Jenis-Jenis Penyandang Cacat Cacat TubuhKelainan Fisik

menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan fisik atau mental yang oleh karenanya merupakan suatu rintangan atau hambatan baginya untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan secara layak, terdiri dari : cacat tubuh, cacat netra, cacat mental, cacat rungu wicara, dan cacat bekas penyandang penyakit kronis.

2.3.2 Jenis-Jenis Penyandang Cacat Cacat TubuhKelainan Fisik

Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau lebih organ tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbu suatu keadaan pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak berfungsinya anggota fisik terjadi pada: a Alat fisik indra, misalnya kelainan pada indra pendengaran tunarungu, kelainan pada indra penglihatan tunanetra, kelainan pada fungsi organ bicara tunawicara b Alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang poliomyelitis, kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik cerebral palsy, kelainan anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, misal lahir tanpa tangankaki. Untuk kelainan pada alat motorik tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa. Universitas Sumatera Utara Penyandang cacat tubuh secara umum memiliki kecenderungan dan karakteristik sosial psikologis sebagai berikut: a. Rasa ingin disayang yang berlebihan dan mengarah over protection b. Rasa rendah diri c. Kurang percaya diri d. Mengisolir diri e. Kehidupan emosional yang labil f. Berperilaku agresif g. Ada perasaan tidak aman h. Cepat menyerah i. Kekanak-kanakan Sumber: Rothman dalam Buku Bimbingan Sosial Bagi Penyandang Cacat dalam Panti Faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik penyandang cacat tubuh, meliputi: a. Faktor bawaan b. Penyakit c. Waktu terjadinya kecacatan d. Perlakuan lingkunganmasyarakat setempat e. Perlakuan anggota keluarga f. Iklim dan keadaan alam g. Ekologi dan tradisi setempat Sumber: Rothman dalam Buku Bimbingan Sosial Bagi Penyandang Cacat dalam Panti Universitas Sumatera Utara Adapun permasalahan kecacatan yang dialami penyandang cacat dibagi menjadi masalah internal dan masalah eksternal, yaitu: a. Masalah Internal 1 Kondisi jasmani Kecacatan yang disandang seseorang dapat mengakibatkan gangguan kemampuan fisik untuk melakukan sesuatu perbuatan atau gerakan tertentu yang berhubungan dengan kegiatan hidup sehari-hari activity daily living. 2 Kondisi kejiwaan Kecacatan yang disandang dapat mengganggu kejiwaanmental seseorang, sehingga seseorang menjadi rendah diri atau sebaliknya, menghargai dirinya terlalu berlebihan, mudah tersinggung, kadang-kadang agresif, pesimistis labil, sulit untuk mengambil keputusan dan sebagainya. Keadaan seperti ini sangat merugikan, khususnya yang berkenaan dengan hubungan antar manusia yang ditandai oleh: a Ketidakmampuan hubungan antar perseorangan interpersonal relationship b Ketidakmampuan didalam mengambil peranan di dalam kegiatan sosialkelompok partisipasi sosial c Ketidakserasian hubungan antar manusia di masyarakat human relation d Ketidakmampuan di dalam mengambil peranan di dalam kegiatan sosialkelompok Universitas Sumatera Utara 3 Masalah pendidikan Karena kecacatan fisiknya, hal ini sering menimbulkan kesulitan khususnya pada anak usia sekolah. Mereka memerlukan perhatian khusus baik dari orang tua maupun guru di sekolah. Sebagian besar kesulitan ini juga menyangkut transportasi antara tempat tinggal ke sekolah, kesulitan mempergunakan alat-alat sekolah, maupun fasilitas umum lainnya. 4 Masalah ekonomi Kecacatan pada seseorang dapat menyebabkan hambatan dalam mobilitas fisik. Hal ini semakin sukar tatkala dunia kerja belum menyediakan lapangan pekerjaan sebagaimana mestinya untuk orang cacat. Hambatan dan rendahnya apresiasi dunia kerja ini dapat menimbulkan masalah pada penyandang cacat dalam memperoleh pekerjaan yang pada gilirannya berpengaruh pada kondisi sosial ekonomi mereka. b. Masalah Eksternal 1 Masalah keluarga Beberapa keluarga yang mempunyai anak yang menyandang kecacatan tubuh merasa malu, yang mengakibatkan penyandang cacat tersebut tidak dimasukkan sekolah, tidak boleh bergaul dan bermain dengan teman sebaya, kurang mendapatkan kasih sayang seperti yang diharapkan oleh anak-anak pada umumnya, sehingga tidak dapat berkembang kemampuan dan kepribadiannya. Pada akhirnya, penyandang cacat tubuh tersebut akan tetap menjadi beban bagi keluarganya. Universitas Sumatera Utara 2 Masalah masyarakat Masyarakat yang memiliki warga yang menyandang kecacatan tubuh akan turut terganggu kehidupannya, selama penyandang cacat tersebut belum dapat berdiri sendiri dan masih selalu menggantungkan dirinya pada orang lain. Dipandang dari segi ekonomi, sejak seseorang terutama yang telah dewasa menjadi cacat tubuh, masyarkat mengalami kerugian ganda, yaitu kehilangan anggota yang produktif dan bertambah anggota yang non produktif, ini berarti menambah berat beban bagi masyarakat. Perlu usaha- usaha rehabilitasi yang dapat merubah penyandang cacat tubuh dari kondisi non produktif menjadi produktif. Disamping itu masih ada sikap dan anggapan sebagian masyarakat yang kurang menguntungkan bagi penyandang cacat tubuh, antara lain: a Masih adanya sikap ragu-ragu terhadap kemampuan penyandang cacat tubuh, mengakibatkan kesulitan memperoleh pekerjaan. b Masih adanya sikap masa bodoh di sebagian lapisan masyarakat terhadap permasalahan penyandang cacat tubuh. c Belum meluasnya partisipasi masyarakat di dalam menangani permasalahan penyandang cacat tubuh d Masih lemahnya sebagian organisasi sosial yang bergerak dibidang kecacatan di dalam melaksanakan kegiatannya. e Pengguna jasa tenaga kerja penyandang cacat tubuh umumnya belum menyediakan kemudahansarana bantu yang diperlukan bagi tenaga kerja penyandang cacat tubuh. Universitas Sumatera Utara f Program pelayanan rehabilitasi medis, sosial dan vokasional yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat belum menjangkau seluruh populasi penyandang cacat tubuh. 