mendamaikan kedua belah pihak, namun tidak berhasil karena keinginan kuat dari penggugat untuk bercerai dengan tergugat.
Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut diatas, majelis hakim berkesimpulan bahwa rumah tangga penggugat dengan tergugat telah pecah dan
tidak ada harapan untuk hidup rukun kembali membina rumah tangganya, maka jika perkawinan mereka diteruskan tidak akan tercapai tujuan perkawinan yaitu
membentuk keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana maksud firman Allah dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 21 dan maksud pasal 1 Undang-
Undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan jo pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, bahkan akan mendatangkan kemudharatan yang lebih besar bagi kedua
belah pihak. Menimbang bahwa selama proses persidangan berlangsung terlihat secara
nyata bahwa penggugat sudah tidak lagi mencintai tergugat, malah yang terjadi sifat kebencian terhadap tergugat lantaran sikapperbuatan tergugat terhadap
penggugat, untuk itu majelis hakim memandang perlu mengemukakan pendapat ahli fikih dan kitab Buhgyah al-Mustarsyidin halaman 223 yang berbunyi:
ٳ ﺔﺒﻏر مﺪﻋ ﺪﺘﺷا اذ
ﺔﺟوﺰﻟا ﺔﻘﻠﻃ ﻲﺿ ﺎﻘﻟا ﺎﮭﯿﻠﻋ ﻖﻠﻃ ﺎﮭﺟوﺰﻟ
Artinya: “apabila kebencian seorang istri sudah memuncak terhadap suaminya, maka hakim boleh menceraikannya dengan talak satu”
Berdasarkan pendapat ahli fikih tersebut diatas, majelis hakim sependapat dan mengambil alih menjadi pertimbangan hukum dalam perkara ini.
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, alasan gugatan penggugat utuk bercerai dengan tergugat mememuhi unsur-
unsur yang terkandung dalam pasal 39 ayat 2 Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan jo pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dan sejalan pula dengan pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam, oleh karena itu
gugatan penggugat dapat dikabulkan. Menimbang bahwa berdasarkan yang telah dipertimbangkan diatas,
gugatan penggugat cukup beralasan dan berdasarkan hukum, sedangkan tergugat telah dipanggil dengan sepatutnya tidak hadir di persidangan, maka sesuai dengan
pasal 149 ayat 1 R.Bg, maka gugatan penggugat dapat diputus dengan verstek. Menimbang bahwa untuk memenuhi pasal 84 ayat 1 dan 2 Undang-
Undang No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, maka diperintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Batam untuk menyampaikan salinan putusan ini
setelah berkekuatan hukum tetap kepada pegawai pencatat nikah KUA kecamatan tempat kediaman penggugat dan tergugat dan KUA kecamatan tempat pernikahan
penggugat dan tergugat dilangsungkan untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu.
Menimbang bahwa perkara ini termasuk bidang perkawinan, sebagaimana dimakud oleh pasal 89 ayat 1 Undang-Undang No. 7 tahun 1989, maka semua
biaya yang timbul akibat dari gugatan ini dibebankan kepada penggugat.
Mengigat segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum Islam berhubungan dengan perkara ini.
D. Amar Putusan Hakim
Amar putusan hakim Pengadilan Agama Batam dalam perkara cerai gugat pada kasus diatas yaitu:
10
1. Menyatakan tergugat telah dipanggil secara sah dan patut untuk menghadap di persidangan, tidak hadir.
2. Mengabulkan gugatan penggugat dengan verstek 3. Menjatuhkan talak satu bain shugra tergugat Sembari bin Darise terhadap
penggugat Tendri Sanka binti Abdul Rahman. 4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Batam untuk mengirimkan salinan
putusan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada pegawai pencatat nikah KUA Kecamatan Sungai Sembilan Kota Dumai untuk dicatat dalam daftar yang
disediakan untuk itu. 5. Membebankan kepada penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp.271.000,- dua ratus tujuh puluh satu ribu rupiah.
