memberikan pendidikan agama yang cukup, atau penolakan terhadap eksistensi seorang anak juga bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan
remaja. Serta faktor lingkungantempat tinggal yang kurang baik, dalam hal ini adalah seorang teman atau pergaulan dengan teman sebaya yang
kurang baik. Seringkali istilah rasa solidaritas, rasa ingin diterima, atau bahkan hanya dijadikan sebagai “topeng” untuk menghalalkan kenakalan
remaja dengan cara-cara atau perilaku yang jelas-jelas menyimpang http:www.wikimu.comNewsDisplayNews.aspx?id=12915.
2.1.5. Jenis-jenis atau Bentuk Kenakalan Remaja
Menurut bentuk atau jenis dari kenakalan remaja, Sunarwijati 1985, membagi kenakalan remaja ke dalam tiga tingkatan, yaitu :
1. Kenakalan tingkat biasa, seperti perkelahian, tawuran, suka
keluyuran, berbohong, bolos sekolah, dan melawan orang tua.
2. Kenakalan tingkat sedang, menjurus pada pelanggaran,
seperti mengendarai kendaraan bermotor melebihi batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah kebut-kebutan,
berkendara sepeda motor atau mobil tanpa kelengkapan berkendara SIM, STNK, dan lain-lain, dan segala bentuk
perjudian. 3.
Kenakalan khusus, menjurus pada sebuah kejahatan atau kriminalitas tingkat tinggi, seperti narkoba dan tindakan
yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa seseorang atau pembunuhan.
Kategori-kategori tersebut di atas dapat dijadikan sebagai sebuah ukuran dari kenakalan remaja dalam suatu penelitian atau research
http:helda.info200906kenakalan-remaja. Mengenai normal atau tidaknya perilaku kenakalan remaja yang
dilakukan tersebut, Soerjono Soekanto dalam bukunya yang berjudul “Rules of Sociological Method” menjelaskan bahwa perilaku menyimpang
atau kenakalan dalam batas-batas tertentu dikatakan normal karena tidak mungkin menghapusnya secara tuntas. Artinya, apabila kenakalan tersebut
tidak menimbulkan keresahan masyarakat, dan terjadi dalam batas-batas tertentu, dengan melihat pada konteks perbuatan yang tidak disengaja,
maka dapat dikatakan perilaku kenakalan tersebut bersifat normal. Jadi, kebalikan dari perilaku yang dianggap normal yaitu perilaku kenakalan
atau kejahatan yang disengaja dan meninggalkan atau mengakibatkan keresahan di dalam masyarakat, maka perilaku tersebut bersifat tidak
normal Soekanto, 1985 : 73.
2.1.6. Representasi
Representasi lebih menekankan pada dua hal, yaitu proses dan produk dari pemaknaan suatu tanda. representasi juga bisa berarti suatu
proses perubahan konsep-konsep ideologi yang abstrak dalam bentuk atau rupa yang konkret. Representasi adalah konsep yang digunakan dalam
proses sosial pemaknaan melalui sistem penandaan yang tersedia, berupa 17
dialog, tulisan, video, film, fotografi, dan sebagainya. Secara ringkas, representasi diartikan sebagai produksi makna melalui tanda atau dalam
bentuk bahasa. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, dijelaskan
bahwa representasi memiliki arti yaitu perwakilan atau yang mewakili atau yang diwakilkan. Perwakilan atau mewakili sesuatu yang bermakna
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Cetakan II, Departemen Pendidikan Nasional, 2002 : 950.
Sementara itu, menurut Stuart Hall 1997, representasi adalah salah satu praktek penting yang memproduksi kebudayaan. Kebudayaan
merupakan konsep yang sangat luas dan menyangkut “pengalaman berbagi”. Sedangkan dikatakan berasal dari kebudayaan yang sama jika
manusia-manusia yang ada di suatu tempat membagi pengalaman yang sama, membagi kode-kode kebudayaan yang sama, berbicara dalam
“bahasa” yang sama, dan saling berbagi konsep-konsep yang sama. Stuart Hall juga mengemukakan bahwa representasi dibagi menjadi
dua proses. Pertama, representasi mental, yaitu konsep tentang “sesuatu” yang ada di kepala kita masing-masing yang sering disebut dengan peta
konseptual. Representasi mental ini masih berbentuk sesuatu yang abstrak. Kedua, bahasa, yaitu yang berperan penting dalam proses
konstruksi. Konsep abstrak yang ada di dalam kepala kita harus diterjemahkan ke dalam bahasa yang lazim, sehingga kita dapat
menghubungkan konsep ide-ide tentang sesuatu dengan tanda dan simbol- simbol tertentu.
Proses pertama memungkinkan kita untuk memaknai dunia dengan mengkonstruksi seperangkat rantai korespondensi antara sesuatu dengan
sistem peta konseptual. Sedangkan dalam proses kedua, kita mengkonstrusikan seperangkat rantai korespondensi antara peta
konseptual dengan bahasa atau simbol yang berfungsi merepresentasikan konsep-konsep tentang sesuatu. Relasi antara “sesuatu”, “peta
konseptual”, dan “bahasa atau simbol” merupakan jantung dari produksi makna melalui bahasa. Proses yang menghubungkan ketiga elemen secara
bersama-sama inilah yang kita namakan representasi. Konsep representasi bisa berubah-ubah dan selalu ada pemaknaan
baru serta pandangan baru dari konsep representasi yang sudah pernah ada. Intinya adalah makna yang tidak inheren dalam sesuatu di dunia ini, selalu
dikonstruksikan dan diproduksi melalui proses representasi tersebut. Konsep representasi adalah hasil dari praktek penandaan, yang kemudian
praktek tersebut dapat membentuk atau membuat sesuatu hal bermakna sesuatu.
Dalam penelitian ini, representasi menunjuk pada pemaknaan tanda-tanda yang terdapat dalam film “liar” dengan mengacu pada konsep
definisi kenakalan remaja yang hampir semua orang atau manusia pernah mengalaminya, dan pemaknaan simbol-simbol yang terdapat dalam film
“liar”. 19
2.1.7. Respon Psikologi Warna