12 Sebelum ditampung di dalam nut silo, biji bersih akan memasuki tromol pemisah
biji nut grading drum untuk memisahkan antara biji berukuran kecil dengan biji berukuran besar. Tujuan pemisahan biji adalah untuk memperoleh efisiensi
pemecahan biji yang optimal karena alat pemecah biji telah diset untuk memecahkan biji dengan ukuran tertentu. Pengeringan biji dilakukan di dalam
nut silo dan bertujuan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat di dalam biji sehingga daya lekat inti dan cangkang semakin renggang. Biji yang
telah dikeringkan di dalam nut silo selanjutnya diumpankan ke alat pemecah biji, yaitu king cracker. Biji-biji tersebut akan terpecah sehingga mengeluarkan
inti sawit palm kernel yang ada di dalamnya. Hasil pemecahan dari king cracker berupa campuran kernel, cangkang dan kotoran halus selanjutnya
dibawa oleh conveyor dan elevator menuju ke bagian pemisahan. Ada dua metode pemisahan kernel dan cangkang, yaitu sistem pemisahan
kering dan pemisahan basah. Pemisahan kering dilakukan dalam suatu kolom vertikal LTDS atau Light Tenera Dust Separator dengan bantuan hisapan
udara dari blower, dimana fraksi yang lebih ringan akan terhisap ke bagian atas, sedangkan fraksi yang lebih berat akan jatuh ke bawah. Proses pemisahan
dilakukan pada dua kolom pemisah, yaitu LTDS 1 dan LTDS 2. Pemisahan basah dilakukan dengan menggunakan claybath dengan prinsip pemisahan
berdasarkan perbedaan berat jenis antara inti dan cangkang menggunakan larutan kaolin. Inti yang sudah terpisah dari cangkang dimasukkan ke silo inti
untuk diturunkan kadar airnya. Pengeringan ini bertujuan untuk menonaktifkan kegiatan mikroorganisme sehingga pembentukan jamur atau kenaikan asam
dapat dibatasi pada saat inti disimpan. Selanjutnya, inti tersebut dibawa oleh vanbelt conveyor menuju silo penyimpanan inti bulk kernel silo.
3. Limbah Pabrik Kelapa Sawit PKS
Limbah pada dasarnya adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia, maupun proses-proses alam dan tidak atau
belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Pengertian mempunyai nilai ekonomi yang negatif karena penanganan
limbah memerlukan biaya yang cukup besar disamping juga dapat mencemari lingkungan Sa’id, 1994.
13 Aktivitas produksi pabrik kelapa sawit PKS menghasilkan limbah dalam
volume yang sangat besar. Hal ini dapat terlihat pada neraca massa pengolahan tandan buah segar TBS menjadi minyak kelapa sawit CPO yang disajikan pada
Gambar 2.2. Limbah yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan limbah cair.
Gambar 2.2. Neraca massa pengolahan tandan buah segar TBS menjadi minyak kelapa sawit CPO Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP,
Deptan, 2006 Limbah padat dapat dibuang secara langsung ke lingkungan tanpa harus diolah
terlebih dahulu. Sementara untuk limbah cair, sebelum dibuang ke lingkungan, harus
Air 6,2 Pemisahan dengan
Depericarper 2 Air 3
Limbah cair 39,4
Limbah padat
2,4 Air
14,4 Air hidro
siklon 3 Air kondensat
11,1 Pengepresan
Pemecahan Pemisahan
dengan angin
Pengeringan Penyimpanan Kernel
Pemisahan dengan air
Pemisahan dengan Depericarper 1
23,5
Cangkang Serabut
12,9 10,6
4,2 2,2
4,2 1,2
5,0 TBS
100 Tandan rebus 88,5
Perebusan
Perontokan Penguapan 0,4
Tandan kosong 21,5
Pengadukan Buah 67
Minyak 0,2
Penyaringan
Pemisahan dengan Purifier
Air 6,7 Klarifikasi
Minyak 21,3
Pemisahan dengan Decanter
CPO 22,5 Vacuum
Dryer
tangki timbun
CPO
IPAL pengumpulan limbah cair
di kolamtangki Sludge
22,2
Minyak 1,0
26
Limbah cair 6,7
14 diolah terlebih dahulu sampai dapat memenuhi baku mutu limbah cair yang
ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup sehingga tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Limbah padat dan limbah cair PKS juga dapat dimanfaatkan
oleh PKS setelah limbah tersebut diolah dengan metode pengolahan tertentu. Pemanfaatan limbah PKS tersebut juga harus didasarkan pada peraturan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. a.
Limbah cair pabrik kelapa sawit 1
Karakteristik limbah cair pabrik kelapa sawit Limbah cair pabrik kelapa sawit mengandung bahan organik yang dapat
mengalami degradasi. Pada Tabel 2.1 disajikan komposisi jumlah air limbah dari 1 ton CPO yang diproduksi. Pada Tabel 2.2 disajikan kualitas limbah cair yang
dihasilkan oleh PKS berdasarkan parameter lingkungan yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
Tabel 2.1 Komposisi jumlah air limbah dari satu ton CPO
No. Uraian
Kapasitas
1 Air
2,35 ton 2
NOS Non Oil Solid 0,13 ton
3 Minyak
0,02 ton
Jumlah 2,50 ton
Sumber : Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan 2006 Tabel 2.2 Kualitas limbah cair yang dihasilkan oleh PKS secara umum
No. Parameter
Lingkungan Satuan
Limbah Cair Kisaran
Rata-rata
1 BOD
mgl 8.200
– 35.000 21.280
2 COD
mgl 15.103
– 65.100 34.720
3 TSS
mgl 1.330
– 50.700 31.170
4 Nitrogen Total
mgl 12
– 126 41
5 Minyak dan Lemak
mgl 190
– 14.720 3.075
6 pH
- 3,3
– 4,6 4
Sumber : Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan 2006 Penjelasan mengenai parameter lingkungan yang menjadi parameter kualitas
limbah cair PKS yaitu sebagai berikut :
15 BOD Biochemical Oxygen Demand
BOD adalah banyaknya oksigen yang terlarut dalam ppm atau milligram per liter mgl yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau
mengoksidasi bahan-bahan organik di dalam air Fardiaz, 1992. COD Chemical Oxygen Demand
COD adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter mgl yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik
secara kimiawi Sugiharto, 1987. TSS Total Suspended Solid
TSS adalah jumlah total bobot bahan padatan yang tersuspensi dalam suatu volume air tertentu, biasanya dinyatakan dalam miligram per liter mgl atau
ppm. TSS menggambarkan padatan melayang dalam cairan limbah. Pengaruh TSS lebih nyata pada kehidupan biota dibandingkan dengan total solid.
Semakin tinggi TSS, maka bahan organik membutuhkan oksigen untuk perombakan yang lebih tinggi Kristanto, 2004.
Nitrogen total Nitrogen total merupakan penjumlahan dari kandungan nitrogen organik, total
amoniak, NO
3
-N dan NO
2
-N di dalam air limbah. Semakin tinggi kandungan total nitrogen dalam cairan limbah, maka akan menyebabkan keracunan pada
biota Suprihatin dan Ismayana, 2000. Minyak dan lemak
Kandungan minyak dan lemak di dalam air limbah dapat mempengaruhi aktifitas mikroba dan merupakan pelapis permukaan cairan limbah sehingga
menghambat proses oksidasi pada saat kondisi aerobik. Fardiaz, 1992. pH
pH atau konsentrasi ion hidrogen adalah ukuran kualitas dari air maupun air limbah. Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral pH 6
– 8. Perubahan keasaman pada air limbah akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan
air di sekitarnya. Air limbah dengan pH yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses penjernihannya Kristanto, 2004.
16 2
Peraturan mengenai penanganan limbah cair PKS Limbah cair PKS harus diolah terlebih dahulu hingga memenuhi baku mutu
air limbah sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 51 tahun 1995. Daftar baku mutu limbah cair industri kelapa sawit diberikan pada lampiran
B.IV di dalam Keputusan Menteri tersebut seperti yang disajikan pada Tabel 2.3. Setelah memenuhi baku mutu air limbah tersebut, barulah limbah cair dapat
dibuang ke badan air seperti sungai atau danau. Tabel 2.3 Baku mutu limbah cair untuk industri kelapa sawit
Parameter Kadar Maksimum
mgl Beban Pencemaran
Maksimum mgl
BOD
5
100 0,25
COD 350
0,88 TSS
250 0,63
Minyak dan Lemak 25
0,063 Nitrogen Total sebagai N
50,0 0,125
pH 6,0
– 9,0 Debit Limbah Maksimum
2,5 m
3
per ton produksi minyak sawit Sumber : Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 51 tahun 1995
Selain itu, dalam proses penanganan limbah cair juga diwajibkan kepada pihak industri kelapa sawit untuk memiliki izin pembuangan air limbah hasil
pengolahan limbah cair PKS yang diatur atau dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat yang penetapannya berdasarkan pada :
Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup no. 111 tahun 2003 tentang pedoman mengenai syarat dan tata cara perizinan serta pedoman kajian pembuangan air
limbah ke air atau sumber air. 3
Metode pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit Menurut Kristanto 2004, secara umum pengolahan air limbah terbagi
menjadi tiga teknik pengolahan, yaitu :
17 a
Pengolahan secara fisika, dilakukan sebelum pengolahan lanjutan air limbah yang bertujuan untuk menyisihkan bahan-bahan tersuspensi berukuran besar
dan mudah menguap atau bahan-bahan yang terapung. b
Pengolahan secara kimia, dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap koloid, logam-logam berat, senyawa fosfor,
dan zat organik beracun, dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan.
c Pengolahan secara biologi, dilakukan karena semua air limbah mengandung
bahan organik yang dapat diolah secara biologi. Dalam penanganan limbah cair PKS, teknik pengolahan yang digunakan lebih
mengarah ke pengolahan secara fisika dan biologi. Tahapan pengolahan limbah cair PKS dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pengolahan pendahuluan pre treatment,
pengolahan utama primary treatment dan pengolahan akhir post treatment, seperti yang disajikan pada Gambar 2.3. Pada tiap tahapan akan dilakukan proses
pengolahan limbah cair PKS dengan metode pengolahan yang direkomendasikan oleh Subdit Pengelolaan Lingkungan Ditjen PPHP Departemen Pertanian. Berikut
penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut : a
Tahap pengolahan pendahuluan pre treatment Rangkaian proses pengolahan limbah cair PKS yang dilakukan pada tahap
pendahuluan pengolahan pendahuluan yaitu : i.
Proses segregasi aliran Proses segregasi pemisahan aliran limbah cair PKS berdasarkan sumbernya,
yaitu limbah cair yang berasal dari air rebusan TBS, stasiun klarifikasi dan air hidrosiklon.
ii. Proses pengurangan minyak dan lemak
Proses pengurangan kandungan minyak dan lemak dalam limbah cair PKS dilakukan di kolam pengutipan minyak fat-pit dengan menerapkan prinsip
pengendapan. Minyak yang mengapung di bagian atas berat jenis yang lebih kecil dari bahan lain, akan dialirkan menuju stasiun pemurnian untuk diolah
kembali. Proses ini bertujuan untuk meminimalkan hilangnya kuantitas CPO akibat terbawa limbah cair PKS, mengurangi kandungan minyak dalam limbah
cair PKS untuk memenuhi baku mutu agar dapat dibuang ke lingkungan dan
18 mengurangi kemungkinan terbentuknya buih yang dapat mengganggu proses
pengolahan pada tahap pengolahan utama.
Gambar 2.3 Tahap pengolahan limbah cair PKS Menurut Hassan, et al 2004, pemisahan minyak dan lemak dari limbah cair
PKS dapat dilakukan dengan oil skimmer yaitu pemisahan dengan bantuan uap panas yang dimasukkan ke dalam limbah cair PKS untuk membantu
mempercepat pemisahan antara minyak dan cairan lumpur. iii.
Proses penurunan suhu limbah cair PKS Suhu limbah cair PKS diturunkan dari suhu 70
– 80
O
C menjadi 40 – 45
O
C dan dilakukan di menara atau bak pendingin. Proses ini dilakukan selama 1 sampai 2
hari. Tujuan dari proses ini yaitu untuk menurunkan suhu limbah cair PKS agar
dibuang ke badan air Kolam aerobik-aerasi
Kolam pengendapan Pengolahan akhir
Secara aerobik Limbah cair PKS
1. Segregasi aliran
2. Pengutipan minyak
3. Penurunan suhu
RANUT Kolam anaerobik
Tangki anaerobik Pengolahan pendahuluan
Pengolahan utama Secara anaerob
19 sesuai dengan kondisi suhu yang ideal untuk mikroorganisme yang akan
digunakan pada tahapan pengolahan utama. b
Tahap pengolahan utama primary treatment Tahap pengolahan utama terdiri dari 2 tahap proses pengolahan, yaitu proses
pengolahan limbah cair secara anaerobik dan secara aerobik. i.
Proses pengolahan limbah cair secara anaerobik tanpa oksigen Rantai reaksi anaerobik ditunjukkan pada Gambar 2.4. Pada tahap pertama,
bahan-bahan organik dikonversi oleh bakteri menjadi bahan-bahan organik yang terlarut. Pada tahap kedua, bahan-bahan organik terlarut tersebut
dikonversi oleh bakteri asidifikasi menjadi asam organik, alkohol, aldehid dan sebagainya sehingga air limbah yang mengandung bahan organik lebih mudah
mengalami biodegradasi dalam suasana anaerobik. Tahap kedua juga menghasilkan hidrogen dan karbondioksida. Tahap selanjutnya adalah dua
tahap pembentukan asam asetat dan metana serta karbondioksida. Bersamaan dengan dua tahap terakhir, terjadi pembentukan hidrogen sulfida oleh bakteri
pemakan sulfat. Jika kandungan sulfur dalam air limbah tinggi, hidrogen sulfida yang terkandung di dalam gas akan menimbulkan masalah bau dan
korosi Siregar, 2005.
Gambar 2.4 Rantai reaksi anaerobik Siregar, 2005
20 Pada proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik, terdapat tiga
metode pengolahan yang direkomendasikan oleh Subdit Pengelolaan Lingkungan Ditjen PPHP Departemen Pertanian, yaitu metode kolam
anaerobik, tangki anaerobik dan reaktor anaerobik unggun tetap RANUT. i.
Kolam anaerobik kolam stabilisasi Kolam anaerobik merupakan metode pengolahan limbah cair PKS dengan
menggunakan kolam-kolam sebagai tempat berlangsungnya proses pengolahan limbah cair PKS secara anaerobik. Pada Gambar 2.5 disajikan dasar
perancangan untuk sistem kolam anaerobik aerasi. Proses anaerobik dilakukan di dalam kolam-kolam anaerobik yang terdiri dari kolam asidifikasi
pengasaman, kolam anaerobik primer dan anaerobik sekunder. Pada kolam asidifikasi, bahan-bahan organik yang telah dikonversi menjadi
bahan terlarut akan dikonversi menjadi asam organik, alkohol, aldehid dan sebagainya. Pada kolam anaerobik primer, akan terjadi proses asetogenesis dan
fermentasi metana terhadap air limbah hingga tercapai baku mutu air limbah untuk aplikasi lahan. Sementara kolam anaerobik sekunder dimanfaatkan untuk
melanjutkan proses di kolam anaerobik primer dan diperuntukkan terhadap limbah cair yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan. Secara prinsip,
proses kerja yang terjadi di kolam anaerobik sekunder sama dengan kolam anaerobik primer. Pada Tabel 2.4 disajikan kisaran komponen kimia limbah
cair PKS sebelum dan setelah penanganan dengan metode kolam anaerobik kolam stabilisasi.
ii. Tangki anaerobik
Pada metode tangki anaerobik, akan dilakukan proses biologis dalam kondisi anaerobik, dimana bahan organik yang terkandung dalam limbah cair PKS
akan terurai menjadi gas metan dan karbondioksida yang kemudian disebut biogas. Pada proses biologis tangki anaerobik, biogas yang terbentuk akan
ditampung dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada Gambar 2.6 disajikan rancang bangun sistem tangki anaerobik tertutup yang dilanjtkan
dengan proses aerobik-aerasi.
21 Tabel 2.4 Kisaran komponen kimia limbah cair PKS sebelum dan setelah
penanganan dengan metode kolam stabilisasi.
Uraian WPH
hari BOD
mgl P mgl
N mgl K mgl
Mg mgl
Limbah fat
pit -
25.000 500-900
90-140 1000-1975
250-340 Kolam
pengasaman 5
25.000 500-900
90-140 1000-1975
250-340 Kolam
anaerob primer
75 3500-5000
675 90-110
1000-1850 250-320
Kolam anaerob
sekunder 35
2000-3500 450
62-85 875-1250
160-215 Kolam
aerobik 15
– 21 100-200
80 5-15
420-670 25-55
Kolam pengendapan
2 100-150
40-70 3-15
330-650 17-40
Sumber : Pamin, Siahaan dan Tobing 1996 Proses anaerobik, yang dilakukan dalam dua tahapan proses anaerobik, yaitu :
Proses anaerobik yang dilakukan di tangki anaerobik tertutup, dengan alur
proses pengolahan sama dengan proses pengolahan yang terjadi di kolam anaerobik pada metode kolam stabilisasi. Gas metan biogas yang
dihasilkan dari proses pengolahan air limbah secara anaerobik akan ditampung dan kemudian dimanfaatkan sebagai sumber energi. Limbah cair
yang telah mengalami biodegradasi di dalam tangki memiliki BOD 2000 mgl sehingga dapat diaplikasikan di lahan perkebunan. Fraksi lumpur yang
dihasilkan akan mengendap pada dasar tangki dan dialirkan menuju bak pengeringan lumpur.
