sama dengan HPGW dan volume yang dihasilkan adalah 647 m
3
ha, berdasarkan data biofisik yang dikumpulkan dari hasil publikasi TIF Master George August
University Göttingen 2010 dalam Adirianto 2012 untuk analisis potensi kayu pada Hutan Pendidikan Gunung Walat HPGW. Luas pinus yang ditanam
adalah 21,75 ha. Potensi tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
PKL = PKH x LA
PKL = 647 x 21,75
PKL = 14072,25 m
3
Keterangan: PKL
= Potensi kayu log di areal HEF m
3
PKH = Potensi kayu log per hektar di areal HEF m
3
ha L
= Luas areal HEF ha Nilai ekonomi kayu tersebut diperoleh dengan menghitung adanya
pendapatan yang mungkin didapatkan dari hasil hutan kayu yang dijual. Asumsi yang digunakan adalah hutan tanaman tersebut akan dipanen pada daur 25 tahun
kedepan, dimana daur yang disarankan bagi hutan Pinus Merkusii yang ditujukan untuk menghasilkan kayu untuk rayon atau serat adalah 15 sampai 25
tahun, pada saat tahun tersebut kadar selulosa mencapai titik tertinggi yakni 51,57 sampai 54,67 dari berat kering Kasmudjo 1979 dalam Wiroatmadjo
1984. Harga pohon pinus yang berasal dari perhutani adalah Rp. 420.000m3. Perhitungan tersebut dapat dilihat selengkapnya sebagai berikut:
NKL = PKL x HKL
NKL = 14072,25 m
3
x 420.000m
3
NKL = Rp. 236.413.800 per tahun
Keterangan: NKL
= Nilai total kayu log Rp PKL
= Potensi kayu log di areal HEF m
3
HKL = Harga kayu log per kubik di lokasi HEF Rpm
3
Nilai kayu tersebut hanya sebagai pendekatan dari nilai yang sesungguhnya didapatkan dan dapat digunakan bahan informasi dan pertimbangan pengelolaan
sumberdaya. HEF sendiri tidak memprioritaskan adanya penebangan pohon.
6 44
10 20
30 40
50
Adanya HEF meningkatkan
ketersediaan air bersih Adanya HEF belum
meningkatkan ketersediaan air bersih
6.3.2 Nilai Guna Tidak Langsung Holcim Educational Forest
1. Manfaat Ekonomi Fungsi Hidrologis
Sulitnya air merupakan permasalahan yang dialami kedua RW yang berbatasan langsung dengan HEF, yaitu RW 13 dan RW 17. Reklamasi yang
dilakukan oleh HEF diharapkan dapat mengurangi permasalahan ketersediaan air bagi warga. Penanaman kembali hutan yang gundul diharapkan dapat membuat
water catchment baru yang akan mengisi mata air yang sempat kering. Ketika air sudah bertambah diperlukan adanya pengelolaan air tersebut. Perhitungan fungsi
hidrologis tersebut dapat didekati dengan nilai WTP menggunakan metode CVM atau Contingent Valuation Method.
Adanya revegetasi dalam reklamasi yang dilakukan oleh HEF diharapkan dapat mengembalikan ketersediaan air bersih. Penanaman yang baru saja
membuat perubahan ketersediaan air bersih masih belum berdampak signifikan. Data persepsi masyarakat mengenai adanya perubahan ketersediaan air bersih
dapat dilihat di Gambar 10:
Gambar 10 Persepsi perubahan ketersediaan air bersih atas adanya HEF Berdasarkan grafik diatas didapatkan data bahwa enam orang atau 12
dari keseluruhan warga menyatakan adanya HEF membuat ketersediaan air menjadi lebih banyak dari sebelumnya, sedangkan 44 warga atau sebesar 88
menyatakan bahwa adanya HEF belum memberikan dampak meningkatkan kesediaan air bersih. Masyarakat yang belum merasakan dampak berasumsi
bahwa hutan yang ditanam masih relatif kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh. Kedepannya jika vegetasi yang ditanam sudah tumbuh dengan baik
42
8 5
10 15
20 25
30 35
40 45
YA TIDAK
Jum la
h re
spo nd
en
Kesediaan membayar WTP responden
dan dapat menyimpan air diharapkan peran masyarakat dan pemerintah setempat untuk memelihara dan melestarikannya. Masyarakat dilibatkan dikarenakan
masyarakat adalah pihak yang paling banyak menanggung akibat dari hutan yang gundul, yaitu air yang sangat sulit didapatkan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Kekurangan air ini bahkan memicu terjadinya konflik antar masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pihak yang bertanggung jawab dalam mengelola air,
mendistribusikannya dan mengatur air atau yang biasa disebut andir. Selain itu dibutuhkan anggaran dana untuk membeli peralatan air bersih dan insentif andir.
Adanya pihak yang mengelola air ini merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh RW 13 untuk memastikan ketersediaan air bersih juga untuk meminimalisir
konflik.
a. Analisis Kesediaan Responden Membayar Jasa Lingkungan
Berdasarkan survey yang telah dilakukan kepada 50 responden, sebanyak 42 responden bersedia melakukan pembayaran jasa lingkungan air atau memiliki
persentase sebesar 84. Sisanya yaitu 8 responden atau 16 memilih untuk tidak mau membayar jasa lingkungan air.
Gambar 11 Kesediaan membayar WTP responden Responden yang memilih tidak mau membayar mengutarakan bahwa
mereka merasa tidak mampu untuk membayar. Alasan lainnya dari responden yang tidak mau membayar adalah adanya ketidak percayaan terhadap pihak yang
nanti mengelola atau sudah merasa cukup puas dengan keadaan sekarang yang dialaminya. Alasan responden yang memilih tidak bersedia membayar disajikan
ke dalam Tabel 9: