53
2.2. ”Ini Medan, Bung” Semboyan untuk Preman Medan
Semboyan ”Ini Medan, Bung” Rasanya tepat untuk melukiskan keunikan kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara dan kota terbesar ketiga di
Indonesia dengan penduduk sekitar dua juta jiwa. Dalam buku petunjuk pariwisata Sumatera, dua penulis Inggris menyebut kota ini Besar, panas,
bising, sesak dan kotor, namun menurut mereka bagi pendatang baru di belahan dunia ini Medan adalah Perkenalan dengan Asia yang riang dan
bersemangat vivid and vivacious introduction to Asia. Maksudnya barangkali Medan tidak menyenangkan tetapi menarik. Berarti, tidak ada pilihan, alias
silahkan menikmati yang satu sekaligus menghadapi yang satu lagi. Jika kebanyakan anggota masyarakat bersahabat, ada segelintir orang yang
berbahaya. Maka pandai-pandailah dan hati-hatilah bila berada di Medan. Dalam keseharian masyarakat Medan dan pendatang baik yang sedang
melakukan kunjungan wisata atau urusan lainnya ”Semboyan Ini Medan, Bung” pasti sudah Populer. Rasanya tak keliru menyanding semboyan ini dengan
semboyan-semboyan lain yang juga mencantumkan nama kota, seperti Hallo- Hallo Bandung. Akan halnya semboyan orang Medan itu tak jelas siapa yang
menciptakan atau pertama kali menggunakannya. Ada pendapat bahwa ini bahasa hukum preman Medan. Setiap terlibat pertengkaran, maka demi
kehormatan langsung mengajak duel bukan sekedar gertak, melainkan bisa betul-betul duel atau tanpa pikir-pikir lagi langsung main tumbuk baku hantam.
Ketika itu, preman di Medan identik dengan kegiatan menonton bioskop gratis alias tanpa bayar atau menjaga keamanan di pasar-pasar tradisional dan tempat
berdagang di daerah-daerah rumah toko ruko. Sementara orang Medan sendiri juga mengaitkan semboyan itu dengan kesemrawutan lalu lintas dalam kota,
karena peraturan yang tak dipatuhi. Pemerintah kota Medan kemudian mencoba meluruskan istilah ”Ini
Medan Bung” menjadi ”Ini Baru Medan”. Istilah baru itu disosialisasikan oleh Pemerintah kota Medan dengan ikon Abdillah sebagai Walikota Medan dan
beberapa unsur musyawarah pimpinan daerah lainnya seperti kapoltabes dan ketua DPRD kota Medan. Sosialisasi tersebut dilakukan dengan penggunaan alat
peraga seperti baliho, selebaran dan didukung oleh iklan-iklan di media massa
Universitas Sumatera Utara
54 lokal. Semboyan ”Ini Baru Medan” dilakukan diantaranya untuk menghilangkan
penafsiran negatif karena kekerasan dan uang yang sering berkonotasi dengan preman di kota Medan.
Menggunakan kata preman free man atau mengikuti tradisi menantang duel memang berbau asing. Lebih bersifat pribumi adalah jago atau jagoan, yang
juga di gunakan di Medan bila dua pihak bertengkar.
90
Budaya duel satu lawan satu, dengan memakai pedang atau pistol adalah budaya kaum aristokrat Anglo-
Saxon zaman dulu. Sikap ke-Inggris-an ini mungkin imbasan dari interaksi puluhan tahun antara masyarakat Medan dengan kota Penang di Semenanjung
Malaysia sewaktu masih di jajah Inggris. Mungkin pula buntut pengalaman dari sejarah singkat pendaratan pasukan Inggris di Medan untuk melucuti tentara
Jepang setelah Perang Dunia ke-2 sambil membantu sekutunya, Belanda, guna menggagalkan
kemerdekaan Indonesia.
Maka, kecuali
kata preman,
bermunculan istilah Medan Area di masa perang kemerdekaan, raun-raun dari get around untuk berjalan-jalan, dan makan angin dari get fresh air
untuk mencari udara segar alias jalan-jalan juga. Pengucapan semboyan Ini Medan, Bung bisa dilakukan tegas, keras dan
menyentak bahkan membentak, dengan maksud mengingatkan, mengejek, atau pun memarahi orang lain. Bisa pula diucapkan datar, misalnya sebagai
pernyataan ciri khas atau identitas Medan dalam konteks lebih luas. Sebagai contoh, pernyataan realita kemajemukan warga masyarakat setempat. Terbukti
adanya berbagai suku dan etnis yang bermukim di kota ini, meliputi suku Batak Toba, Batak Karo, Batak Dairi, Batak Mandailing, Melayu Deli, Aceh,
Minangkabau, Jawa, Manado dan Ambon. Bahkan etnis Cina dan India. Pernah terjadi bentrok antar suku, khususnya di antara kelompok preman, tetapi karena
proses asimilasi dan bahasa misalnya, toleransi terjadi antar-sesama warga setempat.
Selain mencerminkan keunikan susunan etnis penduduk, semboyan Ini Medan, Bung Juga dapat mengungkapkan beberapa tonggak atau puncak
90
Istilah “jago” digunakan oleh masyarakat agar bernada lebih positif ketimbang berbagai istilah yang kini dipakai bagi peran yang sama. Dalam sejarah masih ada istilah yagn lain dan tergantung
pada daerah, waktu, dan fungsi yang dipegang. Lihat Ong Hok Ham. 2002. Dari Soal Priyayi sampai Nyi Blorong. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. hal 101-106.
Universitas Sumatera Utara
55 perjalanan sosial-ekonomi dan struktur kekuasaan yang menjadi bagian dari
sejarah Medan. Misalnya, untuk menjelaskan mengapa ada Istana Maimun, Istana Tjong A Fie di pusat kota, masing-masing dengan pengaruh asing yang di
tampung, dan gedung-gedung bergaya klasik Eropa. Di lain pihak, kehadiran becak masih mencerminkan kemiskinan yang membelenggu. Lebih mendasar
lagi adalah bahwa Medan sempat menjadi pusat eksploitasi manusia karena kebijakan kolonial mengimpor tenaga kerja dari Jawa, bahkan Cina dan India,
untuk mengerjakan perkebunannya secara menguntungkan. Karena itu, tindakan kekerasan, ancaman dan intimidasi menjadi cara-cara yang tidak asing dalam
kehidupan sosial masyarakat kota Medan
2.3. Memahami Preman, Organisasi Pemuda dan Politik di Kota Medan