Kalimat dialog pada lexia 16, yaitu “Huuuuh” dapat digolongkan sebagai kode pembacaan proaretik, dan pada lexia 17,
yaitu “Siapa mau duit?”, juga dapat digolongkan sebagai kode pembacaan proaretik. Hal ini dikarenakan dialog pada lexia 16 dan
lexia 17 tersebut bisa menimbulkan suatu dampak atau akibat. Analisis pada dialog tersebut dapat terlihat ketika Bayu
meneriakkan sebuah kalimat yang menggambarkan rasa kebanggaannya atas kemenangan dirinya dalam kegiatan balap motor
liar tersebut, yang sifatnya memancing emosi dari geng motor “macan”. Sehingga kegiatan balap motor dan disertai dengan taruhan
uang yang dilakukan oleh Bayu dan teman-temannya tersebut dapat dikategorikan sebagai kenakalan remaja tingkat sedang.
i. Penggalan scene 38, lexia 18, 19, 20, 21 Pendekatan Semiotika John Fiske dalam film :
Termasuk Level Representasi :
Karena dalam scene tersebut lebih menonjolkan pada teknik pengambilan kamera, yaitu medium shot. Pengambilan gambarnya
tidak hanya difokuskan pada satu obyek pemeran saja, tetapi kepada keseluruhan obyek pemeran, yang merupakan kesinambungan
adegan. Sebab, antara satu adegan dengan adegan lainnya merupakan satu kesatuan alur cerita yang tidak dapat dipenggal-penggal tidak
dapat dipisahkan. Dengan kata lain, banyak orang yang terlihat dan terlibat dalam adegan pada scene tersebut, yaitu perkelahian atau
tawuran dalam hal ini adalah pemeran atau obyekya. Hal itu juga memperkuat dialog pada scene ini, yaitu “lo nggak punya mulut?”,
“lo maling ya, anjing?, “Apa lo bangsat, anjing”, dan “Tai anjing, ini motor, motor gue”, yang diucapkan Bayu sebagai ekspresi
kemarahan atau emosi.
Gambar 4.9. Bayu bersama dengan teman-temannya terlibat perkelahian tawuran dengan geng motor
“macan” karena memperebutkan sepeda motornya.
Penjelasan peta tanda Roland Barthes : Penanda :
“Lo nggak punya mulut ya?” “Lo maling ya, anjing”
“Apa lo bangsat, anjing” “Tai, anjing, ini motor, motor gue”
Petanda : Terdapat suatu perilaku menyimpang yang
menjurus pada kenakalan remaja dan tersurat di dalam kalimat atau dialog pada lexia 18, yaitu “Lo nggak punya mulut ya?”, kemudian
pada lexia 19, yaitu “Lo maling ya, anjing”, dan pada lexia 20, yaitu “Apa lo bangsat, anjing”, serta pada lexia 21, yaitu “Tai, anjing, ini
motor, motor gue”. Kalimat dialog tersebut di atas merupakan petanda denotatif yang menjelaskan adanya perilaku yang
mencerminkan bentuk dari kenakalan remaja, yakni perkelahian tawuran dengan sifat kenakalan tingkat biasa.
Tanda denotatif :
Menjelaskan sebuah pernyataan dari Bayu dalam bentuk kalimat yang menunjukkan perasaan marah dan
emosi. Hal tersebut merupakan sesuatu hal yang bersifat negatif, yaitu dapat dikategorikan sebagai kenakalan remaja dalam bentuk
perkelahian tawuran.
Penanda konotatif :
Dijelaskan bahwa kenakalan remaja muncul karena adanya faktor pendorongnya, yakni berupa tindakan
atau perilaku yang menjurus kepada pelanggaran-pelanggaran, bahkan tindak pidana kejahatan.
Petanda konotatif :
Menjelaskan tentang makna dari kalimat atau dialog pada lexia 18, yaitu “Lo nggak punya mulut ya?”,
kemudian pada lexia 19, yaitu “Lo maling ya, anjing”, dan pada lexia 20, yaitu “Apa lo bangsat, anjing”, serta pada lexia 21, yaitu “Tai,
anjing, ini motor, motor gue”. Dari kalimat tersebut, jelas mengandung makna bahwa Bayu sedang marah dan emosi. Secara
implisit, dialog tersebut di atas seringkali diucapkan ketika seseorang merasa marah emosi.
Analisis :
Dialog yang diucapkan oleh Bayu merupakan sebuah ungkapan kekesalan atau kemarahannya dengan kalimat kata-kata kasar, ketika
dia melihat sepeda motornya berada di tangan geng motor “macan”. Kalimat dialog pada lexia 18, yaitu “Lo nggak punya mulut
ya?”, dapat digolongkan sebagai kode pembacaan proaretik. Hal ini dikarenakan dialog pada lexia 18 tersebut dapat menimbulkan dampak
atau akibat. Sementara itu, pada lexia 19, yaitu “Lo maling ya, anjing”,
digolongkan sebagai kode pembacaan semik, dan pada lexia 20, yaitu “Apa lo bangsat, anjing”, juga dapat digolongkan sebagai kode
pembacaan semik, serta pada lexia 21, yaitu “Tai anjing, ini motor, motor gue, dapat digolongkan sebagai kode pembacaan semik. Hal
ini dikarenakan dialog pada beberapa lexia, baik lexia 19, lexia 20, maupun lexia 21 tersebut terdapat kata ata frase yang sama, yang
melekat pada ungkapan tertentu dan dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip.
Sehingga perkelahian atau tawuran yang dilakukan oleh Bayu dan teman-temannya melawan geng motor “macan” tersebut dapat
dikategorikan sebagi kenakalan remaja tingkat biasa.
j. Penggalan scene 55, lexia 22, 23 Pendekatan Semiotika John Fiske dalam film :