diolah untuk kemudian dilakukan analisis. Analisis data yang dilakukan terdiri dari: 1 Analisis karakteristik komunitas ikan kerapu di masing-masing zona; 2
Analisis karakteristik habitat bentik di masing-masing zona; 3 Analisis hubungan kondisi ikan kerapu dan habitat, untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi keberadaan ikan kerapu; serta 4 Analisis efektivitas daerah reservasi zona inti. Hasil analisis tersebut kemudian dideskripsikan sebagai hasil
penelitian untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan yang disajikan sebagi rekomendasi dan saran bagi pengelolaan berbasis ekologi bagi pemanfaatan ikan
kerapu secara berkelanjutan di lokasi penelitian. 1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi karakteristik komunitas dan habitat ikan kerapu di daerah
reservasi zona inti dan non-reservasi zona pemukiman TNL-KS. 2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman
ikan kerapu di lokasi penelitian. 3. Menganalisis efektivitas daerah reservasi zona inti ditinjau dari perspektif
perikanan kerapu.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan ekologis bagi pengelolaan pemanfaatan ikan kerapu secara berkelanjutan di lokasi
penelitian serta menyediakan informasi bagi pengelola taman nasional dalam mengevaluasi sistem zonasi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Terumbu Karang
Terumbu karang adalah endapan-endapan massif kalsium karbonat CaCO
3
yang terutama dihasilkan oleh hewan karang Filum Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria=Scleractinia, dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan
organism-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat Nybakken, 1988. Sebagaimana organisme yang termasuk dalam kelompok yang bersifat sessil di
dasar perairan, karang rentan dengan terjadinya perubahan lingkungan. Beberapa faktor pembatas utama dalam menentukan kehadiran dan kelangsungan hidup
karang pada suatu perairan meliputi Thamrin 2006: a Kedalaman. Hewan karang hanya akan ditemukan sampai kedalaman dimana
cahaya masih ditolerir zooxhantellae yang hidup di dalam jaringan tubuh karang. Karang penghasil terumbu hermatypic ditemukan dari daerah
intertidal sampai kedalaman 70 m, akan tetapi pada umumnya ditemukan sampai kedalaman 50 m. Sebagian besar hidup dengan subur sampai
kedalaman 20 m, dan lebih rinci lagi keanekaragaman spesies dan pertumbuhan terbaik ditemukan pada kedalaman antara 3 sampai 10 m.
b Suhu. Karang hermatypic tumbuh dan berkembang dengan subur antara suhu 25-29
C. Secara umum diketahui suhu terendah untuk organisme ini adalah pada suhu 18
C pada musim dingin dan suhu tertinggi sekitar 32 C pada
musim panas. c Salinitas. Kisaran salinitas pada umumnya karang masih ditemukan antara
27- 40‰, dan pertumbuhan terbaik karang berkisar antara 34-36‰.
d Cahaya. Cahaya dibutuhkan karang dalam bentuk hubungan tidak langsung. Pada prinsipnya cahaya dibutuhkan simbion karang zooxanthellae yang hidup
di dalam jaringan tubuh karang hermatypic yang merupakan penyuplai utama kebutuhan hidup karang.
e Arus. Arus diperlukan karang dalam memperoleh makanan dalam bentuk zooplankton dan oksigen serta dalam membersihkan permukaan karang dari
sedimen. Arus juga berperan besar dalam proses fertilisasi dan distribusi karang, terutama dalam masa pemijahan dan tahap larva.
f Substrat. Pada umumnya larva karang mampu menempel pada berbagai tipe substrat keras, seperti berbagai jenis batu-batuan, skeleton karang yang telah
mati, kerangka atau cangkang berbagai jenis hewan dasar laut baik yang bebas bergerak maupun yang hidup menetap.
g Kecerahan perairan. Kecerahan perairan berhubungan dengan padatan tersuspensi dan cahaya yang sampai ke dalam perairan. Intensitas cahaya
yang masuk akan semakin besar dan dalam bila perairan memiliki kecerahan yang tinggi. Kecerahan dan cahaya menjadi faktor pembatas melalui
hubungan secara tidak langsung dengan hewan karang sebagai inang bagi zooxhantellae.
Karang mempunyai variasi bentuk pertumbuhan individu maupun koloni yang berkaitan erat dengan tata air dan pencahayaan dari sinar matahari pada
masing-masing lokasi. Suharsono 1984 mengatakan bahwa perbedaan tempat hidup, kondisi lingkungan serta bertambahnya kedalaman merupakan faktor yang
mempengaruhi morfologi karang. Masing-masing jenis karang penyusun terumbu karang mempunyai respon yang spesifik terhadap lingkungannya. Faktor yang
paling berpengaruh terhadap bentuk pertumbuhan karang dan komposisi genetiknya berdasarkan genus menurut Wood 1977 adalah kedalaman, kuat
arus dan gelombang. Suatu jenis karang dari marga yang sama dapat mempunyai bentuk
pertumbuhan yang berbeda-beda Wijsman-Best 1977 dan menyebar pada lokasi- lokasi yang berbeda. Perairan yang memiliki kondisi fisik serupa, dapat
mendukung kehidupan karang dengan bentuk pertumbuhan yang mirip walaupun secara taksonomis berbeda Wood 1977.
Beberapa contoh tipe pertumbuhan biota karang batu dan karakteristik dari masing-masing genera menurut Dahl dalam Ongkosongo 1988 yaitu:
1. Tipe bercabang branching Memiliki cabang dengan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan
ketebalan atau diameter yang dimilikinya. 2. Tipe padat massive
Berbentuk seperti bola, ukurannya bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah. Jika beberapa bagian dari karang ini mati, maka akan
berkembang menjadi tonjolan, sedangkan bila berada di daerah dangkal maka bagian atasnya akan berbentuk seperti cincin. Permukaan terumbu halus dan
padat. 3. Tipe kerak encrusting
Tumbuh menutupi permukaan dasar terumbu atau sering ditemukan merambat di atas permukaan biota karang massif ataupun karang yang sudah
mati. Tipe karang ini memiliki permukaan yang kasar dan keras serta lubang- lubang kecil.
4. Tipe daun foliose Tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar
terumbu, dapat berukuran besar dan kecil serta membentuk lipatan yang melingkar.
5. Tipe meja tabulate Menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan datar. Ditopang oleh
sebuah batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
6. Tipe jamur mushroom Berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti
punggung bukit yang beralur dari tepi hingga pusat mulut. Suatu ketidakseimbangan tekanan atau variasi dalam lingkungan karang
Scleractinia dapat mengakibatkan terbentuknya zona-zona yang didominasi oleh fauna atau flora tertentu, hal ini juga dapat mengubah pola zonasi itu secara lokal
maupun regional Faure 1977. Di kepulauan Indonesia, Wijsman-Best 1977 menyatakan turun-naiknya permukaan laut pada masa lalu sebagai penyebab
adanya perbedaan bentuk terumbu karang saat ini. Morton 1990 mengatakan bahwa pola penyebaran biota karang pada
terumbu di Indo-Pasifik secara umum hampir sama. Pada daerah dimana energi gelombang paling besar diterima oleh terumbu dan kondisi turbulen besar,
didominasi oleh Pocillopora spp yang berasosiasi dengan karang api Millepora sp. Pada lereng terumbu paling luar dimana pergerakan air kecil, kecepatan arus
dan kekuatan gelombang berkurang didominasi oleh Acropora spp dengan beberapa Pocillopora dan Millepora sebagai selingan. Bentuk utama Acropora
yang mendominasi daerah ini adalah bentuk tabulate meja dan branching bercabang. Pada daerah rataan terumbu, daerah antara permukaan terumbu dan
pantai yang merupakan daerah tenang, Porites sp merupakan jenis karang yang paling banyak terdapat dan biasanya berasosiasi dengan Pavona sp. atau Acropora
sp. bila terdapat pergerakan air. Sejalan dengan itu, Stoddart 1971 mengatakan bahwa komunitas Acropora banyak terdapat di terumbu yang menghadap angin
windward reef dan komunitas Porites banyak terdapat di terumbu yang terlindung dan di selat-selat. Menurut Wood 1977 pendugaan penutupan karang
dapat menunjukkan status dan sifat-sifat terumbu secara umum serta sangat berguna untuk perbandingan antar lokasi.
2.2 Ikan Karang