Gambar 70 Kemasan kekuak kering mentah 1 dan siap-saji 2 di pasartoko Kantong plastik bisa membuatnya lembab dan berjamur, penggantungan
tanpa kantong menjaganya tetap kering karena terjemur dan terangin-angin, tapi tidak menghalangi polusi. Kini sudah ada toko yang menyimpan dalam freezer,
sehingga tetap bersih dan makin kering karena kadar airnya diserap suhu dingin, apalagi dibungkus dulu dengan koran, agar bisa tahan sampai musim berikutnya.
Meski belum ada laporan keracunan, sebaiknya tidak memakan kekuak kering setelah tiga bulan disimpan, apalagi bukan di lemari es simpan kering dingin.
Penyimpanan beku kekuak segar dalam lemari es freezer juga membuat lebih tahan lama. Dari pengalaman, kekuak basahbasah yang tersimpan beku
sampai dua bulan masih bisa dipanggang-kelup apalagi digoreng, tapi menurun tekstur dan rasanya. Untuk itu sebaiknya tidak mengkonsumsi kekuak basah yang
tersimpan lebih dari sebulan, tapi untuk diolah dengan cara lain masih bisa baik, apalagi dikeringkan untuk dibuat keripik. Untuk dibuat umpan pun masih cukup
baik efektif dan laku dijual meskipun sudah disimpan lebih dari dua bulan. Kekuak segarbasah olahan siap saji belum pernah dijual, kekuak kering
goreng siap saji keripik pun baru dijual pedagang Tionghoa di Pangkalpinang. Keripik kekuak simpul pita biasanya dikemas dalam kotakkantong plastik
bening, tidak ada kesan menjijikkan. Untuk konsumsi sendiri kekuak kering digoreng keripik potongan kecil, cukup ditaruh di stoples bening.
7.3.2.4 Kuliner dan pengembangannya 1 Penerimaan dan pandangan masyarakat
Tidak semua nelayanpenangkap kekuak mausuka makan kekuak. Kalaupun tadinya maugemar, karena tujuan menangkapnya untuk dijual bahkan
jadi profesi, manfaat komersialnya diutamakan daripada manfaat subsisten
2 1
dimakan sendiri. Yang gemarpun akan membatasi diri karena lebih untung jika dijual, jika mau biasanya cuma mengambil sisa produk yang tidak terpakai.
Ada juga nelayanpenangkap yang tidak begitu suka lagi karena sebelumnya terlalu sering mengkonsumsi. Hal ini mirip kasus sebagian warga
Pebuar yang sudah tidak mau lagi makan kepiting, bahkan akan merasa mual meski cuma dibayangkan. Ada juga yang sejak awal sampai kini tidak mau,
karena merasa jijik. Karena itu di Pebuar jika ada yang ingin memakannya, memesannyapun biasanya diam-diam.
Menariknya, tidak sedikit warga lainnya terutama di Pangkalpinang, yang sama sekali belum pernah tahu, atau tahu tapi belum pernah merasakan, setelah
mencicipi kekuak kemudian ingin lagi mencoba dan ketagihan, khususnya panggang kelup khas Pebuar, karena merasa amat lezat, unik dan khas. Umumnya
mereka berasal dari masyarakat biasa, penduduk asli dan pendatang, atau masyarakat di tempat lain, yang berpotensi jadi konsumen atau target pasarnya.
Mereka ingin mencoba lagi, tapi tidak dijual di Pangkalpinang apalagi kota lain. Secara ekonomi sikap berbeda antara dua kelompok warga masyarakat tadi
dalam menyikapi konsumsi kekuak, potensial amat menguntungkan. Bagi komunitas penangkap seperti di Pebuar dan Nangkabesar, biarlah sebaiknya
kekuak dijual saja, masih banyak alternatif bahan pangan lain, sesekali boleh saja atau cukup dari sisakelebihan produksi. Bagi komunitas penggemar dan calon
penggemar kekuak di Pangkalpinang dan tempat lainnya, perlu diberi kesempatanakses untuk membeli dan mengonsumsi kekuak basahsegar olahan,
meskipun dengan harga lebih tinggi. Dari kasus tadi, tidak berarti mayoritas masyarakat Bangka-Belitung tidak
suka kekuak segarbasah olahan, karena cenderung jauh lebih banyak yang belum tahu daripada yang sudah tahu, tentang kekuak dan konsumsinya. Jika produksi
kekuak untuk olah segarbasah tetap adarutin, fasilitas simpan-dingin memadai, akses dan transportasi mudahmurah ke sentra produksi, tidak cuma warga Jebus
sekitar yang bisa membelimenikmati, tapi juga di Pangkalpinang dan tempat lain. Dari hasil pengamatan dan pengalaman selama ini, bagi pemula saat
pertama kali mencicipimencoba memakan, kebanyakan tidak menunjukkan kesan menolak jijik. Biasanya memang tampak ragu dulu, tapi setelah mencobanya
kesan negatif itu kalah oleh rasa lezat dan kesan penasaran mau mencoba lagi. Akan lebih mudah lagi jika promosi konsumsinya gratis kepada mereka yang
belum tahu atau belum pernah mencoba, dengan syarat tidak dengan menampilkan bentuk aslinya. Untuk itu uji organoleptik baru perlu dilakukan kepentingan
riset dalam upaya diversifikasi produk olahannya sebagai komoditas dan peningkatan mutu sekaligus harganya.
2 Status kehalalan
Dari segi keyakinan, sebagian besar masyarakat Bangka-Belitung adalah muslim beragama Islam, apalagi pribumi dari etnik Melayu. Sebagai muslim
aspek halal-haram dalam hal ini tentang pangan makanan amat diperhatikan. Mereka percaya bahwa salah satu penyebab doa tidak terkabul adalah
mengkonsumsi makanan yang mengandung unsur syubhat lebih dekat pada haram, apalagi yang sudah jelas haramnya. Selain itu mereka juga memahami
bahwa barang yang haram dimakan, membeli dan menjualnya untuk tujuan konsumsi pun hukumnya haram.
Selama ini di kehidupan masyarakat setempat tidak terlalu bermasalah, terkait kehalalan biota kekuak sebagai bahan pangan atau makanan, karena pasti
memahami kekuak cuma hidup di laut. Selain itu memahami pula bahwa semua hewan buruan yang hidup alami atau habitat dan aktivitasnya di laut, berdasarkan
ajaran agamanya halal dimakan. Hal ini bisa dilihat dalam kitab Quran QS.5:96, “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan dari laut sebagai makanan
yang lezat bagimu, ...” Tidak semua masyarakat makan kekuak, itu cuma masalah
selerakebiasaan. Tidak pula semua penangkap kekuak mau atau biasa memakannya, tapi sudah biasa menjualnya untuk tujuan konsumsi. Jika paham
kekuak haram dimakan, mereka pun tidak akan menjualnya untuk tujuan konsumsi, meski pembeli bukan muslim. Ajaran Islam melarang mengharamkan
sesuatu yang halal begitupun sebaliknya, disebutkan dalam QS.16:116, “Dan janganlah kamu berkata terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara
dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengadakan kebohongan terhadap Allah….” Juga dalam QS.5:87, “...janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik
yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas....”
Lebih khusus tentang kelompok biota laut, Apriantono dan Nurbowo 2003 menulis bahwa cacing laut seperti hewan air dan semua bangkai laut halal
dimakan. Pernyataan ini memperkuat dasar halalnya kekuak dan semua hewan laut dimakan. Jadi, pumpun pun selama ini cuma untuk umpan yang termasuk
cacing poliket Annelida halal dimakan seperti palolo, wawo, laor dan nyale, apalagi tembilok Mollusca dan kekuak Sipuncula. Jika biota-biota itu halal
dimakan maka halal pula dijual untuk tujuan konsumsi, tentunya bukan didapat dari cara yang tidak halal.
Dalam kitab yang sama bahkan ada anjuran bagi penganut agama ini untuk memakan daging segar mentah hewan-hewan laut, dalam QS.16:14 disebutkan
“Dan Dialah yang menundukkan lautan, agar kamu dapat memakan darinya daging yang segar...” Ini mengisyaratkan tidak ada alasan untuk ragu
mengkonsumsi kekuak sebagai biota laut yang halal lagi baik, dalam keadaan sudah diolah ataupun masih segar mentah. Hal ini membenarkan kebiasaan
masyarakat setempat memakan makanan laut dalam keadaan segar atau mentah seperti kekuak dan biota laut lainnya, kelompok ikan pinfish atau non-ikan
shellfish seperti tembilok, kerang dan udang. Namun seperti ditulis Apriantono dan Nurbowo 2003, sesuatu yang halal
bisa menjadi haram jika melakukannya terkait akidah kepercayaan syirik yang bertentangan dengan ajaran Islam, misalnya pada acara adat bau nyale di Lombok.
Syirik adalah penyekutuan Allah dengan makhluk, yang disamping hukumnya haram dosanya amat besar dan tidak terampuni. Kepercayaan akan mitos dan
khasiat serta kebiasaan mengkonsumsi kekuak dan biota laut lainnya seperti tembilok dan kerang pada masyarakat setempat, tidak ada kaitannya dengan
syirik, jadi halal dimakan, apalagi jika terbukti secara ilmiah kandungannya bermanfaat dan aman dimakan baik. Ajaran agama mereka menganjurkan untuk
memakan makanan yang baik toyib, dalam QS.5:88 disebutkan “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik...”
Terkait produk kekuak olahan siap saji yang dijual di tokopasar, konsumen muslim perlu juga mencermati, karena tidak semuanya diolah sendiri
oleh penangkap dan proses pengolahannya termasuk peralatan dan bahan belum tentu suci dari najis sesuai standar kehalalan. Salah satu sebab konsumen
muslim setempat kurangtidak meminatinya adalah keraguan akan hal itu, selain harganya relatif mahal. Bagi yang non-muslim tidak ada masalah, yang penting
berminat dan sanggup membelinya. Jadi, tidak perlu dipersoalkan kekuak termasuk cacing ataukah bukan,
sifatnya menjijikan apa tidak, karena sudah jelas statusnya termasuk biota laut yang semuanya halal dimakan menurut norma ajaran Islam. Mempersoalkannya
cuma akan buang-buang energi dan mempersulit diri. Namun, kebaikannya keamanannya sebagai bahan pangan tetap harus diuji, seperti kandungan bahan
beracunberbahaya dari cemaran dan limbah domestik, industri, tambang, transportasi laut dan radioaktif.
3 Gagasan pengembangan
Proses promosi atau menarik minat penggemarkonsumen baru khususnya kekuak basah segar olahan, akan berhasil jika lebih beragam bentuk olahannya,
gagasan resep dan cara masak bisa dari warga masyarakat sendiri termasuk nelayan dan penangkap, peneliti atau perpaduannya. Dari penelitian ini
terangkum gagasan itu dan beberapa telah dicoba, pada umumnya olahan kekuak segar basah.
Kekuak panggang kelup khas Pebuar, adalah olahan kekuak basah favorit di masyarakat, baik yang sudah lama maupun yang baru saja mengenalnya.
Gagasan asli warga Pebuar ini diperkenalkan seorang pengumpul utama di Nangkabesar pada 2005. Diolahnya tanpa bumbu kecuali air laut yang bergaram
saat membilasnya setelah ditangkap. Prinsip cara membuatnya adalah memasukkan separuh tubuh kekuak atau potongannya kedalam dengan penusuk,
didorong dari kepala kedalam menuju ekor, agar bekas luka tusuk di kepala tersembunyi di dalam.
Penusuk tangkai panggang kelup bisa dari lidi kelapakabung, atau tusuk bambu tidak perlu runcing, tapi yang unik adalah dari tangkai daun paku resam,
Gleichenia linearis Gambar 71, gagasan asli pengumpul utama tadi. Kelebihannya: 1 praktis, cukup dilap-basah, lalu dipotong sesuai ukuran tanpa
diraut; 2 mudah didapat di belukar desa; 3 memanfaatkan yang selama ini tidak berguna kecuali untuk membalik kekuak; 4 kesan alami dan etnik.