15.000,00 sampai Rp 23.895,00 dengan rata-rata Rp 19.029,00. Biaya terkecil untuk bongkar muat adalah biaya dari kapal Jati Rahayu dengan ukuran kapal 24
GT dan panjang kapal 10 m dan biaya terbesar dikeluarkan oleh kapal Sri Kembang dengan ukuran 30 GT dengan panjang kapal 15,93 m, dapat dilihat pada
Tabel 16. Berdasarkan Tabel 15 terlihat bahwa armada TM Putri Mas Jaya
mengeluarkan biaya operasional terbesar yaitu Rp 15.632.024,00 dan jika dibandingkan dengan armada perikanan Lintas Sejati dan Sri Kembang, meskipun
kedua armada tersebut memiliki ukuran kapal lebih besar dibandingkan dengan TM Putri Mas Jaya, namun biaya operasional yang dikeluarkan oleh kedua
armada perikanan tersebut lebih rendah dibandingkan armada perikanan TM Putri Mas. Hal tersebut dikarenakan biaya untuk konsumsi yang dikeluarkan oleh TM
Putri Mas Jaya lebih besar dibandingkan kedua armada perikanan tersebut ataupun armada yang lain yaitu sebesar Rp 8.000.000,00. Hal ini juga terjadi pada
armada perikanan Jati Rahayu yang walaupun memiliki kapal dengan ukuran lebih kecil dibandingkan dengan armada perikanan Rinjani, namun biaya
operasional yang dikeluarkan lebih besar yang disebabkan oleh lebih besarnya pengeluaran untuk konsumsi ABK. Menurut keterangan dari nelayan, perbedaan
pengeluaran untuk konsumsi ABK beragam tergantung pada pemilik kapal yang memberikan jatah makanan kepada para nelayannya, ada pemilik kapal yang
memenuhi kebutuhan keseluruhan untuk konsumsi nelayan, tetapi ada juga pemilik kapal yang hanya memenuhi sebagian kebutuhan konsumsi nelayan untuk
mengurangi biaya operasional. Bagi nelayan yang dibatasi konsumsinya, biasanya mereka menutup kebutuhan konsumsi dengan menangkap ikan sebagai
lauk selama melakukan trip.
5.2.3.2 Pendapatan Kotor
Pendapatan kotor adalah pendapatan dari hasil pelelangan ikan sebelum dikurangi dengan biaya retribusi dan potongan untuk biaya operasional.
Pendapatan kotor yang didapat dibedakan berdasarkan musimnya karena pada setiap musim hasil tangkapan yang didapat akan berbeda begitu juga harga jual
ikan saat dilelang. Pada musim paceklik, ikan hasil tangkapan yang didapat oleh
nelayan relatif sedikit tetapi harga ikan saat dilelang akan jauh lebih mahal, demikian juga jika pada musim puncak, ikan hasil tangkapan yang diperoleh akan
lebih banyak tetapi harga ikan saat dilelang akan lebih murah dibandingkan musim puncak, sedangkan pada musim sedang, harga ikan relatif normal.
Perubahan cuaca yang tidak menentu beberapa tahun ini turut mempengaruhi pendapatan nelayan. Nelayan yang dahulu bisa memperkirakan
musim penangkapan ikan, saat ini hanya pergi mengadu nasib tanpa mengetahui apakah akan mendapatkan ikan atau tidak, sehingga hasil yang didapatkan dengan
biaya operasional yang harus dikeluarkan terkadang tidak sebanding, bahkan bisa merugi. Menurut informasi dari nelayan, untuk dua tahun ini, musim banyak ikan
atau sering disebut musim puncak sering terjadi pada bulan Juli sampai Agustus, sedangkan musim sedikit ikan atau musim paceklik sering terjadi pada bulan
Oktober sampai Desember. Pendapatan dari hasil pelelangan ikan atau pendapatan kotor nelayan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18 Pendapatan nelayan dari hasil pelelangan ikan dari setiap musim dalam satu kali trip
Armada GT
Musim Jumlah
ikan Kg Pendapatan
kotor Rp
Jati Rahayu 24
Puncak 16000
89.600.000 Paceklik
300 2.730.000
Sedang 5000
26.000.000 Rinjani
26 Puncak
21000 117.600.000
Paceklik 1200
10.920.000 Sedang
7000 36.400.000
TM Putri Mas Jaya
28 Puncak
24000 134.400.000
Paceklik 900
8.190.000 Sedang
10000 52.000.000
Lintas Sejati 29
Puncak 19200
107.520.000 Paceklik
1000 9.100.000
Sedang 8000
41.600.000 Sri Kembang
30 Puncak
40000 224.000.000
Paceklik 1500
13.650.000 Sedang
20000 104.000.000
Sumber: Hasil wawancara dengan nelayan, 2011 diolah kembali
Pada saat musim puncak, rata-rata ikan hasil tangkapan yang dapat dilelangkan adalah sebanyak 24.040 kg dengan harga ikan per kg nya sekitar Rp
5.600,00. Harga ikan yang didapatkan adalah harga ikan rata-rata pada saat musim puncak pada tahun 2010 bukan harga ikan untuk tiap jenisnya dikarenakan
keterbatasan data yang didapat. Pendapatan kotor terbesar didapat oleh armada perikanan Sri Kembang dengan besarnya pendapatan adalah Rp 224.000.000,00
dengan hasil tangkapan yang didapat sebanyak 40.000 kg, sedangkan pendapatan kotor terkecil didapat oleh armada perikanan Jati Rahayu yaitu sebesar Rp
89.600.000,00 dengan hasil tangkapan sebanyak 16.000 kg. Rata-rata pendapatan kotor yang didapat oleh lima armada perikanan tersebut adalah Rp
134.624.000,00. Pada musim puncak dapat dilihat bahwa jumlah ikan yang didapatkan oleh armada perikanan Lintas Sejati lebih kecil dibandingkan dengan
jumlah ikan yang didapatkan oleh armada perikanan Rinjani dan TM Putri Mas meskipun ukuran kapalnya lebih besar, hal ini disebabkan oleh volume palkah
yang dimiliki oleh armada perikanan Lintas Sejati lebih kecil dibandingkan dengan volume palka yang dimiliki oleh armada perikanan Rinjani dan TM Putri
Mas. Volume palka masing-masing armada perikanan mini purse seine dapat dilihat pada Lampiran 4.
Pada saat musim paceklik, rata-rata ikan yang dapat dilelang adalah sebanyak 980
kg dengan harga ikan per kg nya sekitar Rp 9.100,00 dan rata-rata pendapatan kotor nelayan mini purse seine adalah Rp 8.918.000,00. Pendapatan
terbesar didapat oleh armada perikanan Sri Kembang dengan pendapatan kotor sebesar Rp 13.650.000,00 dan banyaknya ikan hasil tangkapan yang didapat
adalah sebanyak 1.500 kg. Jika dibandingkan dengan musim puncak, maka pada
musim paceklik ini pendapatan armada perikanan Sri Kembang turun sebesar 93,9 dengan ikan hasil tangkapan juga turun sebesar 96,3. Pendapatan
terkecil didapat oleh armada perikanan Jati Rahayu yaitu sebesar Rp 2.730.000,00 dengan ikan hasil tangkapan sebanyak 300 kg. Jika dibandingkan dengan musim
puncak maka armada perikanan Jati Rahayu mengalami penurunan pendapatan sebesar 97 dan ikan hasil tangkapan turun sebesar 98,1. Berdasarkan hasil
tersebut bisa terlihat bahwa rata-rata penurunan pendapatan kotor nelayan pada
musim paceklik jika dibandingkan dengan musim puncak adalah sebesar 93,4 dan ikan hasil tangkapan rata-rata turun sebesar 95,9.
Rata-rata harga ikan hasil tangkapan pada musim sedang adalah Rp 5.200,00 per kg. Rata-rata pendapatan kotor nelayan Mini Purse Seine adalah Rp
52.000.000,00 dengan rata-rata ikan hasil tangkapan yang diperoleh adalah sebanyak 10.000 kg. Jika dibandingkan dengan musim puncak
,
maka rata-rata pendapatan kotor nelayan turun sebesar 63,2 dan rata-rata ikan hasil tangkapan
yang didapat turun sebesar 60,4 dari musim puncak.
5.2.3.3 Pendapatan Bersih