2.1.7. Respon Psikologi Warna
Warna merupakan simbol yang dapat dijadikan sebagai suatu penandaan terhadap sesuatu hal. Warna dapat dianggap pula sebagai suatu
fenomena psikologi. Berikut adalah respon psikologi dari masing-masing warna :
1. Merah
: Power, energi, kehangatan, cinta, nafsu,
agresi, bahaya.
Merah jika
dikombinasikan dengan putih akan mempunyai arti “bahagia” pada konteks
budaya oriental. 2.
Biru : Kepercayaan, konservatif, keamanan,
teknologi, kebersihan dan keteraturan. 3.
Hijau: Alami, sehat, keberuntungan, dan
pembaharuan. 4.
Kuning :
Optimis, harapan,
filosofi, ketidakjujuran, pengecut pada konteks
budaya barat, dan pengkhianatan. 5.
Ungu dan Jingga :
Spiritual, misteri, kebangsawanan, transformasi,
kekerasan, dan
keangkuhan. 6.
Orange :
Energi, keseimbangan, dan kehangatan 7.
Coklat :
Tanahbumi, reability, comfort, dan daya tahan
8. Abu-abu
: Intelek, masa depan seperti warna
milenium, kesederhanaan,
dan kesedihan,
9. Putih :
Kesucian, kebersihan,
ketepatan, ketidakbersalahan, steril, dan kematian.
10. Hitam
: Power, seksualitas, kecanggihan,
kematian, misteri, ketakutan, kesedihan, dan keanggunan.
http:www.toekangweb.or.id07tipsbentukwarna.html1101200912.45 wib.
2.1.8. Semiotika atau Semiologi
Dilihat dari sudut pandang etimologis, istilah “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, “semeion” yang berarti “tanda”.
“Tanda” tersebut didefinisikan sebagai sesuatu atas dasar konvensi sosial yang sudah terbangun sebelumnya, dan dapat dianggap mewakili sesuatu
yang lainnya Eco, 1979 : 16 dalam Alex Sobur, 2006 : 95. Sementara itu secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa- peristiwa, dan seluruh kebudayaan sebagai suatu tanda Eco, 1976 : 6
dalam Alex Sobur 2001 : 95. Sedangkan dalam pengertian lain, Van Zoest mengartikan semiotik
sebagai ilmu tanda sign dan segala sesuatu yang berhubungan dengan 21
tanda, meliputi cara berfungsinya, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai oleh manusia dalam
upaya mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia, dan bersama- sama dengan manusia lainnya. Tanda sign adalah basis dari seluruh
komunikasi Littlejohn, 1996 : 64 dalam Alex Sobur, 2006 : 15. Banyak hal yang bisa dikomunikasikan oleh manusia dengan sesamanya melalui
perantara tanda-tanda di dunia ini. “Tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Jika diterapkan pada
tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata, dan kalimat tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti significant dalam
kaitan dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan signifie sesuai dengan konvensi dalam
sistem bahasa yang bersangkutan. Di dalam sejarah perkembangannya, perbincangan mengenai
semiotika sebagai ilmu, terdapat semacam ruang kontradiksi yang dibangun di antara dua kubu semiotika, yaitu semiotika kontinental
Ferdinand de Saussure 1857 – 1913, yakni seorang sarjana sekaligus tokoh besar asal Swiss sebagai pendiri linguistik modern dan semiotika
Amerika Charles Sanders Pierce 1839 – 1914, yakni seorang filsuf asal Amerika. Namun, apabila dilakukan “pembacaan mendalam” terhadap
kedua tokoh tersebut, justru memperlihatkan bahwa keduanya itu 22
sesungguhnya tidak saling berseteru, dan tidak saling beroposisi, tetapi justru saling mengisi dan melengkapi.
Dewasa ini, kajian semiotika dibedakan menjadi dua jenis, yaitu semiotika komunikasi, yang identik dengan jejak pemikiran Charles
Sanders Pierce dan semiotika signifikasi, yang identik dengan pemikiran bahasa Ferdinand de Saussure. Semiotika komunikasi menekankan pada
teori tentang produksi tanda yang salah satu di antaranya adalah mengkonsumsi adanya enam faktor dalam konumikasi, yakni pengirim,
penerima kode sistem tanda, pesan, saluran komunikasi, dan acuan hal yang sedang dibicarakan. Sedangkan semiotika signifikasi lebih
menekankan pada segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan daripada proses
komunikasinya Jakobson, 1963 dalam Alex Sobur, 2006 : 15. Sementara itu, semiotika atau dalam istilah Roland Barthes,
semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana manusia humanity memaknai sesuatu hal atau hal-hal things. Memaknai to
sinify, dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan to communicate. Memaknai berarti bahwa obyek-
obyek tidak hanya membawa informasi, dalam hal obyek-obyek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari
tanda Barthes, 1988 : 179 dalam Alex Sobur, 2006 : 15. Namun dari berbagai definisi yang telah diuraikan tersebut di atas,
yang perlu digaris bawahi dan menjadi inti adalah bahwa para ahli melihat 23
semiotika atau semiologi itu sebagai suatu ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda sign.
2.1.9. Model Semiologi Roland Barthes