Proses anaerobik pada kolam pengendapan anaerob, yang dilakukan untuk
mengolah lebih lanjut limbah cair hasil biodegradasi di dalam tangki anaerobik yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan. Pada kolam
pengendapan ini akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme biosolid dari air limbah setelah proses
anaerobik di tangki anaerobik. Biosolid yang mengendap pada dasar kolam akan diambil dan dialirkan ke sand bed.
iii. Metode reaktor anaerobik unggun tetap RANUT
Metode RANUT
menggunakan tangki
berupa bioreaktor
tempat berlangsungnya proses pengolahan secara anaerobik. Tetapi sebelum metode
RANUT dilakukan, terdapat perbedaan proses pada tahapan pre treatment
22 Gambar 2.5 Dasar perancangan sistem kolam anaerobik aerasi dengan kapasitas olah PKS 30 ton TBS jam Subdit Pengelolaan
Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006
23 Gambar 2.6 Rancang bangun sistem tangki anaerobik tertutup resirkulasi gasaerasi-aerobik. Dirancang untuk kapasitas olah PKS 30
ton TBSjam Subdit Pengelolaan Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006
24 dibandingkan kedua metode sebelumnya, yaitu setelah proses segregasi air
limbah dilakukan proses pemisahan lumpur dan padatan tersuspensi. Proses pemisahan lumpur dan padatan tersuspensi dari limbah cair bertujuan untuk
mengurangi kandungan COD, BOD, nitrogen dan pasir serta mengurangi masalah pada proses pengolahan berikutnya, seperti foaming, sedimentasi dan
penyumbatan pipa outlet reaktor karena adanya lumpur. Pada dasarnya, padatan tersuspensi dalam limbah cair PKS dapat dipisahkan dengan continous
separator atau decanter. Kedua alat ini ternyata cukup mahal serta memerlukan pemeliharaan dan energi yang tinggi. Teknologi pengapungan
dengan prinsip kerja dissolved air floatation pengapungan dengan udara terlarut atau pengapungan dengan tekanan dapat menjadi alternatif proses.
Teknologi RANUT dikembangkan melalui peningkatan populasi mikroba perombak bahan organik yang terdapat dalam limbah cair PKS. Rasio populasi
mikroba dengan bahan organik ditingkatkan dengan cara menambahkan bahan pendukung support material yang terbuat dari plastik. Bahan ini berfungsi
sebagai tempat menempelnya mikroba anaerobik. Mikroba tersebut selanjutnya akan membentuk bio-film di permukaan bahan pendukung dan
menjadi tempat berkembang biak. Di dalam reaktor anaerobik, mikroba tersebut akan melakukan perombakan bahan organik yang terdapat pada air
limbah secara anaerobik dalam waktu singkat dengan kinerja yang tinggi. Gambar 2.7 menyajikan proses pengolahan air limbah secara anaerobik
RANUT. Berdasarkan pada Gambar 2.7, tangki penyimpanan S1 dan S2 diisi dengan limbah segar dimana akan terjadi pendinginan limbah sampai mencapai
suhu kamar. Sisa minyak akan mengapung dan diambil secara manual. Limbah dari S2 dipompakan ke digester D1 dari bagian bawah upflow. Limbah akan
mengalir ke atas melewati unggun tetap yang berisi matriks dan keluar dari bagian atas. Sebagian limbah dipompakan kembali ke digester D1 oleh pompa
sirkulasi P2 untuk pengenceran, menaikkan pH serta untuk distribusi substrat di dalam digester D1. Kelebihan limbah akan mengalir ke digester D2 agar digester
ini tetap aktif. Limbah akan melewati unggun tetap secara downflow dan akhirnya keluar dari digester D2. Pengaturan laju alir pompa dilakukan dengan
sebuah timer yang dapat mengatur variasi jumlah umpan yang masuk ke
25 Gambar 2.7. Proses pengolahan air limbah secara anaerobik pada reaktor anaerobik unggun tetap RANUT Subdit Pengelolaan
Lingkungan, Ditjen PPHP, Deptan, 2006
26 digester. Biogas yang dihasilkan diukur dengan alat pengukur gas.
Pengoperasian reaktor dilakukan pada suhu kamar 26 – 28
O
C. Proses anaerobik pada kolam pengendapan anaerobik dilakukan untuk
mengolah lebih lanjut limbah cair hasil biodegradasi di dalam RANUT yang tidak termanfaatkan untuk aplikasi lahan. Pada kolam pengendapan ini akan
terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme biosolid dari air limbah setelah proses anaerobik di RANUT. Biosolid yang
mengendap pada dasar kolam akan diambil dan dialirkan ke sand bed. Proses pengolahan limbah cair secara aerobik
Air limbah yang keluar dari proses pengolahan secara anaerobik masih mengandung bahan organik, misalnya substrat, seperti hidrogen, karbon,
oksigen dan nitrogen, sehingga perombakan harus dilanjutkan dengan perombakan secara aerobik yang dilakukan di kolam aerobik-aerasi.
Perombakan secara aerobik membutuhkan oksigen sehingga dilakukan proses aerasi atau pemberian oksigen ke dalam proses perombakan. Oksigen akan
dimanfaatkan oleh mikroorganisme aerobik yang terdapat di dalam air limbah untuk merombak bahan-bahan organik di dalam air limbah.
