Metode Penangkapan Studi etnobiologi, etnoteknologi dan pemanfaatan kekuak (Xenosiphon sp.) oleh masyarakat di kepulauan Bangka-Belitung

Terkait fenomena tadi Lovelock 1979 pernah mengusulkan hipotesis GAIA, bahwa bumi berfungsi sebagai organisme tunggal, mengatur diri-sendiri dalam membuat keadaan-keadaan optimum demi kelangsungan hidupnya dengan keberadaan kehidupan itu sendiri. Implikasinya sebagai ide ilmiah Barat amat mendekati pemahaman masyarakat asli umumnya, termasuk orang Cina purba, dimana hubungan manusia dengan alam sepatutnya sebagai partisipan dalam sebuah sistem kehidupan yang lebih besar Reichel-Dolmatoff 1976. Strategi konservasi keragaman hayati mencakup kegiatan memanfaatkan, mempelajari dan menyelamatkan Wilson 1995. Sudah jadi kebiasaan masyarakat lokal, selama masih mau terus memanfaatkan suatu sumberdaya hayati di lingkungannya, selama itu pula mereka tetap menjagamenyelamatkannya. Seiring berjalannya kedua kegiatan itu, proses pembelajaran terkait sumberdaya itu pun berlangsung, termasuk mekanisme transfer pengetahuannya dalam masyarakat, antar anggota, generasi, kelompok atau daerah berbeda. Ellen et al. 2000 menyatakan, pengetahuan dan tradisi masyarakat lokal sering dianggap statis tidak berubah tetapi faktanya berubah dinamis. Tentang pandangan skeptis ilmuwan terhadap pengetahuan lokal terkait dilupakannya dan kesalahpahaman terhadap sistem pengetahuanpengelolaan lokal, Neis 1992 mengatakan bahwa pemakaian metode ilmiah adalah suatu keganjilan karena pengetahuan tradisional punya begitu banyak informasi tidak terucapkan, tetapi metoda ilmiah berusaha mengurangi, mengujinya dan mengontrol seluruh variabel lain. Kini pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan dan hewan oleh masyarakat lokal dan pribumi kian banyak menghilang sebelum sempat dicatat diketahui para peneliti, padahal informasi itu amat penting bagi kelestarian pemanfaatan keanekaragaman hayati dan sumberdaya alam lokal. Selama ini pengetahuan tradisional terkait kegiatan masyarakat lokal memanfaatkan keanekaragaman hayati di lingkungannya, telah banyak dikaji dalam etnobiologi. Sejalan dengan itu cabang-cabang kajian etnobiologi seperti etnobotani pengetahuan botanik tradisionallokal dan etnoekologi dikembangkan dalam biologi sebagai disiplin dengan metode tersendiri. Toledo 1992 termasuk biolog yang berperan mengembangkan etnoekologi sebagai disiplin dengan metodologi tersendiri, melalui pendekatan interdisiplin lintas-bidang. Menurut Subedi 1996, kelompok pengetahuan indigenus pribumi yang khusus mempelajari aspek teknis yang dipakai masyarakat lokal tradisional dalam memanfaatkan sumberdaya disebut pengetahuan teknis indigenus. Terkadang disebut ‘teknologi indigenus’ lokal, istilah ‘salah-kaprah’ dimana teknologi diartikan sebagai ‘ilmu pengetahuan’ teknis cara memproduksi, namun masih bisa dibenarkan jika diartikan sebagai ‘produk’ dari ilmu pengetahuan pengetahuan ilmiahformal atau pengetahuan informal saja. Pemakaian kata ‘lokaltradisional’ dibelakang istilah biologi, botani, ekologi dan lain-lain tanpa didahului kata ‘pengetahuan’, tidak akan terjadi jika konsisten dengan perbedaan posisi antara ilmu dan pengetahuan. Sering pula terjadi campur-aduk istilah tradisional, indigenus pribumi, native asli dan lokal, yang jika dicermati sebetulnya pengetahuan lokal mencakup semuanya. Berarti ada pengetahuan lokal non-tradisional belum sempat atau sedang mentradisi, bukan dari penduduk aslipribumi tapi murni dari pendatang bukan yang dibawa atau akulturasi dan asimilasinya, ada pula pengetahuan lokal yang sudah menjadi milik komunitas, sekelompok ataupun cuma individu-individunya. Kata ‘teknologi’ dipakai Phillips dan Gentry 1993, Fakhrurrozi 2001 dan Banilodu 1998 sebagai kategori manfaat pada kajian inventarisasi penggunaan keanekaragaman nabati oleh masyarakat lokal. Pada kajian ilmu pangan, Rahayu 2000 memakai istilah ‘teknologi pangan tradisional’ bahkan ‘bioteknologi pangan indigenus’. Nazarea-Sandoval 1996 pada kajian etnobiologinya pun memakai istilah ‘teknologi indigenus’. Sementara di kalangan antropologi seperti Adimihardja 1999 dan Mamar 1999 memakai istilah ‘sistem teknologi lokal’, mengacu pada pendapat Koentjaraningrat 1990 bahwa ‘sistem teknologi’ meliputi unsur kebudayaan fisik yang dipakai dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, antara lain alat-alat produktif. ‘Teknologi’ semula cuma merupakan salah satu kategori manfaat pada kajian etnobotani selain beberapa manfaat lainnya. Lalu, pengetahuan yang amat teknis dan lebih jauh tidak lagi terkait langsung dengan biologi pun dikaji terpisah, seperti aspek teknis penangkapan, penanganan dan pengolahan oleh orang lokal. Pada konteks penelitian ini, studi pengetahuan teknis indigenus dan teknologi lokal tradisional diberi istilah ‘etnoteknologi’, analog munculnya istilah etnobotani, etnoekologi dan lain-lain, meski pendekatannya relatif sama. Penelitian etnoteknologi didekati secara interdisiplin seperti Toledo 1992 mengembangkan etnoekologi. Semua itu adalah upaya kombinasi pengetahuan formal etik dengan pengetahuan tradisional emik yang selalu mempertimbangkan keunikan dan kekhasan, sehingga diperoleh solusi tepat untuk pengelolaan lestari sumberdaya alam Soedjito dan Sukara 2006.

2.5 Kepulauan Bangka-Belitung

Kepulauan Bangka-Belitung ditetapkan menjadi provinsi dengan Undang- Undang No.27 tahun 2000 tanggal 21 November 2000 dan disahkan 9 Pebruari 2001, ibukotanya Pangkalpinang. Wilayah administrasinya dimekarkan menjadi 6 kabupaten dan 1 kotamadya yaitu: Bangka, Bangka Barat, Bangka Tengah, Bangka Selatan, Belitung, Belitung Timur; dan Pangkalpinang Prov Babel 2010. Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung secara geografis terletak pada 104º50’ sampai 109º30’ Bujur Timur dan 0º50’ sampai 4º10’ Lintang Selatan, wilayahnya dibatasi oleh: Selat Bangka di sebelah Barat, Selat Karimata di sebelah Timur, Laut Natuna di sebelah Utara dan Laut Jawa di sebelah Selatan. Wilayah provinsi ini terbagi menjadi wilayah daratan dan laut dengan luas total 81.725,14 km², luas daratan 16.424,14 km² 20,10 dan luas laut 65.301 km² 79,90 . Total panjang pantainya kira-kira 1200 km Prov Babel 2010. Kepulauan Bangka Belitung merupakan gugusan Pulau Bangka, Pulau Belitung dan pulau-pulau kecil sekitarnya, kedua pulau utamanya dihubungkan Selat Gaspar. Ada 470 pulau yang telah bernama dan cuma 50 pulau yang sudah berpenghuni. Pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Bangka antara lain: Nangka, Penyu, Burung, Lepar, Pongok, Gelasa, Panjang dan Tujuh. Dan pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Belitung antara lain: Lima, Lengkuas, Selindung, Selanduk, Seliu, Nadu, Mendanau, Batudinding dan Sumedang Prov Babel 2010. Kepulauan ini beriklim tropis, dipengaruhi angin musim, mengalami bulan basah selama tujuh bulan tiap tahun dan bulan kering selama lima bulan terus- menerus. Alamnya sebagian besar berupa dataran rendah, lembah dan sebagian kecil pegununganperbukitan. Rata-rata pH tanahnya dibawah 5 masam dengan kadar aluminium amat tinggi. Banyak terkandung bijih timah dan bahan galian seperti: pasir kuarsa, batu granit, kaolin dan tanah liat www. babelprov.go.id. Daerah kepulauan ini dihubungkan oleh perairan laut dan pulau-pulau kecil. Secara keseluruhan daratan dan perairannya merupakan satu kesatuan dari bagian Dataran Sunda, sehingga perairannya termasuk Dangkalan Sunda, kedalamannya kurang dari 30 m. Jenis perairan laut ‘terbuka’ ada di sebelah utara, timur dan selatan Pulau Bangka dan umumnya di Pulau Belitung; sedangkan yang ‘semi- tertutup’ di Selat Bangka dan Teluk Kelabat di Bangka Utara BPS Babel 2007. Pada tahun 2007 jumlah penduduknya 1.106.657 jiwa dengan kepadatan 67 jiwakm². Penduduknya berasal dari suku: Melayu 71,89, Tionghoa 11,54, Jawa 5,82, Madura 1,11 dan lain-lain 6,95. Jumlah penganut agamanya: Islam 81,83, Budha 8,71, Konghucu 5,11, Protestan 2,44, Kaholik 1,79 dan Hindu 0,13. Bahasa sehari-hari mereka adalah: Melayu Bangka, Melayu Belitung, Tionghoa, dan Indonesia BPS Babel 2007. Pada 2007 jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas Penduduk Usia Kerja, PUK sebanyak 766.428 jiwa atau 69.25. Sebesar 66.28 dari PUK termasuk penduduk angkatan kerja bekerja dan atau pencari kerja, sisanya 33.72 bukan angkatan kerja sekolah, mengurus rumahtangga dan lainnya. Tingkat partisipasi angkatan kerjanya sebesar 66.28 artinya sebesar 66 penduduk usia kerja aktif secara ekonomi. Tingkat