“Tinggalkan sebagian untuk ular”. Sementara itu, orientasi perikanan tangkap modern pada prakteknya cenderung ‘aji mumpung’ oportunis dan ‘dengan modal
dan risiko besar, untung jauh lebih besar’, sebagai prinsip kegiatan produksi sistem ekonomi industrial komersial-kapitalistik. Terkait hal ini Charles 2001
mengklasifikasi penangkap nelayan menjadi empat kelompok utama yaitu: subsisten, native indigenus, komersial, dan rekreasional; untuk yang komersial
dibagi lagi menjadi: skala kecil artisanal dan skala besar industrial.
2.4 Kearifan Lokal dan Pengetahuan Tradisional
Kata kearifan berasal dari kata ‘arif yang berarti tahu dan ma’rifat yang berarti pengetahuan knowledge, tingkatannya masih di bawah fahm
pemahaman dan fiqh pengertian Jazairy 2001, sehingga kearifan lokal sama saja maknanya dengan pengetahuan lokal local knowledges. Namun demikian,
telah terjadi proses ‘ameliorasi’ perluasan makna kata ‘kearifan’ menyamai makna wisdom kebijaksanaan, sebaliknya terjadi proses ‘peyorasi’
penyempitan makna kata ‘kebijakan’ menyamai makna policy keputusan politis, yang sebenarnya berasal dari kata bijakbijaksana wise yang juga
diartikan arif makna peyoratif. Oleh karena itulah, kata local wisdom lebih populer diterjemahkan sebagai ‘kearifan lokal’ daripada ‘kebijaksanaan lokal’
yang sebetulnya secara bahasa adalah lebih tepat. Pengetahuan tradisional merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat
setempat, merupakan hasil interaksi manusia dengan alam dan lingkungannya yang berlangsung lama dan turun-temurun Solihin 2006. Menurut Soekanto
2000, kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat dan lain-lain kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan
yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Pengetahuan tradisional adalah sistem terpadu antara kepercayaan dan
praktek khusus dalam kelompok budaya berbeda Posey 1996. Pada tradisi ilmiah Barat, pengetahuan knowledge dibedakan dengan science sains, ilmu,
pengetahuan tradisional pun masih bagian dari wisdom kearifankebijaksanaan. Menurut Soedjito dan Sukara 2006, selayaknya sistem pengetahuan dunia tidak
cuma dimonopoli pengetahuan formal sains didikan sekolahan, karena masih ada pengetahuan tradisional dan kearifan lokal yang tidak diajarkan dalam kelas.
Tabel 2 Perbedaan epistemologis antara science dan wisdom Villoro 1982
SCIENCE WISDOM
Societal Individual Universal Local
General Particular or
singular Unpersonal Personal
Abstract Concrete Theoretical Practical
Specialized Global
Toledo 1992 dengan mengutip pendapat Villoro 1982, menjelaskan perbedaan epistemologis antara science dan wisdom Tabel 2. Melihat
karakteristik wisdom, sebenarnya ‘kearifan’ kebijaksanaan lokal cikal-bakalnya adalah berbagai bentuk ‘kearifan’ wisdom, kebijaksanaan dan pengetahuan
ma’rifat, knowledge dari seseorang, beberapa individu ataupun sekelompok warga dalam suatu komunitas masyarakat dengan lokalitas tertentu, yang seiring
perjalanan waktu melembaga sebagai kesepakatan bersama ataupun ditetapkan sebagai aturan adatlokal. Jadi kearifan kebijaksanaan lokal adalah hasil
pelembagaan kejeniusan masyarakat lokal, yang prosesnya telah, sedang dan akan terjadi nanti, sebagai pertanda mereka pun belajar dari alam dan pengalaman
berubah sikap menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Hal itu tergambar dari dua peribahasa Melayu yang kini sudah menjadi umum yaitu “Alam terkembang
menjadi guru” dan “Pengalaman adalah guru yang terbaik”. Salah satu ciri masyarakat tradisional adalah ketergantungan
keterbatasan yang tinggi terhadap lingkungan dan sumberdaya alamnya, terlebih pada masyarakat tradisional di pesisir dan pulau-pulau terpencil. Ketergantungan
manusia terhadap alam tetumbuhan misalnya, diketahui sudah ada sejak zaman prasejarah dari bukti-bukti paleoetnobotani Smith 1986, sebaliknya karena itu
pula peran manusia atau kelompok etnik dengan segala tata-aturan kehidupannya amat menentukan nasib lingkungannya. Ketergantungan itu mengharuskan
mereka hidup menyatu dengan alam sekitar, atau berusaha agar seimbang antara kehidupannya dan lingkungannya. Dengan begitu sebisa mungkin mereka hidup
tanpa menimbulkan kerusakan bagi alam, supaya kerusakan tersebut tidak berbalik menimbulkan kesulitan bagi mereka.
Terkait fenomena tadi Lovelock 1979 pernah mengusulkan hipotesis GAIA, bahwa bumi berfungsi sebagai organisme tunggal, mengatur diri-sendiri
dalam membuat keadaan-keadaan optimum demi kelangsungan hidupnya dengan keberadaan kehidupan itu sendiri. Implikasinya sebagai ide ilmiah Barat amat
mendekati pemahaman masyarakat asli umumnya, termasuk orang Cina purba, dimana hubungan manusia dengan alam sepatutnya sebagai partisipan dalam
sebuah sistem kehidupan yang lebih besar Reichel-Dolmatoff 1976. Strategi konservasi keragaman hayati mencakup kegiatan memanfaatkan,
mempelajari dan menyelamatkan Wilson 1995. Sudah jadi kebiasaan masyarakat lokal, selama masih mau terus memanfaatkan suatu sumberdaya hayati di
lingkungannya, selama itu pula mereka tetap menjagamenyelamatkannya. Seiring berjalannya kedua kegiatan itu, proses pembelajaran terkait sumberdaya itu pun
berlangsung, termasuk mekanisme transfer pengetahuannya dalam masyarakat, antar anggota, generasi, kelompok atau daerah berbeda.
Ellen et al. 2000 menyatakan, pengetahuan dan tradisi masyarakat lokal sering dianggap statis tidak berubah tetapi faktanya berubah dinamis. Tentang
pandangan skeptis ilmuwan terhadap pengetahuan lokal terkait dilupakannya dan kesalahpahaman terhadap sistem pengetahuanpengelolaan lokal, Neis 1992
mengatakan bahwa pemakaian metode ilmiah adalah suatu keganjilan karena pengetahuan tradisional punya begitu banyak informasi tidak terucapkan, tetapi
metoda ilmiah berusaha mengurangi, mengujinya dan mengontrol seluruh variabel lain. Kini pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan dan hewan oleh
masyarakat lokal dan pribumi kian banyak menghilang sebelum sempat dicatat diketahui para peneliti, padahal informasi itu amat penting bagi kelestarian
pemanfaatan keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam lokal. Selama ini pengetahuan tradisional terkait kegiatan masyarakat lokal
memanfaatkan keanekaragaman hayati di lingkungannya, telah banyak dikaji dalam etnobiologi. Sejalan dengan itu cabang-cabang kajian etnobiologi seperti
etnobotani pengetahuan botanik tradisionallokal dan etnoekologi dikembangkan dalam biologi sebagai disiplin dengan metode tersendiri. Toledo 1992 termasuk
biolog yang berperan mengembangkan etnoekologi sebagai disiplin dengan metodologi tersendiri, melalui pendekatan interdisiplin lintas-bidang.