Berdasarkan Tabel 21
terlihat bahwa pada musim paceklik rata-rata pendapatan yang diperoleh olah pemilik kapal, ABK, dan nahkoda adalah minus,
hal ini disebabkan karena pendapatan bersih yang didapat setelah melakukan pelelangan ikan lebih kecil dibandingkan dengan biaya operasional yang harus
dikeluarkan. Jika dibandingkan dengan pendapatan yang didapat pada musim puncak dan musim sedang, seharusnya pendapatan pada kedua musim tersebut
dapat menutupi kekurangan pada musim paceklik, tetapi pada kenyataannya para nelayan belum bisa mengelola keuangan dengan baik sehingga meskipun
pendapatan pada musim puncak dan sedang lebih besar, hal itu tidak menutupi kekurangan pada musim paceklik. Ketika pendapatan nelayan minus yaitu pada
musim paceklik, rata-rata nelayan Kota Pekalongan akan meminjam modal kepada pemilik kapal untuk melakukan trip dan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, nelayan mendapat bantuan sembako dari pihak KUD yang merupakan salah satu alokasi dari dana retribusi untuk nelayan, selain itu, jika pada musim
paceklik nelayan tidak melakukan trip, biasanya mereka beralih profesi menjadi tukang becak atau tukang ojek untuk memenuhi kebutuhannya.
5.2.3.5 Pendapatan Rata-Rata Satu Tahun
Pendapatan rata-rata nelayan dalam satu tahun didapat dari rata-rata pendapatan yang diperoleh dari setiap kali trip dalam satu tahun. Dalam satu
tahun nelayan mini purse seine dapat melakukan trip sebanyak 41 trip. Pada musim puncak yang jatuh pada bulan Juli sampai Agustus, rata-rata nelayan mini
purse seine akan melakukan trip maksimal sebanyak 8 trip, pada musim paceklik yang jatuh pada bulan Oktober sampai Desember selama dua tahun ini, nelayan
mini purse seine melakukan trip maksimal sebanyak 6 trip, dan untuk musim sedang yaitu bulan Januari sampai Juni dan bulan September, nelayan akan
melakukan trip maksimal sebanyak 27 trip. Rata-rata nelayan mini purse seine yang melelangkan ikannya di TPI PPN Pekalongan akan memaksimalkan waktu
yang ada untuk melaut walaupun musim berganti, karena menurut mereka saat ini musim tidak bisa diprediksi sehingga mereka lebih bergantung kepada
keberuntungan. Pendapatan rata-rata nelayan mini purse seine menurut bagiannya dalam satu tahun pada setiap musim dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 22
adalah tabel yang menunjukkan total pendapatan nelayan menurut bagiannya dalam satu tahun.
Tabel 22 Total pendapatan nelayan menurut bagiannya dalam satu tahun Rp
Armada GT
Jumlah trip
Pemilik ABK
Nahkoda
Jati Rahayu 24
41 450.969.800
18.038.792 90.193.960
Rinjani 26
41 808.567.075
32.342.683 161.713.415 TM Putri Mas
Jaya 28
41 905.788.400
36.231.536 181.157.680 Lintas Sejati
29 41
698.220.100 27.928.804 139.644.020
Sri Kembang 30
41 2.033.111.653 81.324.466 406.622.331
Sumber: Hasil wawancara dengan nelayan, 2011 diolah kembali Berdasarkan Tabel 22 terlihat bahwa pendapatan yang diperoleh pemilik,
ABK, maupun nahkoda kapal yang terbesar dalam satu tahun adalah dari armada perikanan Sri Kembang, yaitu untuk pemilik sebesar Rp 2.033.111.653,00; ABK
sebesar Rp 81.324.466,00; dan nahkoda sebesar Rp 406.622.331,00; sedangkan yang paling kecil adalah pandapatan dari armada perikanan Jati Rahyu dimana
pemilik kapal memperoleh pendapatan sebesar Rp 450.969.800,00; pendapatan ABK sebesar Rp 18.038.792,00; dan nahkoda kapal memperoleh pendapatan
sebesar Rp 90.193.960,00. Rata-rata pendapatan ABK dalam satu tahun adalah Rp
39.173.256
,00. Jika dibagi dalam 12 bulan maka rata-rata pendapatan nelayan setiap bulan bisa mencapai Rp 3.264.438,00; ini adalah pendapatan yang lebih
dari rata-rata upah minimum regional daerah Jawa Tengah yang hanya Rp 675.000,00 menurut Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2011,
tetapi pada kenyataannya nelayan mini purse seine yang mendaratkan ikannya di TPI PPN Pekalongan masih merasa kurang dengan pendapatannya dikarenakan
manajamen keuangan mereka yang tidak baik.
5.2.3.6. Manfaat yang Didapat Nelayan Dari Retribusi Pelelangan Ikan