pengangguran terbukanya sebesar 6.49, berarti dari 100 penduduk yang termasuk angkatan kerja rata-rata 5-6 orang diantaranya pencari kerja. Penduduk usia kerja 34.4 bekerja di sektor pertanian, 20,9 di sektor pertambangan dan 18,7 di sektor perdagangan BPS Babel 2007. Pulau Bangka terkenal keindahan pantainya, berpasir putih dan halus, ada juga yang kuning-keemasan seperti bulir padi. Pantainya landai dengan ombak cukup besar dikelilingi batu vulkanik yang unik dan indah. Pulau Belitung pun terkenal pemandangan indahnya, pantai pasir putihnya berhiaskan batu-batu granit artistik dan air laut sejernih kristal, merupakan salah satu tempat dengan pantai terunik dan terindah di Indonesia Prov Babel 2010. Sebagai gugusan dua buah pulau besar dan banyak sekali pulau-pulau kecil yang terbentuk secara oceanic, hamparan pasir putih yang mendominasi dasar sedimen perairan lautan menjadi tipe dominan perairan pantainya, terkait tipe lokasi tangkap kekuak yang berupa pantai pasir putih, maka diperkirakan daerah ini memiliki potensi pemanfaatan kekuak yang amat besar. 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Umum Secara umum metode penelitian pada masing-masing topik dalam rangka penulisan disertasi ini dilaksanakan melalui dua macam kegiatan yaitu: kegiatan lapangan dan kegiatan non-lapangan. Kegiatan lapangan mencakup: wawancara, pengamatan dan diskusi termasuk proses dokumentasi dan koleksi yang dilakukan di lokasi tangkap sekaligus habitat kekuak, kediaman halamandapur warga, serta tokopasar, khusus untuk ini pelaksanaannya bisa secara bersamaan ataupun terpisah. Kegiatan non-lapangan mencakup: pengamatan dan pengujian yang dilakukan di beberapa laboratorium tergantung topik kajian. Pendekatan umum berupa studi kasus dalam tiga macam aspek analisis biologi, penangkapan komersial dan manfaat yang diterapkan secara partisipatif dengan tiga macam perspektif etnobiologi, etnoteknologi dan zoologi-ekonomi. Kasus-kasus kajian berisi fakta dan fenomena terkait kehidupan masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan apropriasi alam. Fakta dan fenomena itu berupa kegiatan memanfaatkan kekuak untuk tujuan komersial. Pendekatan penelitian ini juga mencakup kegiatan dokumentasi-ilmiah, survei-eksploratif dan expos-facto.

3.2 Lokasi dan Waktu

Lokasi kegiatan lapangan terbagi di dua daerah yaitu Bangka dan Belitung Gambar 8. Lokasi utama yaitu DesaDusun Pebuar Kecamatan Jebus, Bangka Barat dan Dusun Nangkabesar Desa Tanjungpura, Kecamatan Sungaiselan, Bangka Tengah, dipilih terkait penangkapan kekuak komersial dan manfaat pangannya. Alasannya, selain sebagai sentra utama produksi kekuak, di kedua tempat ini kegiatan penangkapan menerapkan lebih dari satu jenis alat tangkap. Lokasi pendukungnya yaitu Pantai Olifir Desa Lalang dan Pantai Burongmandi Desa Mengkubang di Kecamatan Manggar Belitung Timur terkait manfaat kekuak sebagai umpan, Desa Semulut Kecamatan Jebus, Bangka Barat terkait sejarah penangkapan, dan Kota Pangkalpinang terkait pemasaran produknya. Lokasi kegiatan non-lapangan adalah beberapa laboratorium di Bogor yaitu: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu, Bogor tempat pengujian kandungan kimia dan gizi kekuak; Laboratorium Tanah