Pengetahuan taksonomis lokal Analisis taksonomi kekuak

Xenosiphon sebagai Xenosiphon sp., cenderung mengarah pada minimal pembentukan spesies baru, didasari ciri-ciri saluran ususnya tanpa belokan pasca- kerongkongan dan sebagian sistem kanal bawah kulitnya berupa kotak diagonal pendek; serta ciri-ciri khas berupa sebagian besar pita-pita otot sirkulernya terpisah tapi sebagian kecil terhubung, sistem saluran bawah kulit yang bentuknya bervariasi, dan ketiadaan pasangan otot protraktor. 6 ETNOTEKNOLOGI KEKUAK DI KEPULAUAN BANGKA-BELITUNG 6.1 Pendahuluan Hewan-hewan anggota Sipuncula menurut Romimohtarto dan Juwana 2001 umumnya tidak meningalkan lubang di permukaan pasir atau lumpur untuk menunjukkan kehadirannya, karena itu relatif sulit ditemukan dan ditangkap. Demikian pula halnya dengan kekuak, namun berbekal pengetahuan tradisionalnya masyarakat nelayan lokal bisa mengetahui keberadaan biota yang hidup melubang di dasar perairan pantai dan laut dangkal berpasir putih ini. Tidak hanya itu, meskipun relatif sulit mereka juga bisa menangkapnya untuk dimanfaatkan. Kesulitan menangkapnya bisa diatasi dengan alat dan teknik tangkap warisan para leluhur mereka dari zaman dulu. Seiring pemanfaatan kekuak berkembang menjadi bersifat musiman dan komersial setiap tahunnya, nelayan setempat juga menggunakan jenis alat dan teknik tangkap yang digagas dan diciptakan pertama kali oleh kalangan mereka sendiri. Penemuan dan penerapan pertama kali jenis alat tangkap inovasi nelayan lokal ini terjadi di tempat-tempat yang selama ini menjadi sentra produksi kekuak, yaitu Desa Pebuar dan Pulau Nangkabesar. Daerah penangkapan atau sentra produksi kekuak untuk tujuan komersial umumnya berada di perairan pantai bagian barat dan utara Pulau Bangka, terutama di Bangka Barat. Pebuar, Kecamatan Jebus Bangka Barat adalah salah satu sentra produksi kekuak di Bangka-Belitung, juga daerah tunggal penghasil kekuak segar untuk dijual dan dikonsumsi basah. Nangkabesar, Kecamatan Sungaiselan saat ini adalah satu-satunya sentra penghasil kekuak kering di Bangka Tengah, mutunya amat baik. Di kedua tempat itu nelayan atau penangkap kekuak pun memakai alat tangkap hasil inovasi mereka dan tidak dijumpai di tempat lain. Maraknya kerusakan alam di lingkungan perairan pantai belakangan ini terutama di Bangka, sejak beroperasinya tambang timah inkonvensional terapung dengan kompresor dan neo-konvensional dengan kapal hisap di beberapa lokasi, menyebabkan musnahnya kegiatan tradisional pemanfaatan kekuak oleh nelayan di sana, sekaligus mengancam keberadaan alat-alat tangkap berikut pengetahuan teknis penggunaan dan pengoperasiannya.