Pola pemasaran dan peran pengumpul

8 PEMBAHASAN UMUM 8.1 Karakteristik, Kondisi dan Status Aspek Terkait Pemanfaatan Kekuak

8.1.1 Aspek etnobiologi

Biota kekuak meskipun belum secara baik apalagi lengkap, telah diketahui memiliki siklus hidup dengan beberapa stadium metamorfosis dari menetasnya telur sampai cukup dewasa dengan ukuran tertentu untuk bisa berkembangbiak lagi. Di Bangka-Belitung, selama ini yang tertangkap adalah individu biota yang telah mencapai stadium dewasa, sebelum tercapai sulit terlihat dan tertangkap. Siklus reproduksi kekuak meski juga belum secara baik diketahui, tapi masa kematangan telur, pelepasan bertelur, menetas sampai menjelang dewasa secara kuat diperkirakan bersamaan dengan mulai berakhirnya masa kegiatan penangkapan terutama nyucok dan nyerampang secara umum JuniJuli sampai PebruariMaret, sebagai rehat panjang periode surut terjadi terlalu sore, malam, sampai terlalu pagi dan disertai musim hujan. Selama itu populasinya ‘aman atau selamat’ dari penangkapan, sempat berkembang metamorfosis individunya dan suksesif populasinya dewasa sampai tiba musim tangkap berikutnya. Setelah dewasa cara bersarang biota ini spesifik melubang dalam tanah dasar perairan laut, tidak kelihatan. Karena itu, cuma bisa ditangkap dengan alat tangkap tertentu saja khusus tanpa menyebabkan rusak dan berubah kondisi habitatnya teksturstruktur substratnya agar tetap terjaga keberadaaan dan kelangsungan hidupnya. Selama tidak banyak yang mampu menangkap dan tidak banyak jenis alat tangkap efektifnya, kondisi biota ini dan habitatnya relatif aman. Sarang biota ini setelah dewasa juga amat spesifik, permukaan lubangnya yang mirip bekas jejak anjing, cuma bisa dilihat jelas pada siang hari saja dan cuma sedikit orang yang bisa mengetahui keberadaannya. Penangkapannya yang terbatas cuma bisa efektif di siang hari dengan jenis alat tangkap yang ada, pun cukup menjamin keberadaankelangsungan hidup individu dan populasi di habitat. Habitat utama biota ini sebagai lokasi tangkapnya berada pada zona pasang-surut intertidal perairan pantai. Biasanya penangkapan bisa efektif produktif dilakukan cuma pada saat laut surut siang hari periode Maret sampai JuniJuli, khususnya nyucok dan ngerangkang selang minggu ruap surut terendah dengan kedalaman minimal terkait operasi alat tangkap. Periode Juli sampai Pebruari dan selang minggu surut tanggung adalah kesempatan biota ini melangsungkan kehidupan dan bereproduksi, menjamin kelestarian pemanfaatan. Habitat utama biota ini sebagai cadangan utama populasi amat spesifik di perairan pantai ataupun dangkal bertipe substratnya pasir putih dengan tekstur sedang sampai halus. Peralihannya dengan tipe lain seperti karang, lumpur, pasir hitam, pasir putih kasarhalus sebagai habitat sekunder, bisa menggangu hidupnya kurang subur, populasinya sedikit dan sulit ditangkap. Habitat sekunder dan perairan dangkal yang tidak terjangkau alat tangkap adalah cadangan terakhir populasinya. Jadi, secara umum keberadaan eksistensi dan kelangsungan hidup kelestarian biota individu dan populasi kekuak sampai kini masih tetap terjaga, bertahan dan dipertahankan, terbukti dari masih rutinnya biota ini dimanfaatkan masyarakat secara komersial di sejumlah sentra produksi. Hilangnya biota ini atau amat lambat tidak berjalan suksesi populasinya di beberapa daerah habitat yang pernah jadi lokasi tangkapnya akibat perusakan lingkungan dan pola pemanfaatan kurang berkelanjutan, adalah pelajaran berharga agar tidak terulang lagi.

8.1.2 Aspek etnoteknologi

Kegiatan penangkapan kekuak komersial oleh masyarakat Bangka- Belitung dengan tiga jenis alat tangkap, cucok warisan leluhur, rangkang dan serampang hasil inovasi nelayan, pada umumnya tergolong teknik tangkap tradisional kriteria Hutabarat 2001. Karena itu orientasi dan praktek kegiatan penangkapannya selama ini adalah pemanfaatan secukupnya demi keperluan hari ini dan esok, bukan dengan alatteknik canggih yang berpotensi mengambil lebih banyak, cuma untuk sesaat, dan berisiko merusak. Hal itu tergambar dari alat tangkap cucok yang sederhana yang terikat ‘pemali ngesik’; juga rangkang dan serampang yang muncul kemudian, meski lebih produktif sejak diinovasi 1997 tapi sejauh ini diterapkan di habitat, polanya tidak menghabisi populasi biota. Ketiga macam teknik tangkap kekuak yang diterapkan nyucok, ngerangkang dan nyerampang, tergolong ‘metode pengambilan dengan pelukaan’ klasifikasi von Brandt 2005. Luka teknis ‘tidak terhindarkan’ pada biota target yang membuatnya ‘pasti sekarat dan mati’ terkait karakter kekuak. Namun, untuk dijadikan produk kering, cacat akibat alat tangkap tidak mempengaruhi mutu dan harganya. Untuk produk basahnya pun begitu, cacat produk relatif bukan masalah tergantung penanganan antisipatif, dengan teknik ngerangkang paling tinggi hasil, mutu dan harganya. Ketiga jenismacam alatteknik tangkap kekuak yang ada tadi diterapkan di habitat biota kekuak lokasi tangkap berdasarkan ‘zona tangkap efektif’ masing- masing. Zona ngerangkang selalu di perairan lebih dalam; zona nyucok bisa di bagian mengering dan tergenang yang lebih dangkal, dan zona nyerampang di bagian tergenang sampai agak dalam, keduanya beririsan. Hal ini menunjukkan bahwa semua jenis alat itu amat efektif, tergantung pada syarat batas kedalaman masing-masing dan keahlian penangkap dalam menguasai alattekniknya. Sejak diciptakan, semua teknik tangkap ini memang sengaja ditargetkan untuk menangkap biota kekuak saja, dan dalam penerapannya tidak ada sedikit sekali peluangnya bisa mengenaimenangkap biota jenis lain. Biota yang tertangkap pun sudah sampai stadium dewasa ukuran minimalnya 15-20 cm, ditambah tuntutan pasar membuat penangkap “cuma ingin” menangkap yang ukuranmutunya lebihpaling baik, target harapan itupun masih dibatasi tertangkapnya oleh ‘pemali ngesik’, dan zonasi efektif alat tangkap ikut memperkuat semua faktor ‘selektivitas’ sekaligus ‘pembatas’ penangkapan tadi. Akibatnya sejumlah individu biota yang belum sampai stadiumukuran target ibarat ‘terprogram agar selamat’ dari penerapanoperasi alat teknik tangkap, begitupun jenis-jenis biota lain non-target. Sikapkemauan penangkap terkait mutu target harapan pasar semakin memperkuat ‘kontrol selektivitas’ penangkapan, karena itu semakin berpengalaman akan semakin ahli memilih individu target dari ukuran tanda sarangnya, diperkuat pengecekan rata-rata ukuran populasi saat pemilihan lokasi tangkap di awal kegiatan. Pemali ngesik ibarat ‘seleksi alam terdesain’, membatasi target harapan penangkap agar sejumlah individu dalam zona tangkap efektif ‘ikut selamat’ dari penangkapan, apalagi ada di luar zona itu. Secara umum penerapan operasi ketiga jenis alat tangkap tadi juga masih ramah lingkungan minimal diukur dari sembilan kriteria Baskoro 2006, meski sejumlah subkriterianya tidak relevan, beberapa diantaranya sudah dibahas tersendiri sebelumnya. Penerapan jenis-jenis alat tangkap ramah lingkungan inipun memenuhi kriteria perikanan berkelanjutan menurut APO 2002. Kegiatan penangkapan kekuak oleh masyarakat lokal selama ini dari skala operasi secara umum tergolong perikanan artisanal komersial skala kecil; bahkan cenderung artisanal-subsisten karena penghasilan cuma demi mencukupi kebutuhan dasar harian subsisten; apalagi sebatas musiman saja, sambilan dan pilihan terakhir saat tidak ada alternatif kegiatan lain yang berpendapatan lebih baik. Karena itu, jumlah populasi biota yang ditangkap pun seperlunya, cenderung minimal sampai optimal, sekaligus tidak berlebih-lebihan atau menghabiskan. Beberapa kebijakan adat dan pola khasunik yang berlaku demi keberlanjutan pemanfaatan sistem pengelolaan sumberdaya kekuak kasus Pebuar, secara internal masih efisien dan efektif. Sistem tradisional dikatakan efisien dan efektif bila sampai kini masih berlaku serta hampir tidak dijumpai pelanggarannya Nikijuluw 1998. Aturan adat pemali ngesik sampai kinipun masih ditaati pada gawe nyucok di Pebuar dan sekitarnya Teritip, meski lembaga adatnya tidak adaberfungsi lagi. Kebijakan pengopongan timah di kawasan Pebuar pun, secara internallokal masih tetap efektif melindungi pemanfaatan kekuak dari penambangan timah di kawasan itu, karena tiada yang perlubisa dilanggar dan diberi sanksi Pola-pola pembatasan pemanfaatan kekuak yang terjadi alamiah dan teknis secara internal pun masih efektif, selama belum ditemukanditerapkan teknik tangkap yang bisa melanggar batas-batas tadi. Namun, secara eksternal mulai terancam dampak kegiatan kapal hisap di kawasan Penganak, berupa turbulensihanyutan limbahnya yang menutupi habitat kekuak. Secara umum, kesinambungan kegiatan penangkapan kekuak komersial oleh masyarakat setempat, sampai kini masih tetap terjaga dan bertahan di sejumlah sentra produksi selama keberadaan biota, keseimbangan populasi dan kondisi habitat terjaga dari perubahankerusakan. Kerusakan habitat akibat penambangan timah di beberapa tempat telah memusnahkan populasi dan menghentikan pemanfaatannya.

8.1.3 Aspek pemanfaatan

Kekuak adalah bahan umpan alami bermutu menarik, kuat, tahan lama dan murahmudah didapat, baik sekali untuk memancing ikan target jenis apa saja terutama yang ekonomis, maupun ikan target khusus gagok. Karena itu, baik sekali dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan memancing profesional dan rekreasional hobi, wisata dan olahraga mancing. Kedua bentuk kegiatan ini terutama mancing rekreasional mendorong pemanfaatan selama ini yang belum optimal, juga peluang usaha sumber pendapatan barutambahan bagi nelayan. Pemanfaatan kekuak sebagai umpan alami masih memiliki keterbatasan. Pertama: Skala pemakaian utamanya masih sebatas mendukung kegiatan utama profesi nelayan, untuk kegiatan mancing hobirekreasional pun baru terbatas di daerah tertentu di Manggar Belitung Timur, pada musim mancing gagok sekitar Juni-Juli di Pantai Olifir. Kedua: Pemakaiannya masih musiman, karena cuma bisa ditangkap pada periode tertentu belum tersedia untuk dipakai sepanjang waktu. Dengan begitu dari sisi ekologi masih banyak habitat kekuak yang belum optimal dimanfaatkan biotanya sebagai sumberdaya umpan, dan dari sisi ekonomi belum maksimal menguntungkan nelayan terkait manfaatnya. Kekuak adalah bahan pangan produk keringawetan dan basahsegar yang telah terbukti bergizi, halal dan sampai sejauh ini masih aman untuk dikonsumsi, tidak kalah dengan bahan pangan sejenis hasil perikanan lainnya. Mitos konsumsinya terkait seksualitas pria terbukti ada benarnya dari Fe, Zn dan Se, juga terkait khasiat untuk kulit dari kandungan kolagennya, meski perlu diteliti lebih lanjut. Kekuak basah pun bisa dikonsumsi segar apalagi diolah, kemanisannya melebihi kerang-kerangan karena kadar karbohidrat yang tinggi; ditambah kandungan asam glutamatnya sebagai penguat manis dan gurihnya; apalagi jika dipanggang-kelup khas Pebuar sebagai bentuk olahannya yang unik. Semua itu dari sisi ekonomis bisa dijadikan faktor pendorong optimalisasi pemanfaatannya. Jika tidak terkendali, dari sisi ekologis itu semua berpotensi mendorong eksploitasi biota ini berlebih-lebihan, yang bisa berakibat pemanfaatannya tidak bisa berkelanjutan atau risiko yang lebih berat, mengingat biotanya amat rentan dan belum bisa dibudidaya apalagi secara intensif. Pemanfaatan kekuak sebagai bahan pangan juga masih memiliki keterbatasan. Pertama: skala produksi terbatas, karena merupakan produk musiman setiap tahun, sentra produksinya tidak banyak, begitupun jumlah penangkapnya. Kedua: skala konsumsi terbatas, cuma pada sejumlah komunitas tertentu meskipunalpalagi tidak lazim terkait bentuk aslifisiknya terutama kekuak basahsegar hasil ngerangkang. Hal itu membuanya eksklusif, apalagi sudah dianggap pangan bernilai khusus sehingga mahal di pasar, tidak semua orang sanggup membeli. Keterbatasan produksi dan konsumsi ini menjadi pembatas eksploitasi biotanya. Saat pasokan kekuak basah melimpah, harganya di tingkat penangkap-pengumpul mudah turunjatuh, kegiatan penangkapan pun menurun terhenti sampai sebelum habis periode musim tangkap. Hal ini positif bagi keberadaan populasi dan kelangsungan hidup biotanya di habitat, yang menjamin pemanfaatan tetap berlanjut. Harga produk keringya relatif stabil, tidak masalah dengan kegiatan penangkapan nyucoknyerampang yang periodenya lebih singkat Juni mulai berakhir, jika harganya di tingkat penangkap- pengumpul tidak memuaskan, penangkap bisa menjual ke pasar tanpa buru-buru. Pada kasus Nangkabesar, pengumpul utama tidak cuma berperan memasarkan kekuak kering setoran para penangkap anak buahnya, tetapi juga dalam mengatur menentukan menunda kegiatan pada musim tangkap skala besar. Pola tangkap kekuak komersial nyucok dan ngerangkang di pulau itu yang tidak sepenuhnya berdaur-ulang berotasi, biasa diantisipasi oleh pengumpul utama memanfaatkan kegiatan pemanfaatan sumberdaya lain khususna cengkeh sebagai alternatif yang lebih baik, demi menjaga agar pemanfaatan kekuak komersial disana tetap berkesinambungan sekaligus agar tetap menghasilkan produk kekuak kering yang bermutu tinggi. Secara umum, kekuak sebagai bahan umpan belum optimal dimanfaatkan secara komersial masih amat terbatas, belum memberi keuntungan lebih baik bagi nelayanpenangkap. Sebagai bahan pangan komersial pun belum maksimal menguntungkan mereka karena masih menjualnya mentah, diversifikasi produk di tingkat produsenpenangkap belum ada, rantai dan durasi pemanfaatan pun masih singkat. Peran nelayan baru di sektor hulu, pemasaran belum dikembangkan memanfaatkan potensi wisata bahari dan konsumen domestik. Sementara itu, kegiatan pemanfaatan kekuak dalam ekonomi subsisten kebutuhan sehari-hari oleh komunitas nelayan lokal tradisional untuk umpan, dan juga oleh etnik lokal orang Seka’ dan orang Melayu untuk pangan di beberapa lokasi, ikut terganggu bahkan terancam dengan rusaknya lingkungan perairan pantai habitat kekuak akibat kegiatan penambangan timah. Hasil uji kandungan logam berat, khususnya Pb timbal, pada sampel daging kekuak dari lokasi tertentu meski relatif masih jauh di bawah baku mutu, menandakan ada lingkungan habitatnya yang sudah tercemar akibat kegiatan transportasi laut. 8.2 Pengembangan konsep pemanfaatan kekuak berkelanjutan 8.2.1 Aspek Biologi Status taksonomi kekuak kini bisa dijelaskan dengan adanya penelitian ini, biota ini memiliki ciri spesifik yang mengarah pada dan diajukan sebagai spesies baru, bahkan juga memungkinkan munculnya genus baru. Hal ini diharapkan akan memudahkan kajianpenelitian lebih lanjut serta meluaskan jangkauan informasinya dan jaringan komunikasi ilmiah, dalam rangka mendukung upaya konservasi jangka panjangnya dan pemanfaatannya secara lebih berkelanjutan lagi dengan dukungan yang lebih banyak. Sistem pertahanan biota ini amat rentan jika terpotongputus akan sekarat lalu mati, tidak seperti pada cacing, sulit bertahan tanpa dukungan karakter lingkungan habitat eksternal dan karakter internal lainnya. Selain itu, sulit beradaptasi dan amat rentan terhadap perubahan struktur sedimen habitat spesifiknya pasir putih tekstur sedang sampai halus, bisa sekarat lalu mati. Karena itu, memang perlu pola tangkap yang menjamin agar populasinya tidak habis untuk semua stadium dan dewasa potensial dan habitatnya tidak berubahrusak sebagai kapasitas daya dukung lingkungan bagi kelangsungan hidup individu dan keseimbangan populasinya. Bila keberadaan populasi biota ini telah menipis dan menghilang di habitat, telah terbukti amat sulit atau lambat sekali kembali normalseimbang seperti kasus Nangkabesar. Bila kondisi habitat rusak total, populasi biota ini musnah dan punah, tidak mungkin kondisinya kembali seperti sediakala seperti kasus-kasus Penganak, Semulut dan Lalang akibat tertutup oleh limbah, tercemar atau terbongkar kegiatan penambangan timah dengan kapal keruk, TI apung dan terutama kapal hisap, kegiatan pemanfaatan biotanya musnahmenghilang tidak berlanjut juga. Kedua macam kasus ini jadi pelajaran pahit agar tidak terulang. Untuk daerah yang sudah ada pemanfaatan kekuak selama ini sentra produksi atau penangkapan komersial terutama di kawasan Pebuar, berbekal pengetahuan lokal tentang masa bertelur biota ini, kajian siklus reproduksinya harus dilakukan intensif, terutama setelah periode kegiatan nyucok. Pengambilan