dikarenakan dialog pada lexia 15 tersebut terdapat kata ata frase yang sama, yang melekat pada ungkapan tertentu dan dapat dikelompokkan
dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Artinya, dialog yang terdapat pada lexia 15 tersebut
menggunakan sebuah makna yang tersirat dengan menghadirkan padanan kata yang mengistilahkan sesuatu yang buruk atau jelek,
dengan pemilihan kata melalui kalimat dialog seperti, “Oei, anjing Goblok”.
Hal tersebut bisa terjadi karena baik Indra maupun mobil yang melintas tersebut sama-sama mengendarai dengan kecepatan tinggi.
Sehingga kebut-kebutan di jalan raya umum yang dilakukan oleh Indra tersebut dapat dikategorikan sebagai kenakalan remaja tingkat
sedang.
h. Penggalan scene 35, lexia 16, 17 Pendekatan Semiotika John Fiske dalam film :
Termasuk Level Representasi :
Karena dalam scene tersebut lebih menonjolkan pada teknik pengambilan gambar pada kamera, yaitu medium shot. Adegan pada
scene tersebut memperlihatkan bahwa banyak orang yang terlihat dan terlibat pada adegan tersebut, yaitu kegiatan balap motor yang disertai
dengan taruhan uang atau berjudi dalam hal ini Bayu dan teman- temannya. Hal itu juga yang memperkuat dialog pada scene ini, yaitu
“Huuuuhh” dan “Siapa mau duit?”. Teknik pengambilan gambar 92
pada kamera yang dilakukan tidak hanya kepada satu fokus pemeran obyek, tetapi dilakukan kepada keseluruhan obyek dalam hal ini
adalah keseluruhan obyek yang “bergerak”, yaitu obyek “orang” atau “manusianya”. Hal tersebut juga memperlihatkan kemenangan Bayu
dalam balapan motor.
Gambar 4.8. Bayu bersama dengan teman-temannya melakukan taruhan uang dalam kegiatan balapan liar.
Penjelasan peta tanda Roland Barthes : Penanda :
“Huuuhhh”
“Siapa mau duit?” Petanda :
Terdapat suatu perilaku menyimpang yang menjurus pada kenakalan remaja dan tersurat di dalam kalimat pada
lexia 16, yaitu “Huuuuhhh”, dan pada lexia 17, yaitu “Siapa mau duit?”. Kalimat tersebut merupakan petanda denotatif yang
menjelaskan adanya tindakan yang mencerminkan bentuk dari kenakalan remaja, yakni mengadakan taruhan berjudi pada saat
kegiatan balap motor liar atau kebut-kebutan di jalanan dengan sifat kenakalan tingkat sedang.
Tanda denotatif :
Menjelaskan sebuah pernyataan dari Bayu dalam bentuk kalimat yang bersifat menimbulkan dampak,
yakni memancing emosi. Hal tersebut merupakan sesuatu hal yang bersifat negatif, yaitu dapat dikategorikan sebagai kenakalan remaja
dalam bentuk taruhan uang dalam kegiatan balap motor liar di jalanan.
Penanda konotatif :
Dijelaskan bahwa kenakalan remaja dapat dimunculkan oleh adanya kegiatan-kegiatan yang dikategorikan
sebagai suatu pelanggaran dan bahkan menjurus kepada tindak pidana kriminal, seperti balap motor liar atau kebut-kebutan di jalanan
disertai dengan taruhan uang.
Petanda konotatif :
Menjelaskan tentang makna dari dialog pada lexia 16, yaitu “Huuuuuh”, dan dialog pada lexia 17,
yaitu “Siapa mau duit?” yang diucapkan oleh Bayu. Dialog tersebut mengandung sebuah makna, yaitu secara implisit, Bayu memancing
emosi dari geng motor “macan” karena mereka merasa diremehkan dengan kekalahan balap motor tersebut, yang menyebabkan rivalitas
antara Bayu dengan geng motor “macan” tidak dapat dihindari.
Analisis :
Dialog yang diucapkan oleh Bayu merupakan sebuah ungkapan rasa bangga atas kemenangan dirinya dalam balap motor melawan
geng motor “macan”. 94
Kalimat dialog pada lexia 16, yaitu “Huuuuh” dapat digolongkan sebagai kode pembacaan proaretik, dan pada lexia 17,
yaitu “Siapa mau duit?”, juga dapat digolongkan sebagai kode pembacaan proaretik. Hal ini dikarenakan dialog pada lexia 16 dan
lexia 17 tersebut bisa menimbulkan suatu dampak atau akibat. Analisis pada dialog tersebut dapat terlihat ketika Bayu
meneriakkan sebuah kalimat yang menggambarkan rasa kebanggaannya atas kemenangan dirinya dalam kegiatan balap motor
liar tersebut, yang sifatnya memancing emosi dari geng motor “macan”. Sehingga kegiatan balap motor dan disertai dengan taruhan
uang yang dilakukan oleh Bayu dan teman-temannya tersebut dapat dikategorikan sebagai kenakalan remaja tingkat sedang.
i. Penggalan scene 38, lexia 18, 19, 20, 21 Pendekatan Semiotika John Fiske dalam film :