Rantai reaksi aerobik ditunjukkan pada Gambar 2.8. Pada tahap pertama, senyawa-senyawa organik diambil oleh bakteri, kemudian senyawa-senyawa
organik yang terlarut dikonversikan ke dalam massa bakteri sehingga menghasilkan air, karbondioksida dan amonia. Pada tahap kedua, biomassa yang
dihasilkan pada tahap pertama dikurangi oleh mikroorganisme lain, misalnya oleh Ciliata. Tahap ini juga menghasilkan air, karbondioksida dan amonia. Pada tahap
yang lebih lanjut, amonia dapat dikonversikan oleh bakteri, yaitu dinitrifikasi menjadi nitrit NO
2
dan nitrat NO
3
Siregar, 2005. c
Tahap pengolahan akhir post treatment Tahap pengolahan akhir yang dilakukan adalah proses pengendapan yang
dilakukan di kolam pengendapan sedimentasi. Pada kolam sedimentasi akan terjadi proses pengendapan yang bertujuan untuk memisahkan mikroorganisme
biosolid dari air limbah setelah proses aerobik aerasi. Setelah proses pengendapan ini, diharapkan air limbah telah memenuhi baku mutu air limbah
untuk dibuang ke badan air sungai seperti yang disajikan pada Tabel 2.3.
27 Gambar 2.8 Rantai reaksi aerobik Siregar, 2005
4 Metode Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Terolah
Terdapat beberapa metode pemanfaatan limbah cair PKS hasil pengolahan di IPAL, yaitu :
a Aplikasi lahan
Pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk di lahan perkebunan kelapa sawit sangat dimungkinkan atas dasar kandungan hara dalam limbah tersebut seperti disajikan
pada Tabel 2.4. Pemanfaatan limbah ini, disamping sebagai pupuk, juga akan mengurangi biaya pengolahan limbah, biaya tersebut diperkirakan dapat
diturunkan sebesar 50 – 60 Pamin, Siahaan dan Tobing, 1996. Hal tersebut
dikarenakan pemanfaatan limbah cair untuk aplikasi lahan ini menggunakan limbah cair dari kolam anaerobik primer, sehingga jumlah kapasitas limbah
cair yang akan diolah di kolam pengolahan berikutnya pada IPAL akan berkurang. limbah cair dari kolam anaerobik primer setelah diolah secara
anaerobik dapat dimanfaatkan untuk aplikasi lahan karena limbah cair tersebut telah memiliki nilai BOD antara 3500
– 5000 mgl yang masih memenuhi persyaratan Peraturan Menteri Pertanian No. KB. 310453MENTANXII95
tentang standarisasi pengolahan limbah cair PKS terutama untuk aplikasi lahan sebagai sumber air dan pupuk, seperti disajikan pada tabel 2.5.
Tabel 2.5 Baku mutu limbah cair PKS untuk aplikasi lahan
No. Uraian
Batasan kepekatan
1 BOD mgl
3500 2
Minyak dan lemak mgl 3000
3 pH
6,0 Sumber : Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Air, Bapedal 1999
28 Aplikasi lahan dapat dilakukan dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan
kondisi setempat. Pemilihan teknik aplikasi yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit sangat tergantung kepada kondisi dan luas areal yang tersedia maupun
faktor berikut, yaitu jenis dan volume limbah cair, topografi lahan yang akan dialiri, jenis tanah dan kedalaman permukaan air tanah, umur tanaman kelapa
sawit, luas lahan yang tersedia dan jaraknya dengan pabrik, serta dekat tidaknya dengan air sungai atau pemukiman penduduk Subdit Pengelolaan
Lingkungan, Departemen Pertanian, 2006. Beberapa cara aplikasi limbah cair yang dikenal antara lain teknik flatbed,
traktor-tangki dan longbed Wulfert, dkk, 2000. Teknik flatbed
Teknik ini digunakan pada lahan berombak-bergelombang dengan membuat konstruksi diantara baris pohon yang dihubungkan dengan saluran parit yang
dapat mengalirkan limbah dari atas ke bawah dengan kemiringan tertentu. Teknik ini dibangun mengikuti kemiringan tanah. Proses pada teknik ini yaitu
mengalirkan limbah dari kolam limbah melalui pipa menuju bak-bak distribusi yang berukuran 4m x 4m x 1m, kemudian limbah dialirkan ke parit
sekunder flatbed yang berukuran 2,5m x 1,5m x 0,25m, yang dibuat pada tiap 2 baris tanaman. Dengan teknik pengaliran ini, secara periodik lumpur
yang tertinggal pada flatbed dikuras agar tidak tertutup lumpur. Teknik traktor-tangki
Pelaksanaan teknik ini yaitu dengan mengangkut limbah cair dari IPAL ke areal tanaman dengan menggunakan traktor yang menarik tangki serta
digunakan pompa sentrifugal yang dihubungkan dengan lubang chasis ke tangki untuk mengeluarkan air limbah ke lahan aplikasi. Untuk mengurangi
biaya transportasi aplikasi limbah dengan teknik ini, areal tanaman untuk aplikasi sebaiknya berdekatan dengan IPAL. Traktor berjalan pada jalan
pikul dan limbah disemprotkan sepanjang baris pohon tempat tumpukan pelepah yang dipangkas.
