K
AJIAN
E
KONOMI
R
EGIONAL
P
ROVINSI
J
AWA
T
ENGAH
T
RIWULAN
II-2009
69
Pada triwulan II-2009, kredit modal kerja menyumbang kredit non lancar terbesar. Apabila dilihat dari jenis penggunaan, kredit modal kerja memiliki
NPLs tertinggi, diikuti kredit investasi dan kredit konsumsi. NPLs kredit modal kerja bank umum di Jawa Tengah pada triwulan II-2009 sebesar 4,64, diikuti oleh kredit
investasi dan kredit konsumsi masing-masing dengan NPLs sebesar 4,57 dan 1,21 Grafik 3.9.
Sektor Industri mempunyai NPLs tertinggi. Tabel 3.3.. Secara sektoral,
NPLs terbesar didominasi oleh sektor industri, yang nilainya sebesar 7,04. Sektor perindustrian, memiliki jumlah kredit yang cukup besar, dan nasabah sektor ini juga
merupakan nasabah besar sehingga apabila terdapat beberapa nasabah yang terganggu kemampuan membayar cicilan bunganya, akan sangat berpengaruh
terhadap NPLs. Selain sektor industri, sektor lain yang juga mempunyai NPLs cukup tinggi adalah sektor pengangkutan dan sektor konstruksi masing-masing sebesar
3,77 dan 2,95.
TABEL 3.5. RASIO NPLs JENIS KREDIT MODAL KERJA PER SEKTOR EKONOMI PERSEN
Sektor Ekonomi TW I-08
TW II-08 TW III-08
TW IV-08 TW I-09
TW II-09
Pertanian 2.79
3.48 2.82
2.41 2.52
2.60 Pertambangan
1.12 1.64
0.85 0.71
24.67 0.85
Industri 5.89
5.19 3.77
3.22 7.73
7.04 Listrik, Gas, Air
0.00 0.29
1.51 0.35
0.38 0.14
Konstruksi 6.53
5.41 3.66
1.94 3.20
2.95 PHR
4.18 4.01
3.80 2.71
3.37 3.77
Pengangkutan 6.14
5.43 5.29
4.08 3.71
5.37 Jasa dunia usaha
2.78 1.86
1.69 4.97
4.73 2.36
Jasa sosial masy. 3.20
2.57 1.59
1.44 1.48
1.21 Lainnya
3.16 2.51
1.77 2.88
5.32 6.48
NPLs KMK 4.56
4.22 3.56
2.97 4.87
4.64
Sumber : LBU, Bank Indonesia
Dengan melihat kondisi diatas, secara umum risiko kredit bank umum di Jawa Tengah masih cukup rendah. NPLs bank umum Jawa Tengah sampai
dengan saat ini masih di bawah level aman menurut Bank Indonesia yaitu pada kisaran 3,41. Pada triwulan ini kredit tetap tumbuh walaupun melambat, yaitu
pada kisaran 15,60 yoy dan 3,43 qtq dan industri perbankan tetap mampu mengamankan eksposur kreditnya terlihat dari penurunan NPLs triwulan laporan dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 3,70. Penerapan sistem manajemen risiko industri perbankan yang lebih responsif dapat menurunkan potensi munculnya risiko
kredit. Krisis keuangan global yang terjadi pada triwulan IV-2008 masih harus
diwaspadai dampaknya walaupun pada triwulan laporan sudah menunjukkan tren pemulihan. Risiko kegagalan debitur besar dalam memenuhi kewajiban membayar
K
AJIAN
E
KONOMI
R
EGIONAL
P
ROVINSI
J
AWA
T
ENGAH
T
RIWULAN
II-2009
70
hutang tampaknya masih menjadi salah satu sumber peningkatan rasio NPLs
.
Selain pemberian kredit, risiko kredit juga dapat bersumber dari berbagai aktivitas Bank,
antara lain penyaluran kredit yang terkonsentrasi pada sektor-sektor yang memiliki nasabah besar yang berisiko tinggi terhadap fluktuasi perekonomian nasional dan
internasional.
3.4. Risiko Likuiditas
Risiko likuiditas bank umum di Jawa Tengah masih terjaga dengan baik. Hal ini terlihat dari kemampuan industri perbankan Jawa Tengah untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang masih cukup baik meski menurun. Industri perbankan harus dapat menjaga keseimbangan antara sisi aset dan sisi
liabilitis melalui manajemen likuiditas yang baik. Indikator likuiditas perbankan Jawa Tengah masih berkembang cukup baik
meskipun mengalami tren penurunan dari triwulan-triwulan sebelumnya. Penurunan cash ratio perbankan secara berturut-turut selama tiga triwulan perlu diwaspadai
mengingat cash ratio mengindikasikan kemampuan perbankan dalam membayar kewajiban finansial yang harus segera dipenuhi dari kas perbankan yang tersedia.
10.73 8.05
8.61 8.77
2 4
6 8
10 12
Tw III-2008 Tw IV-2008
Tw I-2009 Tw II-2009
P e
rs e
n
Cash Ratio
Sumber: LBU, Bank Indonesia
Apabila dilihat dari jangka waktu penyimpanan, hampir seluruh DPK bank umum di Jawa Tengah adalah dana jangka pendek. Komposisi DPK secara berurutan
dari terbesar adalah simpanan tabungan 44,31, simpanan deposito 39,09, dan simpanan giro 16,60. Bila dirinci lagi, simpanan deposito dengan jangka waktu
kurang dari 1 tahun sebesar 38,62 dari total DPK atau 98,80 dari deposito. Struktur DPK perbankan Jawa Tengah yang didominasi oleh dana jangka pendek
sebaiknya menjadi pertimbangan perbankan dalam penyaluran kredit yang biasanya berjangka menengah atau panjang. Jika dana yang tersedia diperkirakan tidak akan
mencukupi, perbankan sebaiknya mulai menahan ekspansi kreditnya.
Grafik 3.11. Perkembangan Cash Ratio Bank Umum di Jawa Tengah
K
AJIAN
E
KONOMI
R
EGIONAL
P
ROVINSI
J
AWA
T
ENGAH
T
RIWULAN
II-2009
71
Deposito 1 th
39 Deposito 1
th
Tabungan 44
Giro 17
Sumber: LBU Bank Indonesia
3.5. Risiko Pasar
Risiko pasar bank umum di Jawa Tengah relatif rendah. Risiko pasar
adalah risiko kerugian yang diderita bank akibat terjadinya perubahan market price atas aset bank, interest rate dan foreign exchanges rate, market volatility dan market
liquidity. Risiko kerugian itu terjadi setiap saat ketika manajemen bank lengah dan tidak melakukan langkah antisipatif pada saat kritis. Posisi kritis itu dapat terbentuk
akibat terjadinya tiga kemungkinan. Pertama, bila terdapat perubahan harga atas market instruments dari aset bank serta ketika terjadi gejolak dan perubahan atas
likuiditas pasar. Kedua, bila terbentuk posisi long atau short atas account valas nya. Ketiga, bila terbuka gap antara rate sensitive assets RSA dan rate sensitive liabilities
RSL pada neraca bank. Dari ketiga hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam menghindari risiko pasar, bank harus mewaspadai interest rate dan foreign exchanges
rate. Perbankan di Jawa Tengah relatif jarang memiliki eksposur valuta asing yang
besar dan juga belum intensif memasarkan produk-produk derivatif. Transaksi pasar uang yang terjadi biasanya dilakukan di kantor pusat masing-masing bank, yang
umumnya berlokasi di Jakarta. Hal ini mengakibatkan risiko yang terkait dengan perubahan kurs, relatif cukup terkendali atau rendah. Dengan kondisi di atas maka
risiko pasar perbankan Jawa Tengah relatif rendah.
Grafik 3.12. Komposisi DPK Bank Umum Triwulan II-2009
K
AJIAN
E
KONOMI
R
EGIONAL
P
ROVINSI
J
AWA
T
ENGAH
T
RIWULAN
II-2009
72
3.6. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek