dikodifikasikan oleh budaya mitos akan sebuah nasehat dari orang yang lebih tua.
Dari rentetan peristiwa yang telah digambarkan dalam scene tersebut, maka terlihat bahwa terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan perkelahian, dan perkelahian yang dilakukan oleh Indra dan Bayu tersebut dapat dikategorikan sebagai kenakalan remaja
tingkat biasa.
n. Penggalan scene 98, lexia 31 Pendekatan Semiotika John Fiske dalam film :
Termasuk Level Representasi :
Karena dalam scene tersebut lebih menonjolkan pada teknik pengambilan gambar pada kamera, yaitu medium shot. Pengambilan
gambarnya tidak hanya difokuskan pada satu fokus obyekpemeran, tetapi dilakukan secara menyeluruh terhadap keseluruhan obyek atau
pemeran. Dalam hal ini, menunjukkan bahwa terdapat banyak orang tidak hanya satu, yang terdapat pada adegan dalam scene ini, yaitu
perkelahian atau tawuran. Hal itu pula yang menguatkan dialog pada scene tersebut, yaitu “Anjing lo, bangsat”, yang diucapkan oleh
Indra sebagai ungkapan kemarahannya kepada geng motor “macan”. Dalam hal ini, geng motor “macan” memang telah lama menjadi
musuh bebuyutan Indra dan Bayu. 112
Gambar 4.14. Indra terlibat perkelahian tawuran dengan geng motor “macan”.
Penjelasan peta tanda Roland Barthes : Penanda :
“Anjing lo, bangsat”
Petanda : Terdapat suatu perilaku menyimpang yang
menjurus pada kenakalan remaja dan tersurat di dalam kalimat pada lexia 31, yaitu “Anjing lo, bangsat”. Kalimat tersebut merupakan
petanda denotatif yang menjelaskan adanya tindakan atau perilaku yang mencerminkan bentuk dari kenakalan remaja, yakni perkelahian
tawuran dengan sifat kenakalan tingkat biasa.
Tanda denotatif :
Menjelaskan sebuah pernyataan dari Indra dalam bentuk kalimat yang menunjukkan perasaan marah emosi.
Hal tersebut merupakan sesuatu hal yang bersifat negatif, yaitu dapat dikategorikan sebagai kenakalan remaja dalam bentuk perkelahian
tawuran.
Penanda konotatif :
Dijelaskan bahwa kenakalan remaja muncul karena adanya faktor pendorongnya, yakni berupa tindakan
atau perilaku yang menjurus kepada pelanggaran-pelanggaran, bahkan tindak pidana kejahatan.
Petanda konotatif :
Menjelaskan tentang makna dari dialog pada lexia 31, yaitu “Anjing lo, bangsat”. Kalimat tersebut,
maka dapat terlihat jelas mengandung makna bahwa Indra marah dan emosi. Sementara itu, secara implicittersirat, kalimat pada lexia 31
tersebut di atas seringkali diucapkan ketika seseorang merasa marah atau emosi.
Analisis :
Dialog yang diucapkan oleh Indra tersebut merupakan sebuah ungkapan kemarahan atau emosional yang tinggi dengan kalimat
kata-kata kasar, ketika dia bertemu dengan geng motor “macan” di markasnya.
Kalimat dialog pada lexia 31, yaitu “Anjing lo, bangsat” tersebut dapat digolongkan sebagai kode pembacaan semik. Hal ini
disebabkan karena pada kalimatdialog tersebut terdapat kata kata atau frase yang sama, yang melekat pada suatu ungkapan tertentu dan
dapat dikelompokkan atau dijadikan satu dengan konotasi kata atau frase yang mirip pula.
Artinya, dialog yang terdapat pada kalimat tersebut di atas menggunakan sebuah makna secara implisit atau tersirat dengan
menghadirkan sebuah padanan kata atau frase yang mengistilahkan mengartikan sesuatu yang sifatnya kasar, buruk atau jelek, dengan
pemilihan kata atau frase melalui kalimat dialog seperti, “Anjing lo, bangsat”.
Dalam hal ini, Indra sudah jengkel dan sakit hati karena terus menerus dimusuhi serta diperlakukan kasar oleh motor “macan”. Hal
tersebut dikarenakan Bayu sang adik mempunyai masalah dengan geng motor “macan”, dan perkelahian atau tawuran yang dilakukan
oleh Indra tersebut dapat dikategorikan sebagai kenakalan remaja tingkat biasa.
o. Penggalan scene 99, lexia 32, 33, 34 Pendekatan Semiotika John Fiske dalam film :