Teknik parit atau alur longbed Pada teknik ini, terdapat dua pola yang digunakan untuk distribusi limbah
yaitu dengan parit yang lurus dan berliku-liku. Parit berliku-liku digunakan
29 untuk lahan yang curam atau berbukit. Limbah sepanjang parit dialirkan
perlahan-lahan untuk mengurangi erosi dan banjir. Parit yang lurus memanjang dibangun di lahan yang sedikit miring dan limbah dialirkan
hingga ujung parit. Seperti aplikasi flatbed, limbah cair dipompakan melalui pipa ke tempat yang relatif tinggi dan didistribusikan ke parit primer. Jumlah
parit tergantung pada topografi. Kecepatan aliran diatur perlahan-lahan untuk memungkinkan perkolasi dan juga mencegah erosi. Biaya aplikasi limbah cair
dengan teknik ini relatif murah, tetapi masalah yang sering timbul adalah distribusi aliran yang tidak merata dan parit tertimbun lumpur. Pembangunan
parit tidak terlalu dalam, sekitar 20 cm atau 30 cm dengan lebar sekitar 30 cm. Parit ini dapat dibangun secara manual atau mekanis di sepanjang baris
tanaman, namun tidak mengganggu jalan pemanen dan transportasi TBS. Hasil percobaan Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS menunjukkan bahwa
kombinasi pemberian limbah cair dengan dosis 12,66 mm ECH Ekuivalen Curah Hujan per bulan atau setara dengan 126.000 liter limbah cair PKS
terolah per hektar dengan pupuk anorganik sebanyak 50 dari dosis standar kebun, dapat meningkatkan produksi TBS sebesar 36 dibanding perlakuan
tanpa aplikasi limbah cair dan aplikasi pupuk standar kebun 100 Wulfert, dkk, 2000.
b Biogas
Biogas merupakan gas metan dan karbondioksida hasil penguraian bahan organik yang terkandung dalam limbah cair PKS serta penguraian tersebut
dilakukan oleh mikroba pada proses biologis kondisi anaerobik. Komposisi gas yang dihasilkan rata-ratanya adalah 60-70 gas metan, 20-40 gas
karbondioksida, 0,2-0,3 hidrogen sulfida dan gas lainnya. Proses produksi gasbio secara mikrobiologis dikenal dengan istilah fermentasi metan. Bakteri
yang berperan dalam proses tersebut adalah bakteri metan, terutama Methanobacillus omelianskii, Methanobacterium formicum, Methanosarcina
methanica dan Methanococcusmazeki. Biogas yang dihasilkan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi
bagi PKS. Metode tangki anaerobik dapat menghasilkan 27,78 m
3
biogas dari tiap ton limbah cair PKS yang diolah, sementara metode RANUT dapat
30 menghasilkan 36,46 m
3
biogas dari tiap ton limbah cair PKS yang diolah. Hasil penelitian Wulfert dkk 2000 menyebutkan bahwa jika biogas yang dihasilkan
dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk mesin diesel genset, maka dapat dihasilkan tenaga listrik sebesar 26 kWh per ton TBS, sedangkan kebutuhan
spesifik tenaga listrik per ton TBS diperkirakan sekitar 15 – 17 kWh.
c Pakan ternak
Bagian limbah cair yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pakan ternak adalah lumpur yang berasal dari hasil pengendapan pada kolam pengendapan
dan tangki atau reaktor anaerobik yang disebut lumpur sawit. Lumpur sawit ini kemudian dipisahkan cairannya dikeringkan sehingga menghasilkan solid.
Solid inilah yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Cara untuk mengawetkan solid adalah dengan dibuat pakan blok dikeringkan.
Dengan cara ini, selain daya simpan solid lebih lama, juga kandungan nutrisinya lebih lengkap karena adanya beberapa bahan pakan lain yang
ditambahkan. Pakan solid dalam bentuk blok bisa diberikan baik untuk ternak ruminansia besar maupun kecil. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan
bahwa solid berpotensi sebagai sumber nutrisi baru untuk ternak dengan kandungan bahan kering 81,56, protein kasar 12,63, serat kasar 9,98,
lemak kasar 7,12, kalsium 0,03, fosfor 0,003, dan energi 154 kal100 g Utomo et al. 1999.
Beberapa penelitian mengenai aplikasi solid sebagai pakan ternak telah banyak dilakukan, yaitu sebagai berikut :
Pemberian solid pada domba bentuk segar atau complete feed block CFB, baik yang difermentasi dengan effective microorganism EM4 maupun
tanpa difermentasi Widjaja et al. 2000a. Pemberian solid pada sapi dapat dalam bentuk segar atau dicampur dengan
air Widjaja et al. 2000b. Penggunaan solid dalam bentuk lumpur palm oil sludge untuk pakan
kambing pemberiannya dikombinasikan dengan bungkil inti sawit dan serat perasan buah. Pada pakan tersebut, lumpur sawit dapat digunakan hingga
8 Kamaruddin, 1997.
31 Pemberian lumpur sawit yang belum dan telah difermentasi pada unggas
Sinurat et al. 1998. d
Bahan penambah nutrisi kompos Limbah cair terolah hasil pengolahan di IPAL dan fraksi lumpur hasil
pengendapan dapat dimanfaatkan sebagai bahan penambah nutrisi pada proses pembuatan kompos dari tandan kosong kelapa sawit TKKS. Menurut
Schuchardt dkk 2000, penambahan limbah cair ini juga berguna untuk memenuhi kebutuhan air untuk meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang
digunakan sebagai inokulum pada proses pengomposan TKKS. Penambahan limbah cair ini dilakukan selama 9 minggu masa pengomposan dengan volume
5 m
3
per ton TKKS yang diolah menjadi kompos. Pada tabel 2.6 disajikan kalkulasi kandungan nutrien pada bahan kering kompos akhir dengan
penambahan limbah cair sebanyak 5 m
3
per ton TKKS. Tabel 2.6 Kalkulasi kandungan nutrien pada bahan kering kompos akhir
dengan penambahan limbah cair sebanyak 5 m
3
per ton TKKS
Nutrien Satuan
Kompos Limbah cair
Kompos dengan limbah cair
N kgton
kompos b.k 29
13,15 42,15
P 1,87
2,41 4,28
K 37,8
32,88 70,68
Ca 5,3
6,58 11,88
Mg 3,4
6,14 9,54
Sumber : Schuchard, dkk 2000 b.
