Kota Medan yang paling
besar yaitu 9 orang. Namun, perolehan suara yang besar itu tidak terjadi dalam pilkada langsung yang dinilai lebih disebabkan karena figur dan popularitas.
Abdillah lebih dikenal sebagai seorang walikota yang bersifat dermawan, sering membagi-bagikan uang kepada masyarakat pada saat lebaran atau tahun
baru tiba. Tidak sedikit masyarakat Medan yang mengantri di depan pintu rumah pribadi Abdillah ketika lebaran dan tahun baru. Selain itu, program
pemberdayaan lingkungan dengan menaikkan honor yang cukup tinggi kepada para kepala lingkungan dinilai sebagai tindakan populis untuk mengangkat
popularitasnya.
155
MMC adalah Medan Madani Center, tim sukses yang dibentuk oleh Abdillah dengan tujuan melakukan kegiatan pengumpulan massa sekaligus memonitor dan menilai semua kegiatan partai
politik dan ormas yang mendukung Abdillah dalam Abdillah – Ramli Center AR Center. Tim ini terdiri dari profesional seperti wartawan, beberapa orang akademisi dan aktivis LSM.
Universitas Sumatera Utara
110 Menurut beberapa sumber dari hasil wawancara, Abdillah terpilih kembali
sebagai Walikota Medan kedua Periode 2005-2010 bukan karena dukungan yang diberikan oleh organisasi pemuda itu. Melainkan lebih kepada
popularitasnya sebagai orang yang dikenal karena kedermawanannya, dekat dengan para ulama, dan relatif berada di antara semua golongan yang ada di
kota Medan. Terlepas dari beberapa kasus keuangan pemerintah kota Medan yang sedang dialaminya sekarang, popularitasnya tidaklah menurun. Pilihannya
untuk melibatkan organisasi pemuda dianggap sebagai bagian dari “simbolisasi politik”. Simobolisasi ini diartikan sebagai bagian dari sikap untuk memuaskan
kelompok-kelompok politik di tingkat elit di kota Medan.
156
Dari hasil wawancara juga dapat dikatakan bahwa Pemuda Pancasila, IPK, dan FKPPI memiliki beberapa karakteristik sebagai organized crime
sebagaimana yang dikemukakan oleh Abadinsky. Karena keterlibatannya dalam pilkada langsung di kota Medan lebih disebabkan motif uang dan kekuasaan.
Organisasi pemuda itu mencari massa untuk dimobilisasi pada acara-acara yang digelar untuk mendukung calon walikota seperti kampanye atau kegiatan
sosialisasi lainnya. Mobilisasi massa itu dilakukan dengan kekuatan uang dan karena adanya kekuasaan dengan praktek-praktek premanisme. Orang-orang
yang dimobilisasi itu bukanlah seluruhnya berasal dari anggota organisasi, sebagian besar didapat dari pemuda-pemuda yang dibayar untuk kegiatan itu.
Hal ini kemudian memunculkan ide ’pemuda setempat’, yang siap disewa oleh siapapun, dan tidak punya rasa keterikatan dengan organisasi manapun.
Meskipun mereka terlibat dalam aktivitas politik, seperti memberikan dukungan kepada salah satu calon walikota, namun tujuannya hanya untuk
memperoleh perlindungan dari semua aktivitas organisasi yang mereka lakukan terutama yang berkaitan dengan penguasaan terhadap satu kawasan tertentu.
Karena itu, bentuk dukungan yang diberikan oleh organisasi ini hanya kepada calon yang memiliki kekuatan uang dan kekuasaan karena diyakini akan menang
dalam pilkada langsung. Sebagai calon incumbent, Abdillah memiliki semua
156
Istilah “simbolisasi politik” ini diperoleh ketika wawancara dengan Taufan Damanik di Medan, 17 Oktober 2007. Mengenai pengertian yang sama juga disampaikan juga oleh Said Abdullah dan
Amir Purba ketika melihat fenomena melibatkan organisasi pemuda.
Universitas Sumatera Utara
111 kriteria tersebut, selain uang, akses dan jaringan, popularitas Abdillah di
masyarakat Medan sangat baik. Tindakan pilihan untuk mendukung Abdillah sebagai calon walikota
Medan Periode 2005-2010 bukan didasarkan atas ideologi atau nilai yang dibangun atau dimiliki oleh organisasi pemudapreman itu. Karena memang
organisasi pemudapreman itu tidak memiliki platform yang jelas sebagai landasan aktivitas politik dan sosialnya. Aktivitas politik dilakukan karena tidak
adanya ideologi nilai tertentu yang diyakini oleh organisasi pemuda itu. Pilihan dukungan dilakukan karena keinginan untuk memperoleh perlindungan dari
semua aktivitas organisasi yang mereka lakukan. Sebagai organisasi yang melakukan praktek premanisme dan kejahatan,
Pemuda Pancasila, IPK, dan FKPPI tidak begitu ”pas” dikelompokkan sebagai organized crime. Keterlibatannya dalam politik lebih disebabkan kepentingan
untuk memperoleh perlindungan dari semua aktivitas organisasi yang mereka lakukan. Tidak terlihat beberapa ciri terpenting lainnya dalam kasus keterlibatan
organisasi pemuda itu pada pilkada di Medan. Diantaranya adalah memiliki anggota yang bersifat eksklusif dan abadi. Banyak anggota organisasi itu yang
berganti seragam semaunya, terlepas dari upaya-upaya yang dilakukan oleh pimpinannya. Dari kasus tersebut terlihat bahwa anggota-anggota organisasi itu
mengenakan seragam organisasi manapun yang bersedia membayar dan memobilisasi mereka sewaktu-waktu.
Pola mobilisasi dukungan terjadi karena adanya hubungan yang saling menguntungkan atau simbiosis mutualisme antara calon walikota yang didukung
dengan pimpinan organisasi pemudapreman itu. Posisi antara calon walikota dan pimpinan organisasi pemudapreman itu seimbang dan dibangun
berdasarkan kepentingan diantara keduanya. Posisi seimbang karena beberapa pimpinan organisasi pemudapreman itu menduduki jabatan penting sebagai
ketua partai politik pendukung calon walikota yang memiliki kekuatan uang untuk ”membeli” parpol agar dapat mencalonkan dirinya. Selain itu, pimpinan
organisasi pemuda dapat melakukan praktek-praktek kekerasan dan intimidasi yang sering dilakukan di dunia kriminal untuk memuluskan tujuan-tujuan
politiknya. Misalnya dengan melakukan kontrol terhadap media dan kalangan
Universitas Sumatera Utara
112 pekerja pers. Dengan nada ancaman dan tindakan-tindakan kekerasan mereka
dengan mudah melakukannya kepada wartawan yang ”mengganggu” kepentingan politik mereka.
4.5. Kekuasaan Lokal dan Kepentingan Lokal