Penggalan scene 84, lexia 25, 26 Pendekatan Semiotika John Fiske dalam film :

sesuatu yang buruk atau jelek, seperti, “Mati lo, bangsat”. Sehingga Perkelahian atau tawuran yang dilakukan oleh Bayu dan teman- temannya tersebut dapat dikategorikan sebagai kenakalan remaja tingkat biasa.

l. Penggalan scene 84, lexia 25, 26 Pendekatan Semiotika John Fiske dalam film :

Termasuk Level Realitas : Karena dalam scene tersebut menonjolkan setting-nya. Dalam hal ini, tawuran atau perkelahian yang melibatkan banyak orang dalam jumlah besar dengan mengendarai sepeda motor yang banyak pula, tidak mungkin dilakukan di dalam ruangan kecil indoor, dan pasti dilakukan di luar ruangan yang luas outdoor. Termasuk Level Representasi : Karena dalam scene tersebut menonjolkan teknik pengambilan gambar pada kamera, yaitu long shot. Pengambilan gambarnya tidak hanya difokuskan pada satu obyek saja, tetapi kepada keseluruhan obyek yang merupakan kesinambungan adegan. Banyak orang yang terlihat dan terlibat dalam adegan pada scene tersebut, yaitu perkelahian atau tawuran. Hal itu memperkuat dialog pada scene ini, yaitu “Kalau besok adik lo nggak nemuin gue, lo, adik lo, temen-temen lo, dan keluarga lo, gue habisisn” dan “Ngerti lo?”, yang diucapkan oleh ketua geng motor “macan”, dengan menunjukkan ekspresi kemarahan atau emosinya kepada Indra. 105 Gambar 4.12. Indra terlibat perkelahian tawuran dengan geng motor “macan”. Penjelasan peta tanda Roland Barthes : Penanda : “Kalau besok adik lo nggak nemuin gue, lo, adik lo, temen-temen lo, dan keluarga lo, gue habisin” “Ngerti loe?” Petanda : Adanya tindakan atau perilaku menyimpang yang dikategorikan sebagai kenakalan remaja ditonjolkan pada lexia 25, yaitu “Kalau besok adik lo nggak nemuin gue, lo, adik lo, temen- temen lo, dan keluarga lo, gue habisin”, dan pada lexia 26, yaitu “Ngerti loe?”. Kalimat tersebut merupakan kalimat petanda denotatif yang menjelaskan adanya perilaku yang merupakan bentuk dari kenakalan remaja yaitu balap perkelahian tawuran, dengan sifat kenakalan tingkat biasa. Tanda denotatif : Menjelaskan terdapat sebuah pernyataan atau kalimat dialog ketua geng motor “macan” kepada Indra yang menunjukkan adanya sebuah ancaman yang sifatnya adalah negatif, yaitu perkelahian tawuran.. Penanda konotatif : Dijelaskan bahwa kenakalan remaja muncul timbul karena adanya sebuah ancaman yang dilakukan ketua geng motor “macan” kepada Indra dan meminta agar Bayu menemui di markasnya. Petanda konotatif : Menjelaskan tentang makna dari kalimat atau dialog pada lexia 25, yaitu “Kalau besok adik loe nggak nemuin gue, loe, adik loe, temen, dan keluarga loe, gue habisin”, dan lexia 26, yaitu “Ngerti loe?”. Dari kalimat tersebut, terlihat jelas mengandung makna bahwa ketua geng motor “macan” merasa jengkel dan marah, serta melakukan pengancaman kepada Indra dan meminta adiknya Bayu untuk menemui mereka di markasnya. Analisis : Dialog yang diucapkan oleh ketua geng motor macan kepada Indra di atas merupakan sebuah ungkapan kemarahan dan emosinya untuk memberikan peringatan agar Bayu menemui geng motor “macan” di markasnya. Kalimat dialog pada lexia 25, yaitu “Kalau besok adik lo nggak nemuin gue, lo, adik lo, temen-temen lo, dan keluarga lo, gue habisisn”, dapat digolongkan sebagai kode pembacaan proaretik, dan pada lexia 26, yaitu “Ngerti lo?”, juga dapat digolongkan sebagai kode pembacaan proaretik. Hal tersebut dikarenakan dialog pada lexia 25 dan lexia 26 tersebut bisa menimbulkan dampak atau akibat. Apa yang dikatakan oleh ketua geng motor “macan” secara tidak langsung memberikan peringatan kepada Indra dan Bayu serta memancing emosi Indra untuk menemui geng motor “macan”. Dari visualisasi di atas terlihat jelas bahwa ketua geng motor “macan” sangat marah kepada Indra dan secara tersirat, Indra pun merasa kesal dengan perlakuan geng motor macan kepadanya yang terus menerus memusuhi dan mengancamnya beserta Bayu adiknya. Perkelahian atau tawuran yang disertai dengan ancaman yang dilakukan geng motor “macan” kepada Indra tersebut dapat digolongkan sebagai kenakalan remaja tingkat biasa.

m. Penggalan scene 86, lexia 27, 28, 29, 30 Pendekatan Semiotika John Fiske dalam film :

Dokumen yang terkait

REPRESENTASI FASHION SEBAGAI KELAS SOSIAL DALAM FILM (Studi Semiologi Representasi Fashion sebagai Kelas Sosial dalam Film The Representasi Fashion Sebagai Kelas Sosial Dalam Film (Studi Semiologi Representasi Fashion Sebagai Kelas Sosial Dalam Film The

0 4 15

IDENTITAS SEKSUALITAS REMAJA DALAM FILM (Analisis Semiotika Representasi Pencarian Identitas Identitas Seksualitas Remaja dalam Film (Analisis Semiotika Representasi Pencarian Identitas Homoseksual Oleh Remaja Dalam Film The Love Of Siam).

0 1 13

TRANSGENDER DALAM FILM (Studi Semiologi Representasi Identitas Seksual Transgender Transgender Dalam Film (Studi Semiologi Representasi Identitas Seksual Transgender Dalam Film “The Iron Ladies”).

0 1 16

PENDAHULUAN Transgender Dalam Film (Studi Semiologi Representasi Identitas Seksual Transgender Dalam Film “The Iron Ladies”).

0 7 55

TRANSGENDER DALAM FILM (Studi Semiologi Representasi Identitas Seksual Transgender Transgender Dalam Film (Studi Semiologi Representasi Identitas Seksual Transgender Dalam Film “The Iron Ladies”).

0 3 15

Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” (Studi Semiotik Tentang Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” Di Televisi).

1 3 112

Kenakalan Remaja | Karya Tulis Ilmiah Kenakalan Remaja

0 1 4

SKRIPSI REPRESENTASI PLURALISME DALAM FILM ” ? ” (Studi Analisis Semiotika tentang Pluralisme dalam Film ” ? ”)

1 1 121

REPRESENTASI KENAKALAN REMAJA DALAM IKLAN FRUIT TEA VERSI ”PULO GADUNG” (Studi Semiotik Tentang Representasi Kenakalan Remaja Dalam Iklan Fruit Tea Versi ”Pulo Gadung” Di Televisi)

0 0 15

REPRESENTASI KENAKALAN REMAJA DALAM FILM “LIAR” (Studi Semiologi Tentang Representasi Kenakalan Remaja Dalam Film “Liar” Pada Tokoh Indra dan Bayu)

2 13 28