44
Biaya hal-hal khusus
Biaya hal-hal khusus adalah biaya dari penggantian suatu bagian atau suku cadang yang mempunyai nilai yang tinggi harganya mahal, tetapi memerlukan
penggantian yang relatif sering karena pemakaian.
3. Biaya Total
Biaya total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap. Nilainya dinyatakan dalam jumlah biaya per tahun atau biaya per jam. Untuk perhitungan
biaya total diperlukan adanya nilai perkiraan jam kerja mesin per tahun. Persamaan yang dipakai adalah sebagai berikut:
BTT x
BT B
dimana: B = Biaya total Rpjam
BT = Biaya tetap Rptahun
BTT = Biaya tidak tetap Rpjam
x = Jam kerja per tahun jamtahun
4. Biaya Pokok
Pramudya dan Dewi 1992 menyebutkan bahwa biaya pokok adalah biaya yang diperlukan untuk memproduksi tiap unit produk yang dihasilkan.
F. PENELITIAN TERDAHULU
1. Penelitian mengenai pengolahan dan pemanfaatan limbah PKS
Mailinton 2007, melakukan penelitian mengenai model penilaian cepat penanganan limbah pabrik kelapa sawit. Pada hasil penelitiannya dibuat suatu model
penilaian kinerja penanganan limbah kelapa sawit yang diimplementasikan dalam sebuah perangkat lunak komputer. Dalam model tersebut mencakup beberapa
metode penanganan limbah pabrik kelapa sawit dan parameter-parameter limbah tersebut yang dapat berdampak pada lingkungan.
Lebih lanjut, Mailinton 2007 menjelaskan bahwa teknologi penanganan limbah yang lazim digunakan pada pabrik kelapa sawit di Indonesia dapat
digolongkan menjadi tiga jenis kelompok penanganan limbah. Pertama, limbah cair
45 dan lumpur ditangani dengan teknologi sistem kolam dan limbah tandan kosong
kelapa sawit TKKS dimanfaatkan sebagai mulsa. Kedua, limbah cair dan lumpur dimanfaatkan sebagai pupuk cair organik. Ketiga, limbah cair dan lumpur serta
TKKS diolah menjadi kompos dengan teknologi pengomposan.
2. Penelitian mengenai penggunaan model AHP-GP
Badri 2001 melakukan penelitian dengan mengkombinasikan metode AHP dan GP untuk pemodelan sistem pengawasan mutu untuk kualitas pelayanan. Nilai
hasil analisis metode AHP akan dijadikan nilai bobot pada pemodelan fungsi kendala sasaran untuk pencapaian nilai global dan nilai lokal AHP pada pemodelan GP yang
dilakukan. Nilai global AHP adalah nilai tingkat pencapaian tujuan goal pada hierarki AHP apabila menerapkanmenggunakan alternatif tertentu pada hierarki
AHP tersebut. Nilai lokal AHP adalah nilai tingkat pencapaian kriteria dalam hierarki AHP apabila menerapkanmenggunakan alternatif tertentu pada hierarki
AHP tersebut. Oleh karena dari nilai AHP tersebut akan dimodelkan fungsi kendala sasaran,
maka terdapat nilai deviasi dari fungsi kendala sasaran tersebut yang akan diminimumkan pada fungsi tujuan. Bentuk model AHP-GP yang dirumuskan oleh
Badri 2001 yaitu sebagai berikut : Fungsi tujuan :
Fungsi kendala : a
11
X
1
+ a
21
X
2
+ …… + a
1n
X
n
+ DB
1
– DA
1
= b
1
a
21
X
1
+ a
22
X
2
+ …… + a
2n
X
n
+ DC
2
– DD
2
= b
2
. . . . . . a
m1
X
1
+ a
m2
X
2
+ …… + a
mn
X
n
+ DB
m
– DA
m
= b
m
a
m1
X
1
+ a
m2
X
2
+ …… + a
mn
X
n
+ DC
m
– DD
m
= b
m
dan X
j
, DA
i
, DB
i
, DC
k
, DD
k
, dan w
k
≥ 0, untuk i dan k = 1, 2, …, m Keterangan :
46 X
j
= Variabel keputusan atau sub tujuan a
mn
= Koefisien variabel keputusan b
m
= Tujuan atau target yang ingin dicapai DB
i
= Variabel deviasi bawahnegatif dari tujuantarget ke-i DA
i
= Variabel deviasi ataspositif dari tujuantarget ke-i W
k
= bobot relatif deviasi pada pendekatan AHP DC
k
= Variabel deviasi bawahnegatif dari tujuantarget ke-k pada pendekatan AHP
DD
k
= Variabel deviasi ataspositif dari tujuantarget ke-k pada pendekatan AHP
47
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. KERANGKA PEMIKIRAN
Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan
Indonesia sebagai negara dengan luasan lahan perkebunan kelapa sawit terbesar di dunia. Namun di sisi lain, kuantitas limbah pabrik kelapa sawit PKS yang
dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar TBS di PKS juga ikut meningkat. Hal ini membuat resiko pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkan
oleh limbah PKS akan meningkat apabila limbah PKS tidak ditangani secara tepat dan optimal. Bobot limbah PKS yang harus dibuang ke lingkungan sebagai badan
penerima akan semakin bertambah. Limbah PKS terdiri dari limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah gas
umumnya telah ditangani di areal PKS sebelum dibuang ke lingkungan. Limbah padat terdiri dari cangkang, serabut dan tandan kosong. Cangkang dan serabut
umumnya digunakan sebagai bahan bakar boiler atau dijual kepada pihak lain, sementara tandan kosong dimanfaatkan di lahan perkebunan sebagai mulsa.
Kandungan biomassa di dalam limbah padat yang dapat terurai secara alami membuat resiko pencemarannya terhadap lingkungan sangat kecil. Limbah cair harus
diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan karena kandungan bahan- bahan organik di dalamnya yang berpotensi tinggi untuk mencemari lingkungan.
Umumnya, limbah cair yang telah terolah dimanfaatkan untuk air irigasi dan penambah nutrisi tanah di lahan perkebunan. Selain itu, apabila telah memenuhi baku
mutu limbah cair PKS yang telah ditetapkan pemerintah, maka limbah cair PKS dapat dibuang ke badan penerima seperti sungai dan danau.
Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai metode penanganan limbah PKS. Penanganan limbah di sini mencakup metode pengolahan dan metode pemanfaatan
limbah PKS. Limbah PKS tidak hanya diolah hingga memenuhi baku mutu yang ditetapkan atau dimanfaatkan sekedarnya saja sehingga terkesan tidak memiliki
potensi pemanfaatan yang menonjol. Berbagai metode yang dikembangkan telah dapat mengolah limbah PKS dan menghasilkan produk yang dapat dimanfaatkan
lebih lanjut terutama oleh pihak PKS sendiri, misalnya pengolahan limbah cair PKS