3 Pelayanan umum Sarana umum seperti: sekolah, rumah sakit, perkantoran, tempat rekreasi, perhotelan, kantor pos, terminal, telepon umum, bank, dan tempat lainnya belum seluruhnya memiliki aksesibilitas bagi penyandang cacat tubuh. Cacat Mental Anak berkelainan mental adalah anak yang memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan mental ini dapat menyebar ke dua arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih supernormal dan kelainan mental dalam arti kurang subnormal. Kelainan mental dalam arti lebih atau anak unggul, menurut tingkatannya dikelompokkan menjadi: a anak mampu belajar dengan cepat rapid learner, b anak berbakat gifted, dan c anak genius extremely gifted. Karakteristik anak yang termasuk dalam kategori mampu belajar dengan cepat jika hasil kecerdasan menunjukkan bahwa indeks kecerdasannya yang bersangkutan berada pada rentang 110-120, anak berbakat jika indeks kecerdasannya berada pada rentang 120-140, dan anak sangat berbakat atau genius jika indeks kecerdasannya berada pada rentang di atas 140. Secara umum Tirtonegoro dalam Efendi, 2006:8-9 membagi karakteristik anak dengan kemampuan mental lebih, di samping memiliki potensi Universitas Sumatera Utara kecerdasan yang tinggi dalam prestasi, juga memiliki kemampuan menonjol dalam bidang tertentu, antara lain 1 kemampuan intelektual umum, 2 kemampuan akademik khusus, 3 kemampuan berpikir kreatif produktif, 4 kemampuan dalam salah satu bidang kesenian, 5 kemampuan psikomotorik, dan 6 kemampuan psikososial dan kepemimpinan. Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita, yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian rendahnya dibawah normal sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingannya. Kondisi ketunagrahitaan dalam praktik kehidupan sehari-hari di kalangan awam seringkali disalahpersepsikan, terutama bagi keluarga yang mempunyai anak tunagrahita, yakni berharap dengan memasukkan anak tunagrahita ke dalam lembaga pendidikan, kelak anaknya dapat berkembang sebagaimana anak normal lainnya. Harapan semacam ini wajar saja karena mereka tidak mengetahui karakteristik anak tunagrahita. Kirk menyatakan kondisi tunagrahita tidak dapat disamakan dengan penyakit, tetapi keadaan tunagrahita suatu kondisi sebagaimana yang ada, “Mental retarded is not disease but a condition” dalam Efendi,2006:9. Atas dasar itulah tunagrahita dalam gradasi manapun tidak bisa disembuhkan atau diobati dengan obat apa pun. Universitas Sumatera Utara Kelainan Perilaku Sosial Kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang dikategorikan dalam kelainan perilaku sosial ini, misalnya kompensasi berlebihan, sering bentrok dengan lingkungan, pelanggaran hukumnorma maupun kesopanan. Mackie dalam Efendi,2006:10 mengemukakan, bahwa anak yang termasuk dalam kategori kelainan perilaku sosial adalah anak yang mempunyai tingkah laku yang tidak sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku di rumah, di sekolah dan di masyarakat lingkungannya. Hal yang penting dari itu adalah akibat tindakan atau perbuatan yang dilakukan dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain, Klasifikasi anak yang termasuk dalam kategori mengalami kelainan perilaku sosial di antaranya anak psychotic dan neurotic, anak dengan gangguan emosi dan anak nakal delinquent. Berdasarkan sumber terjadinya tindak kelainan perilaku sosial secara penggolongan dibedakan menjadi: 1 tunalaras emosi, yaitu penyimpangan perilaku sosial yang ekstrem sebagai bentuk gangguan emosi, 2 tunalaras sosial, yaitu penyimpangan perilaku sosial sebagai bentuk kelainan dalam penyesuaian sosial karena bersifat fungsional. 2.4 Tuna Rungu Wicara 2.4.1 Pengertian Tuna Rungu Wicara

Dokumen yang terkait

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

3 95 103

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 8 151

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 15

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 8

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 1 30

Efektivitas Program Pelayanan Sosial bagi Perkembangan Biopsikososial Spiritual Remaja Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lansia Pematang Siantar

0 0 2

Strategi Pekerja Sosial dalam Pelayanan Anak Tuna Rungu Wicara (Studi Kasus di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar)

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas - Efektivitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

0 1 41

Efektivitas Program Pelatihan Keterampilan Bagi Penyandang Cacat Tuna Rungu Wicara di UPT Pelayanan Sosial Tuna Rungu Wicara dan Lanjut Usia Pematang Siantar

0 0 14