Implementasi dalam Pembelajaran Sains untuk Pembentukan Karakter

dihadapkan langsung dengan obyek sains yang berupa benda alam dan fenomenanya P 1 dan sisw a akan melakukan proses menghubung-hubungkan dengan konstrak C yang telah dimiliki dan kemudian merumuskannya sebagai P 2 . Proses inilah yang dinyatakan sebagai prinsip pembelajaran konstruktivisme, bahw a “ sisw a membangun pengetahuannya sendiri” dalam proses belajarnya. Pembiasaan sisw a melakukan proses belajar menurut sintaks model pembelajaran konstruktivisme akan menumbuhkan karakter : teliti dan jujur selalu berlandaskan pada fakta, sebagai nurturant effect dari proses sisw a.  Berpikir induktif-deduktif tercermin di dalam organisasi sajian meteri pembelajaran yang didisain oleh guru. Kenyataan yang masih berlangsung sampai saat ini, pembelajaran sains dilaksanakan dalam teori dan praktikum selalu menempatkan praktikum dilakukan setelah teori diperoleh sisw a. Seharusnya, sesuai dengan model pembelajaran konstruktivisme pengetahuan seharusnya dibangun oleh sisw a sendiri, maka ketika sisw a diajak berpikir induktif prinsip urutan proses belajar adalah sisw a memperoleh mengamati fenomena fakta – mengorganisasi hasil pengamatan – dan menyatakan interpretasinya simpulan, konsep, dfinisi, dsb sebagi persepsi sisw a terhadap obyek yang sedang dipelarinya. Kegiatan sisw a dalam memperoleh fakta dapat berupa pengamatan lapangan, praktikum, atau demonstrasi. Strategi pembelajaran dengan pendekatan deduktif diaw ali dengan sisw a memperoleh abstraksi konsep, teori, definisi yang dapat diperolehnya dari informasi guru, hand out, atau sumber bacaan. Selanjutnya, juga sesuai dengan prinsip sisw a membangun sendiri, diikuti dengan kegiatan untuk mengidentifikasi kata-kata kunci dalam abstraksi tersebut dan dilanjutkan dengan konkretisasi definisi operasional setiap kata kunci. Jika setiap kata kunci telah jelas operasionalnya, kegiatan dilanjutkan dengan cara-cara untuk memperoleh fakta- fakta yang mendukung kata kunci sehingga cara ini dapat disusun ditemukan sisw a melalui kegiatan diskusi yang intensif dan efektif. Pada akhirnya sisw a diminta untuk mencari menyebutkan fakta-fakta yang terjadi pada obyek-obyek yang lain , sesuai dengan abstraksi yang diperoleh pada tahap aw al, berdasarkan pada pengalaman konstrak yang telah dimiliki sisw a sebelumnya.  Jika dalam belajar mengimplementasikan 4 Jalur untuk Memperoleh Pengetahuan model Royce lihat gambar 3, maka hubungan antara jalur, sifat, dan hasil belajarnya dapat dijelaskan pada tabel 2 berikut ini : Tabel 1. Hubungan antara Jalur, Sifat, dan Hasil dalam Belaj ar J J a a l l u u r r S S i i f f a a t t B B e e l l a a j j a a r r n n y y a a H H a a s s i i l l B B e e l l a a j j a a r r n n y y a a C C o o n n t t o o h h K K e e g g i i a a t t a a n n M M e e t t o o d d e e Pikiran Rasionalisme Sesuatu pengetahuan yang bersifat logis dapat diterima akal atau sebaliknya, tidak logis  Diskusi dengan persoalan tema yang jelas, tidak sekedar menjaw ab pertanyaan yang mengungkap kembali konsep istilah.  Tanya-jaw ab dengan pertanyaan LKS yang disusun urut menggiring dalam pola induktif atau deduktif. Pengideraan Emperisisme Sesuatu pengetahuan yang merupakan persepsi yang benar atau sebaliknya, salah persepsi  Pengamatan terhadap fenomena dan interpretasinya Perasaan Intuisionisme Sesuatu pengetahuan yang merupakan wawasan atau sebaliknya, tidak dapat digunakan sebagai w aw asan  Membuat simpulan.  Menentukan memilih tindak- lanjut setelah menyelesaikan pembelajaran pada materi pokok tertentu. Kepercayaan Otoritarianisme Sesuatu pengetahuan yang dapat dianut dipercayai atau sebaliknya, kebohongan kepalsuan  Menerima informasi, melalui verbal-visual atau media lain. dalam im plem ent asi em pat jalur secara t erpadu, m at eri yang dit erim a oleh pesert a didik bukanlah m at eri yang lengkap, akan t et api m erupakan bagian fragm en yang kem udian dilanjut kan dengan kegiat an yang m engim plem ent asikan jalur-jalur yang lain.

