menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara kelimpahan kerapu dengan karakteristik habitat bentik. Walaupun spesies kerapu dipengaruhi oleh kualitas dan
kompleksitas habitat, namun terdapat variabel lain yang berpengaruh lebih kuat, yakni tekanan penangkapan. Sementara, Chabanet et al. 1997 menemukan bahwa
variabel substrat bentik karang di Reunion Island , Laut Hindia berkorelasi erat dengan kekayaan spesies dan keanekaragaman ikan karang.
Berbeda dengan hasil penelitian ini, Edgar and Barret 1997 menyimpulkan bahwa lokasi studi di reservasi laut Tasmania menunjukkan
kemiripan yang lebih besar berdasarkan parameter abiotik dibandingkan dengan status perlindungan. Sejalan dengan itu, Friedlander et al. 2003 mencatat bahwa
ekspos gelombang, tutupan karang hidup dan kompleksitas habitat menjadi parameter lingkungan yang penting secara ekologi bagi kelompok ikan karang di
Hawaii dan parameter ini harus dipertimbangkan dalam mendesain reservasi laut di masa mendatang. Sementara, Kamukuru et al. 2004 menemukan bahwa terdapat
peningkatan signifikan kelimpahan dan biomassa ikan dengan meningkatnya kompleksitas dan tutupan karang keras di Mafia Island Marine Park, Tanzania.
Beberapa faktor yang menyebabkan hasil yang berbeda untuk hubungan antara populasi ikan karang dan habitatnya adalah penggunaan kumpulan
taksonomi dan kumpulan ikan yang berbeda serta keragaman metode yang digunakan. Selain itu, hubungan antara populasi ikan dan substrat juga berbeda
diantara habitat dan kawasan karang serta kawasan biogeografi yang berlainan
Chabanet et al. 1997; Gratwicke dan Speight 2005.
6.5 Efektivitas Ekologi Zona Inti
Kawasan reservasi laut dapat berfungsi sebagai penyangga untuk menghadapi kerusakan yang diakibatkan oleh interaksi antara eksploitasi dan
kondisi lingkungan yang ekstrim Bohnsack 1993 dalam Starr et al. 2004, sekaligus sebagai pelindung dari resiko ketidakpastian pengelolaan perikanan
Lauck et al. 1998 dalam Starr et al. 2004. Lebih lanjut kawasan ini dapat membantu dalam keberlanjutan dan peningkatan kondisi stok perikanan Murray et
al.1999.
Beberapa studi menunjukkan dampak manfaat suatu kawasan reservasi laut terhadap populasi ikan dan invertebrata. Dampak tersebut termasuk meningkatnya
kelimpahan dan meningkatnya ukuran dan umur individu dari populasi ikan yang menjadi target penangkapan Starr et al. 2004. Kawasan larang ambil dapat juga
meningkatkan kualitas habitat, seperti pemulihan karang Roberts and Polunin 1993 dalam Starr et al. 2004, keanekaragaman spesies Russ and Alcala 1996
dan stabilitas komunitas Roberts and Polunin 1993 dalam Starr et al. 2004. Dampak suatu kawasan reservasi dapat mencapai kawasan di luar batas reservasi
melalui limpahan spillover individu dewasa danatau larva ke daerah penangkapan fishing ground Russ 1991b; Castilla and Fernandez 1998 dalam
Starr et al. 2004. Zona inti III
–TNL-Kepulauan Seribu yang mencakup Pulau Belanda dan Pulau Kayu Angin Bira merupakan kawasan larang ambil tertutup bagi aktivitas
ekstraksi. Kawasan ini hanya diperbolehkan untuk aktivitas pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian dan pendidikan. Penetapan kawasan zona
inti III terutama bertujuan untuk melindungi ekosistem terumbu karang di kawasan tersebut dimana berbagai jenis ikan karang, termasuk jenis-jenis kerapu turut
menjadi bagian dari ekosistem tersebut. Analisis univariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik
habitat bentik di zona inti tidak berbeda secara signifikan dengan di zona pemukiman, dan rerata penutupan karang mati di zona inti terlihat lebih tinggi
dibandingkan dengan di zona pemukiman. Lebih lanjut analisis multivariat menggunakan analisis kelompok tidak menunjukkan adanya pengelompokan
habitat bentik menurut zonasi, yang juga berarti status perlindungan yang berlaku di zona inti tidak memberikan dampak bagi kondisi terumbu karang . Berdasarkan
kedua hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan zona inti III tidak efektif dalam mencapai tujuan penetapannya, yakni perlindungan terhadap ekosistem
terumbu karang. Status reservasi yang disandang tidak berdampak pada perbaikan kualitas habitat, seperti pemulihan karang Roberts and Polunin 1993 dalam Starr
et al. 2004 di kawasan tersebut. Karakteristik komunitas kerapu berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
adanya perbedaan antara zona inti dan zona pemukiman, walaupun untuk beberapa
variabel, tidak cukup fakta untuk menunjukkan perbedaan diantara ke dua zona tersebut. Namun dapat disimpulkan secara umum bahwa di zona inti ditemukan
keanekaragaman dan kelimpahan ikan kerapu yang lebih tinggi dibandingkan dengan di zona pemukiman. Kelimpahan kerapu di zona inti terutama didominasi
oleh individu yang berukuran lebih besar, menunjukkan struktur komunitas yang lebih matang Unsworth et al. 2007. Berdasarkan karakteristik populasi tersebut
terlihat bahwa zona inti cukup efektif dalam mempertahankan dan memelihara keanekaragaman dan kelimpahan populasi kerapu, terutama dari tekanan
penangkapan. Namun demikian, beberapa variabel populasi kerapu berdasarkan hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan antara daerah
reservasi dan non-reservasi, seperti distribusi frekuensi ukuran dan CPUE. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun cukup efektif, namun pengelolaan kawasan zona
inti belum mencapai level optimal. Starr et al. 2004 mengajukan beberapa kemungkinan alasan kenapa suatu
area reservasi laut tidak menunjukkan performa yang bagus dan optimal, yakni: 1 kawasan reservasi terlalu kecil untuk terjadinya akumulasi biomassa atau
mempertahankan populasi spesies target atau spesies langka, 2 terjadinya limpahan spillover dalam intensitas tinggi dari area reservasi ke area non-
reservasi, 3 proses pemulihan akibat eksploitasi berlebihan di area reservasi masih berlangsung, 4 pencurian ikan merupakan faktor yang signifikan di lokasi
reservasi, atau 5 dampak dari eksploitasi oleh manusia dulunya telah menyebabkan perubahan fungsi ekosistem dalam skala luas yang mempengaruhi
area reservasi dan non-reservasi secara bersamaan. Untuk kasus zona inti di lokasi penelitian, kemungkinan pertama cukup
beralasan jika dilihat dari ukuran zona inti yang tidak terlalu luas. Jenis ikan kerapu memiliki home range jangkauan habitat yang sangat luas. Kebanyakan
spesies kerapu pada saat-saat tertentu melakukan migrasi ke lokasi pemijahan yang jaraknya bisa mencapai ratusan mil sehingga peluang untuk tertangkap pada
saat bermigrasi dan pada saat melakukan pemijahan massal spawning aggregation cukup besar. Meskipun perlu pembuktian lebih lanjut, dari ukuran
ikan hasil tangkapan menggunakan bubu terlihat bahwa jumlah ikan berukuran besar terlihat tidak berbeda jauh diantara kedua zona, menunjukkan bahwa
terdapat kemungkinan kerapu berukuran besar tidak lagi banyak ditemukan di zona inti. Untuk mengetahui apakah kemungkinan kedua juga terjadi di lokasi
studi, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melihat produktifitas tangkapan di perairan sekitar yang berbatasan dengan zona inti. Kemungkinan
ketiga, keempat dan kelima juga cukup beralasan terjadi di zona inti mengingat sejarah eksploitasi sumberdaya perikanan di perairan Kepulauan Seribu yang
sempat didominasi oleh praktek-praktek penangkapan yang bersifat merusak destructive fishing seperti penggunaan bom dan potas serta masih lemahnya
pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang terjadi di dalam kawasan zona inti. Kondisi tutupan karang mati yang tinggi di zona inti
menunjukkan bahwa tekanan lingkungan masih cukup besar terjadi di dalam kawasan ini.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan dan hasil komunikasi pribadi dengan beberapa orang nelayan dan staf Balai TNL-KS, tidak efektifnya zona inti
dalam melindungi ekosistem terumbu karang serta belum optimalnya dampak yang diharapkan terhadap keanekaragaman dan kelimpahan ikan kerapu, terutama
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1 Belum ada pengawasan yang intensif dan upaya penegakan hukum yang tegas
terhadap pelanggaran aturan di kawasan zona inti. Selama sampling berlangsung di zona inti, beberapa kali terlihat tindakan pelanggaran di dalam
kawasan zona inti berupa aktivitas penangkapan menggunakan berbagai alat tangkap seperti: muro-ami, bubu kompresor dan pancing;
2 Kesadaran masyarakat akan manfaat zona inti masih rendah. Masih banyak nelayan yang tidak mengetahui tentang keberadaan zona inti, sedangkan
beberapa nelayan yang mengetahui banyak yang tidak mengerti apa tujuan dan manfaatnya;
3 Keterlibatan masyarakat dalam proses pengelolaan, termasuk dalam hal pengawasan masih rendah;
4 Zona inti yang ada memang tidak dirancang untuk keperluan pengelolaan perikanan spesies target tertentu, khususnya perikanan kerapu, sehingga tidak
mempertimbangkan aspek bio-ekologi ikan kerapu seperti: daerah pemijahan massal dan daerah asuhan sebagaimana kriteria penetapan zona inti yang
gunakan oleh Departemen Kehutanan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 56 Menhut-II2006 Tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional. Gell and
Roberts 2002 menekankan bahwa kunci untuk mendapatkan dampak manfaat dari sebuah reservasi adalah proteksi dilakukan di tempat dan waktu
dimana spesies target sangat rentan terhadap aktivitas penangkapan. Banyak ikan karang konsumsi berkumpul dalam jumlah besar pada lokasi, musim dan
fase bulan yang spesifik untuk memijah Sadovy 1996, termasuk jenis-jenis kerapu Claydon 2004. Pada umumnya lokasi dan waktu agregasi selalu tetap
pada jangka waktu yang lama sehingga kumpulan ikan ini menjadi target yang mudah bagi aktivitas penangkapan musiman Sadovy 1997.
6.6 Implikasi Pengelolaan