Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012
M-141
pembelajaran siswa yang saling melengkapi, dan memberi siswa dan guru analisis yang lebih lengkap tentang kejadian dalam pelajaran tertentu.
Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kriteria asesmen, karena kriteria tersebut akan menentukan asesmen yang baik seharusnya Garfield, 1994: a.Menyediakan
informasi yang memberi kontribusi pada keputusan berkaitan dengan peningkatan kualitas pembelajaran; b. Sejalan dengan tujuan pembelajaran; c. Memberikan informasi yang dibutuhkan
siswa; d.Menjadi pelengkap bagi hasil asesmen yang lain untuk memberikan deskripsi lengkap tentang apa yang diketahui siswa
Dalam kaitan dengan asesmen baik, Carless 2007 menggunakan istilah ‘learnin-oriented assessment’ dan mengelaborasi 3 elemen yang menjadi prinsipnya, yaitu: a.Tugas asesmen harus
didesain untuk menstimulasi proses pembelajaran di antara siswa; b.Asesmen seharusnya melibatkan siswa secara aktif dalam melibatkan kriteria, kualitas performansi mereka atau
kelompoknya; dan c.Umpan balik seharusnya dilakukan rutin pada waktu tertentu dan mendukung pembelajaran siswa sekarang dan yang akan datang.
Kriteria dalam asesmen menjadi penting karena dapat mengubah pendekatan siswa terhadap pembelajaran, dalam menyelesaikan tugas-tugas, dalam melakukan revisi dan pendekatan dalam
ujian. Oleh karena itu, jenis kriteria penilaian harus didiskusikan terlebih dahulu dengan siswa dan kolega, agar jelas apa yang diinginkan dan bagaimana digunakan Brown, 2001. Brown
memberikan acuan asensi dari kriteria yang lebih baik adalah: a. Sesuai dengan tugas asesmen dan outcome pembelajaran; b.Memfungsikan konsistensi penilaian; c. Dapat menerjemahkan area
ketidaksepakatan antar penilai; d. Membantu siswa mencapai outcome pembelajaran; e. Dapat digunakan sebagai feedback bagi siswa.
Brown 2001 menulis tipe-tipe utama kriteria yang digunakan dalam asesmen adalah: a. Intuitif kriteria implicit. Tersembunyi dari siswa dan penilai yang lain; b. Global; c. Criterion
reference grading; d. Broad criteria; e. Specific criteria; f. Marking schemes; g. Checklist; h. Detailed checklist; i. Detailed criteria.
Pada dasarnya penentuan kriteria asesmen bermula dari apa yang akan diases. Menurut Garfield 1994, kerangka kerja asesmen yang pertama adalah menentukan apa yang akan diases,
yang terbagi dalam 5 kelompok yaitu konsep concepts, keahlian skills, penerapan application, atitud attitudes, dan kepercayaan beliefs. Ma and Zhou 2000 mengusulkan 4 langkah terkait
dengan asesmen berbasis kriteria, yaitu: 1. Menentukan himpunan dasar kriteria asesmen; 2. Memilih kriteria asesmen dari himpunan dasar tersebut; 3. Menentukan bobot kriteria; dan 4.
Mengevaluasi kinerja siswa atas dasar kriteria tersebut. Ada 3 kriteria dasar yang ditentukan oleh Ma and Zhou 2000, yaitu knowledge, attitude dan skills. Kriteria dasar tersebut selanjutnya
dipecah lagi ke dalam kriteria yang lebih detil dan pemberian bobot yang relevan pada setiap kriteria untuk memperoleh tujuan asesmen yang ditentukan.
c. Ragam Preferensi
Guru sebagai pengambil keputusan memberikan preferensinya atas sejumlah kriteria yang telah disepakati. Pemberian preferensi oleh guru terhadap kinerja siswa dapat berupa nilai
kuantitatif atau kualitatif. Outcome proses pembelajaran yang kompleks yang dihasilkan dari asesmen dengan cara memberikan penilaian kualitatif merupakan hal yang biasa ditemui pada
berbagai mata pelajaran di sekolah menengah sampai perguruan tinggi. Penilaian kualitatif melibatkan multi kriteria, beberapa kriteria diantaranya bersifat fuzzy, dan hanya beberapa kriteria
saja yang biasanya digunakan dari sekian banyak kriteria yang mungkin Sadler, 2010:8.
Ada beberapa macam format preferensi yang dapat diberikan pengambil keputusan dalam MCDM. Chen 2005:108 menyebutkan ada 5 cara mengevaluasi preferensi pakar dalam masalah
pengambilan keputusan: 1. Ordering preference; 2. Fuzzy preference relation; 3. Multiplicative preference relation; 4. Utility function; dan 5. Variabel linguistik dengan fungsi konversi ke
bentuk yang lain. Salah satu preferensi yang paling banyak digunakan dalam asesmen adalah dalam
Sri A, DjemariPerformance Asessment Dalam
M-142
format linguistik. Misal pengambil keputusan memberi preferensi terhadap 4 alternatif {A
1
, A
2
, A
3
, A
4
} masing-masing A
1
=”Sangat Baik”, A
2
=”Baik”, A
3
=”Cukup”, A
4
=”Kurang Baik”. Perbedaan format preferensi oleh pengambil keputusan individu maupun kelompok terhadap
kriteria sudah menjadi hal yang biasa dalam masalah MCDM, karena setiap kriteria dapat memiliki unit pengukuran yang berbeda. Dimensi kriteria yang berbeda dapat diselesaikan dengan proses
normalisasi, yang bertujuan untuk mendapatkan skala nilai yang dapat diperbandingkan. Berbagai teknik normalisasi nilai preferensi terhadap kriteria telah menjadi bagian dari metode MCDM
Turskis and Zavadskas, 2010.
d. Metode penyelesaian MCDM
Turskis and Zavadskas2010 menyatakan berbagai macam metode MCDM banyak digunakan untuk menyelesaikan permasalahan di bidang sains, bisnis dan pemerintahan. Metode-
metode MCDM tersebut dikelompokkan sebagai berikut. – Metode yang didasarkan pada pengukuran kuantitatif. Metode-metode yang berdasarkan
multiple criteria utility theory MAUT termasuk dalam kelompok ini, misal TOPSIS, SAW Simple Additive Weighting, LINMAP Linear Programming Techniques for Multidimensional,
Analysis of Preference, COPRAS Complex Proportional Assessment, COPRAS-G, dan ARAS Additive Ratio Assessment.
– Metode-metode yang berdasarkan pada pengukuran awal kualitatif qualitative initial measurements, meliputi 2 kelompok yaitu Analytic Hierarchy Methods AHP dan metode teori
himpunan fuzzy. – Metode perbandingan preferensi yang berdasarkan pada perbandingan pasangan alternatif.
Kelompok ini meliputi ELECTRE, PROMETHEE. – Metode yang berdasarkan pada pengukuran kualitatif yang tidak dikonversi ke variable
kuantitatif. Kelompok ini meliputi metode pengambilan keputusan pada data linguistik dan penggunaan data kualitatif yang melibatkan ketidakpastian tingkat tinggi.
Kahraman 2008:3 menyebutkan ada 20 macam metode penyelesaian MCDM, yaitu: Dominance, Maximin, Maximax, Conjuctive, Disjuctive, Lexicographic, Lexicographic semi-order,
Elimination by aspects, Linear Assignment method, Additive weighting, Weighted Product, Nontraditional Capital Investment Criteria, TOPSIS, Distance from Target, AHP, Outranking
methods ELECTRE, PROMETHEE, ORESTE, Multiple Attribute Utility Models, ANP, Data envelopment analysis, Multi-Attribute fuzzy integrals.
C. Penerapan MCDM dalam Asesmen
Dalam perkembangannya, metode MCDM banyak diterapkan dalam asesmen pendidikan. Penerapan tersebut banyak dilakukan terkait dengan upaya untuk melakukan asesmen yang lebih
reliabel dan menggambarkan kinerja siswa secara fair. Beberapa contoh penerapan tersebut adalah: Kwok, dkk. 2001 menyajikan sebuah asesmen kolaboratif dan pendekatan terpadu berbasis
himpunan fuzzy untuk menilai hasil pembelajaran yang berpusat pada siswa dan mewakili konsep yang kurang tepat dalam penilaian subjektif. Baba dkk 2009 mengembangkan Fuzzy Group
Decision Support Systems FGDSS yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan multi fungsi. Group dalam FGDSS ini adalah dosen dan mahasiswa yang berperan dalam proses
menentukan kriteria asesmen bersama-sama di awal sistem.
Hasil penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa: 1. Asesmen siswa di sekolah maupun di perguruan tinggi selayaknya mempertimbangkan multi kriteria, yang dapat mempunyai
bobot yang berbeda dan sebagian besar bersifat fuzzy; 2. Dalam beberapa kasus, perlu proses asesmen merupakan pengambilan keputusan kelompok, dengan masing-masing pengambil
keputusan mempunyai bobot yang berbeda; 3. Penerapan metode fuzzy MCDM dapat menghasilkan sistem asesmen yang lebih adil, tidak memihak dan menguntungkan bagi semua
siswa.