E. Analisis Penulis
Dalam Islam perceraian itu dibenarkan dan diperbolehkan apabila hal tersebut lebih baik dari pada tetap dalam ikatan perkawinan tetapi kebahagiaan
10
Ibid, h.7-8.
tidak dicapainya dan selalu berada dalam penderitaan. Dalam agama Islam, perkawinan tidak diikat dalam ikatan yang mati tetapi tidak pula mempermudah
terjadinya perceraian, boleh dilakukan tetapi betul-betul dalam keadaan darurat atau karena terpaksa. Salah satu asas yang dianut oleh hukum perkawinan nasional
adalah mempersulit terjadinya perceraian. Hal ini adalah sejalan dengan ajaran agama, khususnya agama Islam, karena kalau terjadi perceraian berarti gagalnya
tujuan perkawinan yang dicita-citakan yaitu membentuk keluarga bahagia dan sejahtera. Berlainan halnya dengan putusnya perkawinan karena kematian, sebab
hal ini merupakan takdir dari Allah SWT yang tidak dapat dielakkan oleh manusia.
11
Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh oleh suami istri dalam mengakhiri ikatan perkawinan setelah mengadakan upaya perdamaian
secara maksimal. Perceraian dapat dilakukan atas kehendak suami atau permintaan istri, perceraian yang dilakukan istri disebut cerai gugat.
12
Berkaitan dengan perceraian, sebagaimana yang penulis temukan di Pengadilan Agama Batam, yaitu cerai gugat akibat suami adalah saudara
sepupusedarah.
11
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta: Kencana, 2008, cet. Ke-5, h. 444.
12
Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991, h. 509.
Setelah membaca duduk perkara dan pertimbangan hukum hakim Pengadilan Agama Batam, ada beberapa hal yang menarik penulis untuk disoroti
lebih jauh yang akan dibahas berikut ini. Dalam perkara cerai gugat di Pengadilan Agama Batam antara penggugat
Tendri Sangka binti Abdul Rahman yang menggugat suaminya Sembari bin Darise menyatakan dalam gugatannya bahwa yang menjadi alasan utama gugatannya
adalah setelah pernikahan tersebut rumah tangga penggugat dengan tergugat tidak rukun dan tidak harmonis sering terjadi percekcokan karena perbedaan pendapat
dan pertengkaran yang disebabkan karena adanya pernikahan sedarahsepupu sehingga rintangan dan halangan banyak terjadi.
Meski dalam surat gugatan istri menyatakan bahwa alasan cerai gugat adalah perselisihan dan pertengkaran terus-menerus akibat adanya pernikahan
sepupusedarah, akan tetapi dalam pertimbangan hukum hakim tidak menyatakan bahwa perceraian ini disebabkan karena adanya pernikahan sepupusedarah, disini
hakim telah menemukan fakta hukum bahwa terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus karena perbedaan pendapat dan diketahui bahwa dua tahun terakhir
tergugat tidak bekerja sehingga ia tidak bisa memenuhi kebutuhan penggugat dan anak-anaknya.
Adapun diketahui bahwasannya tergugat tidak memberikan nafkah dalam dua tahun terakhir adalah dari bukti saksi, dua orang saksi ini menyatakan bahwa:
Bahwa setahu saksi awalnya rumah tangga penggugat dan tergugat berjalan rukun dan harmonis, namun sejak dua tahun lalu kondisi rumah tangga
mereka mulai tidak harmonis lagi dan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran, penyebabnya sejak dua tahun lalu tergugat tidam mempunyai
pekerjaan tetap sehingga tidak bisa memberi nafkah kepada penggugat. Akhirnya majelis hakim menemukan fakta hukum setelah mendengarkan
keterangan saksi-saksi dan dihubungkan dengan keterangan penggugat sebagaimana yang terlihat diputusan bahwa:
Telah diperoleh fakta hukum yang intinya antara penggugat dan tergugat telah terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus yang disebabkan oleh
sifat dan tindakan tergugat yang tidak berkenan bagi penggugat, dan hubungan keduanya tidak lagi mencerminkan hubungan layaknya suami istri pada umumnya.
Selanjutnya mengenai perkara ini, majelis hakim memberikan pertimbangan hukum bahwasannya rumah tangga penggugat dan tergugat telah
pecah dan tidak ada harapan untuk hidup kembali membina rumah tangganya, maka jika perkawinan mereka diteruskan tidak akan tercapai tujuan perkawinan
yaitu membentuk kehidupan rumah tangga sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana maksud firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 21
dan maksud pasal 1 Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan jo pasal 3 KHI, bahkan akan mendatangkan kemudharatan yang lebih besar bagi kedua
belah pihak. Adapun pertimbangan hakim lainnya adalah selama proses persidangan
berlangsung terlihat secara nyata bahwa penggugat tidak lagi mencintai tergugat, malah yang terjadi adalah sifat kebencian terhadap tergugat lantaran