Komite Stabilitas Sistem Keuangan

4. Komite Stabilitas Sistem Keuangan

Beberapa negara telah mengedepankan pentingnya komite untuk membahas isu penting terkait pelaksanaan pengawasan lembaga keuangan. Pembahasan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dengan mengupayakan knowledge sharing, data sharing dan interfacing, serta simulasi pengambilan keputusan terutama di waktu krisis. Tabel 4 menjelaskan bahwa komite di berbagai negara terdiri dari bank sentral, Kementrian Keuangan, dan otoritas pengawas lembaga keuangan bank dan nonbank.

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) merupakan integrasi pengambilan kebijakan oleh BI, LPS, Kementrian Keuangan, dan nantinya Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bank Indonesia dan LPS dalam KSSK memiliki tugas untuk menetapkan penanganan likuiditas dan solvabilitas bank bermasalah yang memiliki dampak sistemik. Kedua lembaga tersebut juga memiliki tugas untuk memberikan resolusi terhadap bank yang telah gagal. Bank Indonesia, khususnya, akan terus melaksanakan pengawasan makroprudensial dan mikroprudensial sebagai bank sentral Indonesia (Bank Indonesia, 2007).

Tabel 4. Harmonisasi Undang-Undang dengan Peraturan JPSK

Negara

Anggota Komite

Ketua

Britania Bank of England, Financial Services Kementrian Raya

Authority, Kementrian Keuangan Keuangan Kementrian Keuangan, Federal Reserve,

Amerika Kementrian Security Exchange Commission, dan Federal Serikat

Keuangan Deposit Insurance Corporation

Kementrian Keuangan, Reserve Bank Kementrian Australia

of Australia, dan Australia Prudential Keuangan Regulatory Authority

Kementrian Keuangan, Bank of Japan, dan Kementrian Jepang Financial Services Authority

Keuangan Kementrian Keuangan dan Monetary Au-

Kementrian Singapura thority of Singapore

Keuangan Sumber: Kementrian Keuangan (2008)

Kementrian Keuangan bertindak sebagai ketua KSSK di berbagai negara. Posisi ini merupakan langkah strategis komite stabilitas karena Kementrian Keuangan memiliki koordinasi langsung dengan pengambil kebijakan di pemerintah. Bank sentral dan otoritas pengawas jasa keuangan akan optimal jika bertindak sebagai anggota karena independensi mereka dalam pelaksanaan pengawasan harus terjaga. Hal ini penting untuk menjaga independensi serta kualitas input bank sentral dan otoritas pengawas jasa keuangan dalam komite stabilitas.

Komite yang optimal untuk kasus di Indonesia paling tidak dibagi menjadi dua bagian yaitu terkait penyusunan kebijakan oleh KSSK serta terkait resolusi bank bermasalah dengan dampak sistemik yaitu Komite Koordinasi (KK). Gambar 10 menjelaskan bahwa Kementrian Keuangan dan Bank Indonesia bertindak sebagai KSSK dalam tataran pengambilan kebijakan. Skema koordinasi pengambilan kebijakan KSSK tidak mengikutsertakan LPS sebagai upaya menghindari moral hazard. Namun, KSSK tetap menerima masukan dari LPS dalam pelaksanaan tugas koordinasinya.

Gambar 10. Skema Komite Stabilitas Sistem Keuangan dan Komite Koordinasi

Peran Kementrian Keuangan sebagai ketua KSSK memiliki berbagai pertimbangan khusus yang meliputi dampak sistemik, risiko fiskal, serta akuntabilitas fiskal (Kementrian Keuangan, 2008). Ketiga aspek tersebut mempertimbangkan biaya koordinasi dengan pemerintah untuk keputusan penting di saat krisis. Selain itu, Kementrian Keuangan memiliki otoritas untuk menghitung risiko fiskal dan menetapkan besaran fiskal untuk menangani permasalahan di saat krisis. Kementrian Keuangan dalam hal Peran Kementrian Keuangan sebagai ketua KSSK memiliki berbagai pertimbangan khusus yang meliputi dampak sistemik, risiko fiskal, serta akuntabilitas fiskal (Kementrian Keuangan, 2008). Ketiga aspek tersebut mempertimbangkan biaya koordinasi dengan pemerintah untuk keputusan penting di saat krisis. Selain itu, Kementrian Keuangan memiliki otoritas untuk menghitung risiko fiskal dan menetapkan besaran fiskal untuk menangani permasalahan di saat krisis. Kementrian Keuangan dalam hal

Komite Koordinasi merupakan wadah untuk membahas resolusi terhadap bank yang dianggap bermasalah dan berdampak sistemik oleh KSSK. Komite ini memberikan wewenang kepada LPS untuk melaksanakan fungsi resolusinya terkait bank bermasalah. Skema Komite Koordinasi ini memberikan independensi serta keleluasaan kepada LPS untuk menjalankan tugasnya dalam resolusi perbankan. Namun, keberadaan KK harus segera didukung oleh suatu kerangka hukum yang pasti untuk menghindari moral hazard.