3. Problem Based Learning sebagai Inti Penanaman Karakter Ilmiah

Berbagai model, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dapat dipilih oleh instruktur guru, dosen untuk melaksanakan tugas mengajar, namun dari semua itu PBL memiliki keunggulan yang lebih lengkap. Oleh sebab itu pada tataran tingkat yang telah dianggap cukup, PBL baru dapat diterapkan dalam pembelajaran. Pendekatan PBL pertama kali diperkenalkan pada pendidikan kedokteran di Univesitas McMaster pada pertengahan tahun 1970 Barrow s and Tamblyn,1980. PBL adalah cara belajar yang hasilnya diperoleh dari proses kerja aktivitas untuk memahami atau memecahkan suatu masalah persoalan. Masalah ditemukan dihadapi oleh pembelajar pada aw al poses belajar. PBL merupakan metode mengajar yang dapat menggunakan berbagai format : tutorial kelompok kecil, kuliah berdasar persoalan, diskusi kelompok besar kelas, dan kerja laboratorium berbasis persoalan Kaufman, 1995. Pada umumnya PBL digunakan untuk kelompok kecil dengan bantuan seorang fasilitator. Prinsip metode PBL meliputi 3 langkah : 1 Menghadapkan sisw a pada persoalan, 2 melibatkan sisw a pada belajar bebas dan 3 kembali pada persoalan semula Wilkerson Feletti, 1989. Rasional Problem-Based Learning Psikologi Kognitif Schmidt 1993 mengemukakan 3 prinsip dari psikologi kognitif yang sangat menunjang PBL : Pertama, aktivasi pengetahuan aw al sisw a, yang bertujuan untuk merumuskan persoalan yang akan dipelajari. Pengetahuan aw al dapat berupa pengalaman langsung dari lapangan, pengalaman yang telah tersimpan, atau informasi baru yang diterima sisw a pada aw al proses pembelajaran. Kedua, saat sisw a mendiskusikan pemecahan masalah, mereka melakukan elaborasi melalui pengetahuan yang telah ada dan pengetahuan baru dari kontribusi anggota kelompok. Kemudian sisw a membangun asosasi pengetahuan baru dari konsep yang telah ia miliki dengan jaringan pengetahuan yang berasal dari berbagai sumber, sehingga terjadi perkembangan antara konsep lama dengan konsep baru. Maka sisw a juga terbiasa dengan membangkitkan kembali memori yang telah tersimpan. Ketiga, PBL menyajikan persoalan yang benar-benar terjadi pada situasi yang aktual. Proses belajar terjadi di dalam konteks yang sama dan dapat diterapkan bagi seseorang. Persoalan dan pemecahannya memberi isyarat “ petunjuk” ketika di suatu saat sisw a menjumpai persoalan yang sama dalam kehidupan sehari-hari. Isyarat ini akan disusun dalam memori sebagai pengetahuan aw al yang setiap saat dapat diakses. Pinsip Pembelajaran untuk Dewasa PBL sangat kuat mencakup prinsip-prinsip belajar orang dew asa. Orang dew asa lebih termotivasi untuk belajar ketika kebutuhan need dan pengalamannya menjadi semakin meningkat pada saat pembelajaran mulai, dan ketika pusat perhatian belajar sangat relevan dengan situasi kehidupan. Mereka juga akan termotivasi ketika pengalaman diri digunakan sebagai sumber yang secara langsung dapat diakses pada saat pembelajaran Know les Associates, 1984. Kebutuhan Praktis Profesional Cervero 1990 mengemukakan alasan bahw a pengenalan karakteristik pada hal-hal yang bersifat praktis adalah sebagai kegiatan aw al pengarahan orientasi. Alasan kebutuhan profesional yang harus tertanam pada diri sisw a merupakan tindakan bijak seorang pendidik daripada sekedar sisw a dapat menyatakan jaw aban dari pertanyaan “ apakah yang disebut sebagai …” Buchmann, 1984. Mereka lebih setuju untuk “ meletakkan suatu yang benar” daripada “ kebenaran yang tak terungkap” INGAT : NATO, no action talking only . Pandangan tentang penerapan secara praktis ini akan menjadikan seseorang lebih profesional akan berlanjut dalam membuat keputusan yang memadai dari situasi yang khusus. Untuk meningkatkan kemampuan kerja praktik dan kemampuan profesional selalu dibutuhkan kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat. Penelitian yang dilakukan dengan cermat dan profesional, seperti laiknya seorang ahli, akan memberi dukungan yang kuat bahw a tanpa pengetahuan yang dibangun dari pengalaman praktis tidak akan mungkin membentuk tindakan yang bijaksana Cervero, 1990.