serta masih berada dalam kisaran yang layak bagi pertumbuhan biota karang dan ikan karang.
6.2 Variasi Karakteristik Habitat Bentik
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik habitat bentik, baik berupa komposisi tutupan komponen bentik maupun keanekaragaman karang di
daerah reservasi zona inti dan non-reservasi zona pemukiman tidak berbeda secara signifikan. Kondisi habitat bentik terlihat sangat bervariasi di stasiun
pengamatan di masing-masing zona, sehingga tidak mencerminkan adanya perbedaan yang signifikan sesuai dengan status perlindungannya. Penelitian ini
menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian sejenis sebelumnya di Tanzania yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
karakteristik habitat bentik tutupan karang hidup, karang mati, batu, patahan karang, makroalga, lamun, karang lunak dan sponge antara kawasan reservasi
Mafia Island Marine Park-Tanzania dengan kawasan perairan sekitarnya, yang aktifitas penangkapannya terjadi secara intensif Kamukuru et al. 2004.
Di luar dugaan, penutupan karang mati di daerah reservasi terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan di daerah non-reservasi. Penutupan karang mati
berdasarkan hasil penelitian tampak didominasi oleh karang mati berupa patahan karang, hal yang menunjukkan bahwa kematian dan degradasi terumbu karang di
lokasi penelitian lebih disebabkan karena kerusakan secara fisik. Berdasarkan pengamatan di lapangan diduga bahwa kerusakan fisik terumbu karang di lokasi
penelitian terutama disebabkan oleh faktor antropogenik, seperti aktivitas penangkapan ikan yang merusak terutama menggunakan alat tangkap muro-ami,
penambangan pasir dan batu karang, dampak lego jangkar perahukapal anchoring dan dampak aktivitas penyelaman yang tidak profesional.
Penangkapan ikan menggunakan muro-ami walaupun diyakini berdampak pada kerusakan terumbu karang, saat ini masih marak digunakan di perairan Kepulauan
Seribu. Aktani 2003 menyimpulkan bahwa tutupan karang mati berupa patahan karang yang mendominasi tutupan substrat bentik di zona inti dan zona
pemanfaatan TNL-KS merupakan dampak dari aktifitas penangkapan ikan menggunakan bom blast fishing yang marak dilakukan sebelum tahun 1995, saat
dimana status kawasan Kepulauan Seribu belum menjadi taman nasional. Namun, mengingat
“era” maraknya penggunaan bom sudah sangat lama berlalu seiring dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat, serta secara visual tampak
bahwa patahan karang yang ditemukan masih tergolong “baru” lihat Lampiran 5,
maka sangat kecil kemungkinan bahwa pengeboman ikan menjadi faktor utama yang menyebabkan kerusakan terumbu karang di lokasi penelitian saat ini.
Kategori tutupan karang berdasarkan Gomez dan Yap 1988 menunjukkan bahwa di daerah reservasi ditemukan 3 stasiun yang
memiliki kategori “Sedang” timur P. KA Bira, utara dan selatan P. Belanda dan 1 stasiun memiliki kategori
“Baik” barat P. KA Bira, sedangkan di daerah non-reservasi ditemukan 2 stasiun dengan kategori
“Buruk” timur dan utara P. Pramuka dan 2 stasiun memiliki kategori “sedang” barat dan selatan P. Panggang. Penilaian secara kualitatif ini
menunjukkan bahwa kondisi tutupan karang di daerah reservasi masih sedikit lebih baik dibandingkan dengan di daerah non-reservasi. Hasil berbeda dilaporkan
Aktani 2003, yakni kondisi tutupan karang di stasiun pengamatan P. KA Bira dan P. Putri zona intidaerah reservasi berada d
alam kategori “buruk”, sedangkan tutupan karang di P. Melinjo dan P. Genteng zona pemanfaatan
intensifdaerah non- reservasi masuk dalam kategori “sedang”. Adanya perbedaan
hasil ini diduga terjadi karena yang pertama sebagai akibat terjadinya perbaikan kondisi tutupan karang di daerah reservasi, dan dugaan kedua disebabkan adanya
perbedaan titik sampling. Rerata persen tutupan alga stasiun pengamatan yang terletak di daerah non-
reservasi terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan rerata persen tutupan alga di daerah reservasi. Keberadaan alga yang cukup tinggi mencirikan kondisi terumbu
karang yang mengalami degradasi Szmant 2002. Szmant 2002 selanjutnya menjelaskan bahwa selain faktor pengkayaan nutrient nutrient enrichment yang
dapat menjadi penyebab kematian karang dan peningkatan tutupan alga, faktor utama lain adalah menurunnya kelimpahan ikan herbivor akibat penangkapan dan
menurunnya kelimpahan bulu babi akibat penyakit; stress dan kematian karang akibat perubahan suhu contoh: pemutihan karangcoral bleaching sehingga
membentuk lebih banyak lagi substrat bagi kolonisasi alga; sedimentasi yang dapat mengancam karang dewasa dan menghambat terjadinya rekruitmen; serta
meningkatnya predator karang sebagai dampak sekunder terjadinya overfishing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan nutrient berupa ammonium
secara rerata terlihat lebih tinggi di daerah non-reservasi dibandingkan dengan daerah reservasi, disamping itu, status pengelolaannya sebagai zona pemukiman
sangat memungkinkan terjadinya intensitas penangkapan yang tinggi sehingga menurunkan jumlah ikan herbivor yang memiliki peran ekologi sangat penting
dalam mengontrol pertumbuhan alga. Hasil analisis kelompok terhadap variabel habitat bentik menunjukkan
bahwa tidak terdapat pola yang menunjukkan adanya hubungan spesifik antara karakteristik habitat bentik dengan status pengelolaan atau zonasi. Kelompok
yang terbentuk adalah berdasarkan kualitas habitat bentik, hal ini terlihat dari variabel yang mencirikan masing-masing kelompok. Hasil ini sejalan dengan
Estradivari et al. 2007 yang tidak menemukan pola yang mengindikasikan hubungan antarlokasi pengamatan dengan struktur komunitas karang dan
menekankan bahwa pola pemanfaatan terumbu karang dan penzonasian taman nasional di Kepulauan Seribu pada dasarnya tidak memberikan pengaruh besar
terhadap struktur komunitas karang. Starr et al. 2004 menyimpulkan hasil yang sama walaupun penelitian dilakukan di lokasi berbeda, yakni di daerah reservasi
laut di Central Californial. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa karakteristik habitat di lokasi penelitian bervariasi tidak berdasarkan status reservasi dan non-
reservasi. Hasil berbeda dikemukakan oleh Aktani 2003 yang menemukan adanya kecenderungan pengelompokan habitat bentik berdasarkan lokasi
geografis yang kemungkinan berhubungan dengan pengaruh siklus monsoon sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi tutupan lifeform antara
sisi barat dan sisi timur Kepulauan Seribu.
6.3 Variasi Karakteristik Komunitas Kerapu