BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Film Sebagai Komunikasi Massa
Pengertian film menurut Undang-Undang nomor 8 tahun 1992, pasal 1 tentang perfilman, adalah sebuah karya cipta dalam bentuk seni
dan budaya yang merupakan media komunikasi massa, baik pandang maupun dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi yang
kemudian direkam pada pita seluloid, pita, video, danatau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran
melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukkan danatau ditayangkan dengan
sistem proyeksi mekanik, elektronik, danatau lainnya http:www.theceli.comdokumenproduk1992uu8-1992.htm.
Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita, yaitu yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan para bintang
filmnya yang tenar terkenal. Film ini didistribusikan sebagai barang perdagangan dan diperuntukkan bagi masyarakat dimana saja Effendy,
2003 : 211. Film berperan besar sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang telah menjadi kebiasaan terdahulu, dan
menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak, serta sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum McQuail, 1994 : 13.
12
2.1.2. Film Sebagai Realitas Sosial
Film adalah potret atau cerminan dari masyarakat tempat film tersebut dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat, yang kemudian diproyeksikan ke dalam layar Irawanto, 1993 : 13 dalam Alex Sobur, 2001 : 127.
Film adalah dokumen kehidupan sosial sebuah komunitas. Film mewakili realitas kelompok masyarakat pendukungnya, baik realitas
dalam bentuk imajinasi maupun realitas dalam arti sebenarnya. Film menunjukkan pada kita jejak-jejak yang ditinggalkan pada masa lampau
dan bagaimana cara menghadapi masa kini serta keinginan manusia terhadap masa yang akan datang. Sehingga dalam perkembangannya film
bukan lagi sekedar usaha menampilkan “citra bergerak” moving images, melainkan telah diikuti oleh muatan-muatan kepentingan tertentu seperti
politik, kapitalisme, hak asasi manusia atau gaya hidup. Film juga sudah dianggap bisa mewakili citra atau identitas komunitas tertentu, bahkan bisa
membentuk komunitas sendiri karena sifatnya yang universal. Meskipun demikian, film juga bukan tidak menimbulkan dampak negatif
http:situskunci.tripod.comtekshtm. 2.1.3
Pengertian Kenakalan Remaja
Kartono 2003, seorang ilmuwan sosiologi, mendefinisikan kenakalan remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah
“juvenile delinquency” merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka
mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang. Kenakalan remaja juga bisa diartikan sebagai perilaku menyimpang atau tingkah laku yang
tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal.
Dalam pengertian lain, kenakalan remaja merupakan suatu kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara
sosial sehingga terjadi tindakan kriminal. Kenakalan remaja itu sendiri meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma hukum pidana
yang dilakukan oleh seorang anak atau remaja, yang perilaku tersebut akan merugikan dirinya sendiri serta orang-orang sekitarnya
http:www.anneahira.comnarkona.index.htm. Sementara itu, dalam Bakolak inpres no. 61977 buku pedoman 8,
dijelaskan bahwa kenakalan remaja adalah kelainan tingkah laku atau tindakan remaja yang bersifat anti sosial, melanggar norma sosial, agama,
dan ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
2.1.4. Faktor Pendorong Kenakalan Remaja