Limbah Padat Pabrik Kelapa Sawit 1
Pemanfaatan limbah padat pabrik kelapa sawit a
Tandan kosong kelapa sawit TKKS Tandan kosong merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pemipilan TBS
di stasiun pemipilan pada pabrik kelapa sawit. Terdapat beberapa metode pengolahan TKKS dengan pemanfaatan yang dilakukan oleh pihak industri
kelapa sawit, yaitu : Mulsa
Teknik pemanfaatan TKKS yang umum diterapkan oleh berbagai industri kelapa sawit di Indonesia adalah dengan memanfaatkan TKKS sebagai mulsa. Menurut
Pahan 2008, aplikasi TKKS sangat efektif sebagai mulsa karena dapat
32 menurunkan temperatur tanah, mempertahankan kelembapan tanah dan
membantu mengurangi dampak yang kurang baik terhadap pertumbuhan tanaman serta produksi pada saat kemarau. Untuk areal yang curah hujannya
tinggi, TKKS secara signifikan dapat mengurangi kerugian nutrisi melalui proses pencucian dan aliran permukaan atau menjaga terjadinya erosi tanah. Selain itu,
mulsa TKKS juga dapat menjadi pemasok tambahan unsur hara tanah. Pada Tabel 2.7 disajikan persentase unsur hara dalam TKKS.
Metode aplikasi mulsa
Terdapat dua metode aplikasi TKKS sebagai mulsa di areal kebun, yaitu secara mulching dan disposal. Pada aplikasi secara mulching, TKKS diaplikasikan
pada suatu areal tertentu berdasarkan sifat tanah dan hara yang dibutuhkan tanaman kelapa sawit. Sementara, pada aplikasi secara disposal, TKKS
diaplikasikan di sisi jalan serta tidak didasari oleh sifat tanah dan hara yang dibutuhkan oleh tanaman kelapa sawit. TKKS yang diaplikasikan secara
disposal tidak diperbolehkan karena secara prinsip akan merugikan, mengingat pemanfaatan hara oleh tanaman kelapa sawit tidak optimal dan menjadi
penyebab penyebaran hama Oryctes Pahan, 2008. Tabel 2.7 Persentase unsur hara dalam TKKS
Hara utama Persentase unsur hara dalam
TKKS Sebanding
dengan pupuk anorganik per
ton TKKS Kisaran
Rata-rata Nitrogen N
0,32 – 0,43
0,37 8,00 kg urea
Fosfor P 0,03
– 0,05 0,04
2,90 kg RP Potassium K
0,89 – 0,95
0,91 18,30 kg MOP
Magnesium Mg 0,07
– 0,10 0,08
5,00 kg Kieserit Sumber : Pahan 2008
Aplikasi mulsa pada TBM
Dosis aplikasi TKKS yang direkomendasikan untuk tanaman belum menghasilkan TBM 1 dan 2 yaitu 180 kgpokok atau setara dengan 25 ton
TKKSha populasi sekitar 136 pokokha. TKKS hanya diaplikasi satu kali per tahun pada areal yang sama.
33 Aplikasi TKKS pada tahun pertama dilaksanakan dekat pangkal pokok 10
cm dengan cara disebar satu lapis mengelilingi pokok. Aplikasi TKKS harus segera dimulai setelah bibit ditanam di lapangan. Aplikasi TKKS
menjamin ketersediaan unsur hara bagi tanaman, memelihara kelembapan tanah, menurunkan suhu tanah dan menekan pertumbuhan gulma di
piringan. Oleh sebab proses dekomposisi dan penguraian unsur hara dari TKKS berjalan lambat, pupuk anorganik harus diaplikasi penuh 100
pada tahun pertama penanaman. Aplikasi kedua dilaksanakan sekitar 12 bulan setelah aplikasi pertama.
TKKS diaplikasikan 0,5 m dari pangkal pokok dengan cara disebar satu lapis mengelilingi pokok. TKKS yang diaplikasi lebih dari satu lapisan akan
mendorong berkembangnya kumbang Oryctes pada tumpukan TKKS tersebut. Mulsa TKKS harus dikontrol secara berkala untuk memastikan ada
tidaknya kumbang Oryctes yang berkembang biak pada TKKS tersebut. Apabila hal ini terjadi, segera lakukan tindakan penanggulangan. Pada tahun
kedua ini, TKKS dan pupuk anorganik diaplikasi, tetapi pupuk anorganik dapat dikurangi menjadi 50 terhadap rekomendasi.
Semua pupuk anorganik harus disebar merata di atas TKKS. Selanjutnya pupuk tersebut secara perlahan tercuci oleh air hujan dan diserap oleh pokok
sawit. TKKS tidak mempengaruhi penyerapan unsur hara oleh tanaman, tetapi aplikasi TKKS dapat membantu mengurangi kehilangan pupuk yang
diakibatkan pencucian, aliran permukaan dan erosi tanah Pahan, 2008.
Aplikasi mulsa pada TM Dasar aplikasi tergantung dari jenis tanah, status unsur hara tanah,
pertumbuhan dan umur tanaman kelapa sawit yang akan dimulsa. Rekomendasi aktual dan areal yang akan diaplikasi TKKS pada tanaman
mineral normal yaitu 250 kgpokok atau 35 tonha. Sementara pada tanah sangat berpasir dapat ditingkatkan menjadi 360 kgpokok atau 50 tonha.
TKKS hanya diaplikasi satu kali dalam setahun dan harus terus diaplikasi kembali 12 bulan kemudian.
TKKS yang telah ditumpahkan harus disebar satu lapis secara manual di antara dua pokok, tetapi di luar piringan. TKKS tidak boleh diaplikasi di
34 gawangan mati, karena digunakan sebagai tempat pelepah yang ditunas
nantinya. Aplikasi TKKS dua lapis atau lebih tidak diperbolehkan karena dapat mempercepat pembiakan kumbang Oryctes tumpukan. Mulsa TKKS
harus dikontrol secara berkala terhadap serangan Oryctes. Apabila hal itu terjadi, segera lakukan tindakan penanggulangan yang tepat Pahan, 2008.
