Pembahasan Hasil Penelitian 1. Kebijakan Mutu di Sekolah SD Muhammadiyah Suronatan Yogyakarta

135 tetapi juga unsur proses, terutama pada unsur keluaran output untuk lulusan, agar dapat memuaskan harapan masyarakat Syafarudin, 2002:20-26. Dengan konsep sistem, maka input, proses, output memiliki hubungan yang saling mempengaruhi untuk mencapai kepuasan masyarakat. Kebijakan mutu sekolah pada tataran input adalah penerimaan siswa baru yang dilakukan lebih dini dengan pertimbangan sekolah untuk menyeleksi calon siswa berkualitas sesuai dengan kualifikasi dari sekolah, penyediaan sarana-prasarana, profesionalisme dan kompetensi guru, sumber belajar dan bahan ajar. Kebijakan mutu sekolah ditekankan pada kebutuhan poses belajar mengajar dengan tujuan untuk memberikan output atau hasil dari proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan sekolah Syaiful,1997:37. SD Muhammadiyah Suronatan Yogyakarta merupakan sekolah sasaran pemerintah yang dijadikan acuan untuk sekolah-sekolah swasta lain, baik dilihat dari segi lulusan, sarana- prasarana, dan strategi sekolah dalam menciptakan kultur sekolah. Pada tataran proses, kebijakan mutu di sekolah adalah proses pembelajaran di dalam kelas dan di luar kelas. Proses belajar mengajar di dalam kelas difokuskan pada transfer ilmu pengetahuan, termasuk gaya belajar anak siswa, metode pembelajaran yang diterapkan, dan penguasaan materi oleh guru. Proses pembelajaran di luar kelas atau di lingkungan sekolah lebih difokuskan pada transfer nilai dalam pembentukan kepribadian dan karakter siswa, serta pola hubungan komunikasi dan interaksi warga sekolah. Tilaar 2002: 170-171 Proses pembelajaran di luar sekolah disebut 136 proses pendidikan, karena ditekankan pada transfer nilai, sedangkan pada proses pembelajaran atau belajar mengajar di dalam kelas lebih ditekankan pada transfer ilmu pengetahuan. Pada tataran output, kebijakan mutu sekolah termasuk dalam prestasi akademik maupun non akademik, pelayanan dan pengelolaan sekolah. Peningakatan prestasi dibidang akademik menjadi prioritas yang paling utama untuk menunjukan eksistensi sekolah terutama dalam ujian nasional. Selain peningkatan prestasi akademik, sekolah memperhatikan prestasi non akademik sebagai pencapaian sekolah dalam mengembangkan minat, bakat dan sikap siswa. Tilaar 2002: 105 Kebijakan-kebijakan sekolah pada tataran mutu non akademik termasuk pelaksanaan program-program sekolah seperti ekstrakurikuler sekolah, penilaian keberhasilan dalam mencapai tujuan sekolah, pelaksanaan proses pendidikan di sekolah, pelayanan sekolah, motivasi siswa, dan juga staff kependidikan. Kebijakan mutu sekolah dalam pelayanan termasuk kebijakan output bidang non akademik. Pelayanan yang dimaksudkan ialah sebagai berikut : a. Siswa puas dengan layanan sekolah, yaitu dengan pelajaran yang diterima, perlakuan guru, piminan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah, atau siswa menikamati situasi sekolah dengan baik. b. Orang tua siswa merasa puas dengan layanan terhadap anaknya, layanan yang diterima, dengan laporan tentang perkembangan kemajuan belajar anaknya, dan program yang dijalankan sekolah. 137 c. Pihak pemakai atau penerima lulusan masyarakat, puas karena menerima lulusan dengan berkualitas tinggi dan sesuai harapan. d. Guru dan karyawan puas dengan layanan sekolah, dalam bentuk pembagian kerja, hubungan dan komunikasi antar gurupemimpin, karyawan, dan gajihonor yang diterima dan pelayanan yang lainnya.

2. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung Kebijakan Mutu

di SD Muhammadiyah Suronatan Yogyakarta. Syafarudin 2002 Ada banyak faktor yang mempengaruhi mutu pendidikan, seperti pemeliharaan gedung yang baik, guru-guru yang profes ional, nilai moral yang tinggi, hasil ujian yang unggul, dukungan orang tua, dan masyarakat, bahkan penerapan teknologi, kemampuan kepemimpinan, pemeliharaan dan perhatian terhadap pelajar, kurikulum yang tepat, atau perpaduan berbagai faktor. Faktor penghambat kebijakan mutu sekolah dari segi input ialah kondisi siswa yang heterogen menyebabkan perbedaan kemampuan antar siswa di dalam kelas. Siswa diseleksi kualitasnya dengan kualifikasi dari sekolah. Proses seleksi tidak menjamin bahwa karakteristik siswa dapat menjadi sama satu dengan yang lain. Setiap siswa memiliki keunikan dan karakteristiknya sendiri. Guru memperhatikan dan meluangkan waktu untuk menumbuhkan kreativitas pengajaran di dalam kelas dengan perbedaan kemampuan dan perkembangan siswa. Dalam hal ini keadaan heterogen siswa sebagai faktor penghambat kebijakan mutu sekolah.