Adaptasi masyarakat terhadap inovasi

dibubut dari bahan setengah jadi. Alat ini bisa disebut ‘cucok pakar’ atau cucok pasang-bongkar Gambar 56. Rancang-ulang rangkangserampang pun begitu, gagang harus bisa dibongkar-pasang, bahannya sama. Panjang total cukup 80-90 cm, dibagi tigaempat terhubung seperti mur dan drat, bagian atas cukup 20-25 cm. Jika bagian atas saja yang dipasang jadilah rangkang, jika tiga sampai empat bagian jadilah serampang. Bagian kepala dari logam antikarat timahbaja agar berat, matanya proyektil pun bisa dibongkar-pasang, tanpa dililit nilon agar praktis. Alat ini disebut ‘serang pakar’, serampang sekaligus rangkang pasang-bongkar, atau cukup ‘serang’ saja Gambar 55. Gambar 55 Rancang-ulang alat tangkap kekuak bongkar-pasang Alat tangkap rancang-ulang modifikasi ini lebih praktis, amat cocok untuk kegiatan memancing rekreasional hobi dan wisata bahari petualangan. Selain itu, bisa lebih tahan lama, tidak perlu dibuat setiap tahun. Namun, tetap masih perlu diuji-cobakan efektivitasnya dan dilatih teknik memakainya.

6.4 Kesimpulan

Penangkapan kekuak komersial di Bangka menerapkan tiga jenis alat tangkap tradisional yaitu cucok, rangkang dan serampang. Teknik tangkap serang cucok pakar masing-masing yaitu nyucok, ngerangkang dan nyerampang bisa digolongkan metode pengambilan dengan pelukaan. Pengoperasian alat dan tekniknya dinilai masih ramah lingkungan. Kebijakan adat setempat dan pola-pola terkait penangkapan komersial terbukti berperan penting menjamin keseimbangan populasi kekuak di habitat dan kelestarian pemanfaatannya. Masyarakat setempat berjasa dalam menjaga pengetahuan teknis pemanfaatan kekuak sebagai warisan leluhur, dan membuat inovasi, menguji serta mengadaptasikannya di lingkungan mereka demi keberlanjutan pemanfaatan kekuak. 7 PEMANFAATAN KEKUAK OLEH MASYARAKAT BANGKA-BELITUNG

7.1 Pendahuluan

Sipuncula adalah filum hewan yang dikenal sebagai cacing kacang, hidupnya di laut terutama perairan dangkal. Masih sedikit laporan ilmiah yang menulis tentang pemanfaatan jenis-jenis anggotanya oleh masyarakat lokal. Dari 147 jenis anggota Sipuncula setelah dilakukan revisinya oleh Cutler 1994, masih sangat sedikit yang dilaporkan sudah dimanfaatkan penduduk. Diantaranya adalah Phascolosoma lurco yang banyak ditemukan di Malaysia dan Singapura dijadikan sebagai pakan bebek Romimohtarto Juwana 2001, dan terung yang dijadikan sebagai kerupuk di Jawa Timur Subani Barus 1989. Kekuak adalah salah satu biota anggota Sipuncula yang ditemukan di berbagai tempat di Indonesia, yang digunakan sebagai umpan oleh sebagian besar nelayan, dan dimakan oleh sebagian kecil penduduk asli yang tinggal di pesisir khususnya di Indonesia bagian timur. Kekuak juga banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian barat seperti di Bangka-Belitung, di Bangka bahkan sudah lama dan lebih dikenal dimanfaatkan sebagai bahan pangan komersial oleh masyarakat awamnya, daripada sebagai bahan umpan yang hanya dikenal masyarakat nelayan. Penggunaan kekuak untuk umpan memancing juga sudah umum dikalangan nelayan di Bangka-Belitung, tapi pemakaiannya khusus untuk hobi mancing pada musim ikan gagok cuma dikenal di Manggar, Belitung Timur. Kekuak dikenal sebagai bahan pangan komersial terutama di wilayah Bangka sebelah barat, tapi yang dikenal sebagai sentra produksi utamanya adalah Pebuar Bangka Barat dan Nangkabesar Bangka Tengah. Semula, penggunaan sebagai bahan pangan hanya dilakukan oleh penduduk asli etnik Seka’, lalu meluas pada warga etnik Melayu, namun kini didominasi oleh warga keturunan etnik Tionghoa yang tinggal di Bangka. Belum ada laporan ilmiah tentang kegiatan warga masyarakat setempat dalam memanfaatkan kekuak di Bangka-Belitung, terutama tentang pengunaan sebagai bahan umpan dan bahan pangan. Padahal, kebiasaan mereka dalam memanfaatkan kekuak merupakan salah satu khazanah budaya yang perlu dipelihara dan dipelajari. Berbagai gagasan masyarakat dalam menggunakan kekuak perlu diungkap dan dikembangkan, untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pemanfaatan, demi kesejahteraan nelayan terutama para penangkapnya. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis aspek pemanfaatan kekuak, mencakup manfaat umpan, manfaat pangan dan manfaat komersialnya terkait keberlanjutannya. Hasilnya bermanfaat sebagai informasi dasar bagi upaya pengembangan potensi kekuak sebagai umpan komersial dan diversifikasi produk pangannya, demi peningkatan pendapatan nelayan dan kesejahteraannya secara berkesinambungan.

7.2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di Kepulauan Bangka-Belitung dalam periode musim tangkap kekuak April-Juni puncaknya. Difokuskan sebagai studi kasus kegiatan nelayan, penangkap, pedagang dan konsumen produk kekuak di Pebuar Bangka Barat, Nangkabesar Bangka Tengah, Pangkalpinang dan Manggar Belitung Timur. Pengujian pangan dan uji-coba kuliner di laboratorium pengujian pangan Balai Besar Pascapanen Pertanian Cimanggu-Bogor, dapur dan halaman warga, dan kampus IPB Darmaga Bogor Lampiran 9. Data penelitian dikumpulkan melalui pengamatan partisipatif kegiatan pemanfaatan kekuak sebagai umpan dan pangan di lokasi tangkap, kediaman nelayan dan pasar; di Pebuar, Nangkabesar, Pangkalpinang dan Manggar. Wawancara langsung juga dilakukan dengan informan kunci terpilih dari warga setempat terkait, didukung pencatatan dan dokumentasi. Uji laboratorium dilakukan untuk memperoleh data kuantitatif pangan, begitu juga dengan uji-coba gagasan kulinernya. Data yang terkumpul dan diolah dibuat uraian dan matriksnya, dilengkapi foto dokumentasi. Analisis data pada umumnya dilakukan secara kualitatif, diperkuat analisis kuantitatif sebagai konfirmasi. Analisis kualitatif bervariasi dilakukan secara deskriptif dan komparatif terutama terhadap hasil inventarisasi dan dokumentasi pengetahuan masyarakat lokal. Hasil uji laboratorium data kuantitatif pangan dipakai untuk konfirmasi data emik sebagai bagian analisis konten. Kegiatan dokumentasi dilakukan untuk merekam berbagai bentuk gagasan kuliner pangan kekuak dan hasil uji-cobanya.