Kompos pupuk organik Kompos merupakan limbah padat yang mengandung bahan organik yang telah
mengalami pelapukan, dan jika pelapukannya berlangsung dengan baik disebut pupuk organik. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia telah
mengembangkan dua macam teknik pengomposan TKKS, yaitu pengomposan dengan pembalikan dan tanpa pembalikan Taniwiryono, 2009.
Pengomposan dengan pembalikan
Teknik ini dilakukan dengan melakukan pembalikan 2-3 hari sekali dan menggunakan limbah cair PKS sebagai pengkaya dan sumber mikroba
pengompos yang didominasi oleh jenis bakteri. Pembalikan dilakukan dengan menggunakan mesin. TKKS yang akan dikomposkan harus dicacah
terlebih dahulu sebelum ditumpuk memanjang seperti terlihat pada Gambar 2.9. Pencacahan TKKS diperlukan guna meningkatkan luas permukaan
bahan organik. Oleh karena tidak dilakukan penutupan, turun-naiknya suhu dan kelembaban sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan setempat. Pada
kondisi terbuka, penguapan air bisa mudah terjadi di siang hari yang terik, namun di lain hal pembasahan dengan air berlebih mudah terjadi di saat
hari-hari hujan. Pembalikan bahan dalam waktu 2-3 hari sekali memang diperlukan karena siklus biologis kebanyakan bakteri memang sekitar 48
jam. Jika tidak dibalik maka bakteri akan mati. Bakteri yang digunakan pada proses pengomposan dengan sistem ini mengandalkan yang terdapat di
limbah cair PKS. Jenis dan jumlahnya tentu berbeda antara daerah yang satu dengan lainnya. Untuk meningkatkan efisiensi pelapukan lignin dan selulase
perlu dieksplorasi bakteri dengan kemampuan mendegradasi lignin dan selulosa yang tinggi. Salah satu keunggulan teknik ini adalah pengkayaan
nutrisi dari limbah cair dapat dilakukan secara optimum. Warna hitam
35 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9, sebagian diakibatkan oleh
pewarnaan yang dilakukan oleh limbah cair.
Gambar 2.9 Penumpukan pada pengomposan TKKS dengan pembalikan
Pengomposan tanpa pembalikan Teknik ini dilakukan dengan bantuan mikroba terseleksi dari golongan
jamur. Selama proses pengomposan tidak dilakukan pembalikan sehingga hemat bahan bakar energi dan tenaga kerja. Tanpa pembalikan yang
dimaksud di sini adalah tanpa pembalikan selama proses biologis berlangsung, yaitu selama 2 minggu sekali. Pada kondisi demikian,
penggunaan mesin pembalik tidak diperlukan. Penggunaan mikroba dari golongan jamur didasarkan kepada kenyataan bahwa perombak lignin dan
selolosa yang paling efisien adalah dari golongan jamur atau cendawan. Kebanyakan limbah padat perkebunan memiliki kandungan lignin dan
selulosa yang tinggi. Fakta menunjukkan bahwa di lapangan tidak pernah dijumpai tanaman berkayu yang batangnya dilapukkan oleh bakteri, tetapi
selalu oleh jamur atau cendawan. Selama proses pengomposan dilakukan penutupan dengan menggunakan
terpal plastik tahan UV seperti yang terlihat pada Gambar 2.10. Penutupan dilakukan agar kelembaban dan suhu bisa lebih kendalikan sehingga
aktifitas mikroba pelapuk lignin dan selulosa dalam menghasilkan enzim lignoselulase tetap tinggi. Penutupan dengan terpal plastik tidak berarti
prosesnya menjadi aerob, buktinya mikroba aerob yang digunakan sebagai bioaktivator berkembang biak dan beraktifitas dengan sempurna. Untuk
tujuan efisiensi, jamur pelapuk yang digunakan sekaligus dipilih yang mampu mengendalikan Ganoderma dan Oryctes atau manfaat lainnya.
36 Dengan cara demikian, dua hal dilakukan sekaligus yaitu pengomposan dan
perbanyakan biopestisida. b
Serabut kelapa sawit Serabut kelapa sawit merupakan limbah padat kelapa sawit hasil proses
pencacahan dan pengempaan brondolan kelapa sawit. Metode pemanfaatan serabut yang dilakukan oleh PKS adalah sebagai bahan bakar boiler untuk
memasok kebutuhan uap panas dan pembangkit listrik. Nilai kalor yang dihasilkan dari pembakaran serabut kelapa sawit yaitu 2637 - 4554 kkalkg.
Untuk sebuah PKS dengan kapasitas olah 100 ribu ton TBS per tahun akan dihasilkan sekitar 12 ribu ton serabut kelapa sawit. Apabila efisiensi
pembangkitan sebesar 25, maka tiap tahunnya akan dihasilkan energi listrik sebesar 9,2
– 15,9 GW tiap tahunnya Budiarto dan Agung, 2008.
Gambar 2.10 Penumpukan pada pengomposan TKKS tanpa pembalikan c
Cangkang kelapa sawit Cangkang kelapa sawit merupakan limbah padat kelapa sawit hasil proses
pemecahan biji kelapa sawit untuk mengambil inti kelapa sawit di dalam biji tersebut. Metode pemanfaatan cangkang yang dilakukan oleh PKS adalah
sebagai bahan bakar boiler untuk memasok kebutuhan uap panas dan pembangkitan listrik. Nilai kalor yang dihasilkan dari pembakaran serabut
kelapa sawit yaitu 4105 - 4802 kkalkg. Untuk sebuah PKS dengan kapasitas olah 100 ribu ton TBS per tahun akan dihasilkan sekitar 6 ribu ton cangkang
kelapa sawit. Apabila efisiensi pembangkitan sebesar 25, maka tiap tahunnya akan dihasilkan energi listrik sebesar 7,2
– 8,4 GW tiap tahunnya Budiarto dan Agung, 2008.
37
B. SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN